Melansir dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, melepasliarkan empat ekor aves dari dua jenis. Pelepasliaran berlangsung pada Sabtu (18/12) di Hutan Nyei Toro, Pasir VI, Distrik Ravenirara, Kabupaten Jayapura.
Jenis cenderawasih kuning kecil (Paradisaea minor), satu ekor betina dan dua ekor jantan. Di antara keunikan cenderawasih kuning kecil adalah perbedaan bentuk yang signifikan antara betina dan jantan.
Betina cenderung sederhana, tetapi anggun dengan warna bulu dominan cokelat cemerlang. Sementara jantan berpenampilan elok, dengan bulu-bulu yang megah menjurai berwarna kuning seperti yang sering kita lihat pada foto, miniatur, atau ornamen-ornamen berseni.
Jenis toowa cemerlang (Ptiloris magnificus), satu ekor jantan. Secara fisik, burung ini tampil dengan warna bulu ungu berkilau di dada bagian atas, sementara dada bagian bawah berwarna perunggu. Kedua jenis satwa ini termasuk dilindungi oleh undang-undang Negara Republik Indonesia.
Penyerahan Empat Ekor Satwa
Empat ekor satwa tersebut berasal dari penyerahan masyarakat melalui komunitas Animal Lovers Jayapura dan Rumah Bakau. Pihak komunitas kemudian menyerahkannya kepada BBKSDA Papua pada 12 Oktober 2021. Empat ekor satwa tersebut telah menjalani masa habituasi sekitar dua bulan di Kandang Transit Buper Waena.
Dokter Hewan dari BBKSDA Papua, Widya Bharanita Darmanto, menyatakan empat ekor satwa telah menjalani pemeriksaan PCR bebas flu burung oleh Balai Karantina Pertanian Kelas I Jayapura. Widya juga mengatakan, “Semua satwa dalam kondisi sehat secara fisik, dan sudah memiliki sifat liar. Jadi, sudah siap kembali ke alam.”
Pada kesempatan ini, Rian Chandra mewakili Komunitas Animal Lovers Jayapura menyatakan rasa syukur dapat berpartisipasi dalam menjaga satwa liar yang dilindungi undang-undang.
“Senang juga, karena masyarakat mulai punya kesadaran menyerahkan cenderawasih dalam keadaan hidup kepada pihak berwenang agar dapat dilepasliarkan. Semoga ke depan semakin banyak masyarakat yang memiliki kesadaran serupa, turut menjaga satwa liar endemik Papua supaya semuanya aman di habitat alaminya,” ungkap Chandra.
Daniel Toto selaku pimpinan Dewan Adat Suku Imbi Numbay sekaligus pemilik hak ulayat Hutan Nyei Toro mengimbau kepada masyarakat agar tidak lagi melakukan perburuan terhadap cenderawasih di Cagar Alam Pegunungan Cycloop, bahkan di seluruh tanah Papua, karena cenderawasih adalah satwa yang dilindungi.
Sementara Kepala Balai Besar KSDA Papua, Edward Sembiring, memberikan apresiasi kepada masyarakat dan pihak komunitas yang telah mengambil bagian dalam melakukan pengawasan peredaran satwa liar endemik Papua.
“Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam melakukan pengendalian dan pengawasan peredaran tumbuhan dan satwa liar endemik Papua. Sinergitas seperti ini perlu terus dilakukan dan ditingkatkan. Ke depan, tentu kami berharap tidak ada lagi tindak ilegal terhadap satwa liar endemik Papua.” kata Edward.
Mengakhiri pernyataannya, Edward kembali mengingatkan kita semua tentang kewajiban melindungi satwa liar endemik Papua sebelum menjadi kenangan. Kita jaga alam, alam jaga kita.
Sumber : Balau Besar KSDA Papua