Maros, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Macaca maura atau biasa disebut monyet hitam sulawesi adalah salah satu satwa endemik Sulawesi utamanya berada di Sulawesi Selatan. Habitat satwa ini berada di Sulawesi bagian selatan, salah satunya berada di Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Berdasarkan daftar merah IUCN, Macaca maura tergolong dalam kategori terancam (endangered:EN) dan masuk ke dalam daftar Appendix II (CITES), yang artinya satwa ini dapat terancam punah apabila pemanfaatannya tidak dikendalikan. Hal ini bukanlah tidak beralasan, ancaman terhadap satwa ini cukup signifikan setidaknya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Pada kasus di Kawasan Karaenta, ancaman terhadap satwa ini disinyalir dari adanya fragmentasi habitat yang memperkecil jarak antara habitat satwa ini dengan kawasan pemukiman, jalan raya serta areal pertanian. Akibatnya satwa ini menjadi bersinggungan secara langsung dengan manusia.
Sebagai bagian dari upaya mengantisipasi permasalahan tersebut, Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul) bersama dengan Fauna & Flora Internasional -Indonesia Programme (FFI-IP) mengadakan kampanye perlindungan satwa khususnya terhadap satwa endemik Sulawesi ini, Selasa, (29/09/2020). Sasaran dari aksi kampanye ini yakni masyarakat pengguna jalan yang melintas di jalan poros Karaenta dengan ajakan untuk tidak memberi makan kepada monyet hitam tersebut.
Makanan manusia pada kenyataannya memberikan dampak buruk bagi kesehatan dan perilaku dari monyet hitam itu sendiri. “Dare (sebutan lokal Macaca maura) mulai turun ke jalan karena kebiasaan masyarakat kita memberi makan. Tanpa kita sadari hal itu justru membahayakan nyawa Dare itu sendiri,” kata Yusak Mangetan, Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.
Yusak menambahkan bahwa kebiasaan masyarakat tersebut berpotensi mengubah perilaku monyet hitam menjadi agresif.
“Monyet-monyet hitam tersebut mulai mendekati pengendara, jika hal ini terus berlangsung, mereka akan menyerang pengendara yang melintas. Mungkin dengan maksud menagih makanan yang sering mereka terima. Tentu saja mereka tak pandang siapa saja yang melintas,” tambahnya.
Senada dengan Yusak, Manajer FFI-IP kantor Maros, Fardi Ali Syahdar juga ikut menegaskan “Lewat kampanye ini kami berharap agar masyarakat menyadari dampak buruk dari berinteraksi langsung terutama memberi makan Macaca maura yang ada di Karaenta. Pemberian makan secara langsung akan berdampak pada perubahan perilaku dari satwa tersebut. Oleh karena itu, kami berharap semua pihak berkontribusi secara aktif meluaskan informasi terkait ancaman dari kebiasaan tersebut,” ujarnya
Potensi perubahan perilaku lainnya juga adalah munculnya perilaku malas. Hal ini tentunya akan dikaitkan dengan akibat kebiasaan masyarakat memberi mereka makan. “Apa dampak memberi makan monyet di Karaenta? Perilakunya akan berubah. Malas mencari makan, lebih sering menunggu di tepi bahkan di tengah jalan, dan tentu saja monyet hitam tersebut rawan tertabrak kendaraan yang melintas,” Imbuhnya.
Melalui aksi kampanye ini, Fardi berharap masyarakat dapat memamahi dampak dan bahaya lantaran memberi makanan manusia kepada monyet hitam sulawesi. Selain itu, diharapkan pula bahwa masalah yang dihadapi Macaca maura ini menjadi persoalan bersama, sehingga kedepannya dapat secara bersama dalam menjaga kelestarian monyet endemik Sulawesi ini.
Kampanye penyelamatan satwa ini melibatkan para pihak terkait di antaranya pihak kepolisian sektor, Koramil Bantimurung, aparatur desa, akademisi, Forum Pemandu Wisata Androcles, Forum Kader Konservasi Taman Nasional, hingga masyarakat sekitar Karaenta. Kegiatan berlangsung mulai pukul 09.00 WITA hingga siang hari, dan akan berlangsung selama 3 hari ke depan.