5 Dampak Kenaikan BBM di Indonesia, Siap Mengalami Inflasi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya mengumumkan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada akhir pekan lalu, Sabtu (3/9/2022).

Dengan pengumuman resmi tersebut, harga BBM jenis RON 90 atau Pertalite naik dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter. Sementara itu, harga minyak diesel atau Solar naik dari Rp 5.150/liter ke Rp 6.800/liter.

Mengikuti kenaikan harga BBM tersebut, ekonom melihat potensi kenaikan inflasi tahun ini yang bakal melebihi ambang batas pemerintah dan Bank Indonesia (BI), yakni 4%. Kenaikan inflasi ini menjadi fokus besar pemerintah karena dikhawatirkan akan mengikis daya beli.

Tidak hanya itu, kenaikan harga barang tentunya akan semakin menekan rakyat kecil. Pemerintah pun menyiapkan bantalan sosial sebesar Rp27,17 triliun untuk melindungi kelompak masyarakat miskin.

Namun demikian, kekhawatiran inflasi dalam negeri bakal setinggi dan separah di negara maju tak bisa dipungkiri. Mengungkap efek ‘kejutan’ dari kenaikan harga BBM tersebut, berikut ini paparan lima ekonom dan analis pasar.

1. Ekonom OCBC Wellian Wiranto

Lonjakan harga bahan bakar dipastikan akan mendorong inflasi lebih lanjut. Wellian memperkirakan inflasi kemungkinan akan melintas di atas 7% (yoy). Sementara itu, dia melihat ada risiko bahwa inflasi inti akan berada di atas 4% pada akhir tahun ini.

“Mengingat fakta bahwa tekanan harga telah meningkat selama beberapa waktu tahun ini bahkan sebelum efek bahan bakar, tingkat perluasan efek harga akan menjadi hal utama yang harus diperhatikan sekarang,” papar Wellian dalam catatannya, Senin (5/9/2022).

Baca: Jokowi Kibarkan Bendera Putih Hadapi Dunia yang Kacau Balau
Efek dari inflasi yang melesat ini akan berdampak pada kebijakan bank sentral. Menurutnya, BI akan kembali menaikkan suku bunga, setidaknya 50 basis poin (bps) sebelum tutup tahun.

- Iklan -

“Bagi Bank Indonesia, penyesuaian harga BBM merupakan game changer yang cukup besar, mengingat perisai inflasi fiskal sudah tidak ada lagi,” katanya.

Baca Juga:  Tips Mencicil Mobil untuk Pemula, Perhatikan Aspek Ini

2. Ekonom Bank Mandiri Faisal Rahman

Kenaikan harga BBM, baik Solar, Pertalite dan Pertamax, berisiko dapat memangkas pertumbuhan ekonomi sampai dengan 0,33 ppt.

Faisal menjelaskan naiknya inflasi akibat kenaikan harga ketiga jenis BBM ini tentunya dapat mengurangi daya beli masyarakat, terlebih konsumsi BBM jenis Pertalite merupakan yang terbesar dalam konsumsi bensin secara total di Indonesia.

“Hal ini akan berisiko mengurangi pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang diharapkan menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 ini,” ungkapnya.

Kendati melambat, Faisal menuturkan Bank Mandiri melihat pertumbuhan ekonomi akan tetap di kisaran 5% secara full-year pada tahun 2022 ini.

Adapun, pemerintah telah melakukan antisipasi. Sebelumnya, pemerintah telah mengumumkan tambahan bansos untuk masyarakat sebagai bentuk pengalihan subsidi BBM sebesar Rp 24,17 triliun.

3. Direktur Celios Bhima Yudhistira

Bhima menilai keputusan pemerintah menaikkan harga BBM subsidi dilakukan pada waktu yang tidak tepat, terutama jenis Pertalite.

“Masyarakat jelas belum siap menghadapi kenaikan harga Pertalite menjadi 10.000 per liter. Dampaknya Indonesia bisa terancam stagflasi,” ujarnya, Selasa (6/9/2022).

Stagflasi adalah kenaikan laju inflasi yang signifikan tidak dibarengi dengan kesempatan kerja. Dia menambahkan BBM bukan sekedar harga energi dan spesifik biaya transportasi kendaraan pribadi yang naik, tapi juga ke hampir semua sektor terdampak.

Salah satu yang disoroti Bhima adalah harga pengiriman bahan pangan yang akan naik. Sementara itu, petani tengah mengeluh biaya input produksi yang mahal, terutama pupuk. Alhasil, inflasi makanan dapat kembali menyentuh dobel digit atau diatas 10% per tahun pada September ini.

Padahal, inflasi pangan mulai melandai ke level 8,55% pada Agustus lalu. Selain itu, Bhima melihat adanya pontensi PHK di industri,

Dengan kenaikan harga BBM, masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi dan tidak memiliki kendaraan sekalipun, akan mengurangi konsumsi barang lainnya. BBM ini masuk ke dalam kebutuhan mendasar. Ketika harganya naik maka pengusaha di sektor industri pakaian jadi, makanan minuman, hingga logistik semuanya akan terdampak.

Baca Juga:  Tips Mencicil Mobil untuk Pemula, Perhatikan Aspek Ini

“Pelaku usaha dengan permintaan yang baru dalam fase pemulihan, tentu risiko ambil jalan pintas dengan lakukan PHK massal. Sekarang realistis saja, biaya produksi naik, biaya operasional naik, permintaan turun ya harus potong biaya biaya,” paparnya.

Akibatnya, ekspansi sektor usaha bisa macet dan efeknya berlanjut ke PMI manufaktur yang bisa kontraksi kembali dibawah 50.

4. Kepala Ekonom BCA David E. Sumual

Chief Economist BCA, David Sumual menilai kenaikan harga BBM Subsidi tidak akan berdampak besar ke inflasi karena pengumuman penyesuaian dilakukan pada kuartal III-2022.

Umumnya, pada periode ini, Indonesia sedang masuk pada musim panen. Hal ini bisa dilihat dengan penurunan harga cabai dan bawang pada Agustus lalu.

“Secara kasar, perhitungan kami dalam tabel input dan output, kurang lebih dampak kenaikan Pertalite (tiap) 10% itu menambah inflasi sekitar 0,56%,” ungkapnya.

Baca: Pemberian BLT vs Subsidi BBM, Mana yang Lebih Baik?
Dengan demikian, jika harga BBM naik 30%, maka inflasi bisa naik 1,5% secara nasional. Belajar dari pengalaman, efek kenaikan inflasi dari penyesuaian harga BBM biasanya berjalan selama 4 bulan.

“Justru di September dampaknya belum terlalu besar, nanti kita lihat di Oktober, November sampai akhir tahun masih tinggi,” ungkapnya. Perhitungan ini, lanjutnya, mungkin menjadi dasar pemerintah menetapkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Subsidi Upah (BSU).

5. Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Indonesia Lionel Priyadi

Lionel mengungkapkan bahwa Samuel Sekuritas memperkirakan bahwa kenaikan harga Pertalite dapat mendorong inflasi hingga 6% (yoy) pada akhir tahun ini.

“Dengan kenaikan harga Solar dan Pertamax, kami melihat risiko kenaikan inflasi dengan total dampak langsung sebesar 1.35% dan dampak tidak langsung sebesar 0.4-0.5%,” ungkapnya dalam laporan ekonomi harian, Senin (5/9/2022).

 

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU