Sejumlah elemen masyarakat menggelar aksi demonstrasi menuntut pemerintah atas banyaknya masalah yang dinilai sebagai bentuk dari ketidakbecusan negara. Massa aksi melangsungkan aksi protes di sekitar ruas Jalan A.P Pettarani – Urip Sumoharjo, Senin, (11/04/22).
Rhandy, selaku massa aksi menuturkan bahwa aksi tersebut dilakukan untuk menyikapi isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden serta isu-isu lainnya serta mendesak pemerintah untuk menyelesaikan masalah yang sedang terjadi, yaitu kenaikan harga BBM, kenaikan harga minyak goreng, dan kriminalisasi aktivis.
“Dalam isu-isu tersebut terbagi kedalam dua hal, ada yang sifatnya wacana dan faktual, dan juga telah melalui serangkaian diskusi dan riset yang dilakukan oleh kawan-kawan demonstran,” tutur Rhandy.
Meski masih wacana, tiga periode untuk seorang presiden sangat menyalahi konstitusi. Semenjak lenyapnya Orde Baru, Indonesia menyepakati bahwa seorang presiden hanya untuk dua periode masa jabatan.
“Itu merujuk pada amanat konstitusi pada pasal 7 UUD 1945, namun dengan adanya penundaan pemilu dianggap (menjadi) penghianatan terhadap konstitusi tersebut,” tambahnya.
Banten, selaku korlap dari massa aksi KM-PNUP menyoroti kelangkaan minyak goreng yang sangat di rasakan masyarakat, yang merupakan salah satu bahan pokok masyarakat indonesia yang menjadi ciri di beberapa makanan khas nusantara.
“Sehingga dengan langkanya minyak goreng berimplikasi pada meningkatnya penimbun minyak sektoral dan juga kenaikan harga yang sama sekali tidak mengakomodir kepentingan rakyat,” ucap Rhandy.
Di tengah riuhnya hilir mudik kendaraan massa aksi silih berganti menyampaikan orasi, serta menyanyikan lagu darah juang dan buruh tani sembari mengangkat kepalan tangan kiri juga kepulan asap hitam turut mewarnai aksi sore itu.
“Potong bebek angsa, angsa dikuali. Gagal urus bangsa, minta tiga kali. Bohong ke sana, bohong ke sini, lalala lalala”
Sorak-sorai tersebut bergema mewarnai Jalan Urip Sumoharjo yang dengan lantang terus digaungkan oleh seluruh massa aksi sore itu.
Semakin sore jalan semakin sesak, kawanan polisi semakin terjaga, seluruh korlap aksi menghimbau kepada massa aksi agar tidak terprovokasi dan tetap menjaga semangat perjuangan.
“Kawan-kawan perkuat simpul kita, gerakan kita ini adalah gerakan yang terkonsolidasi,” jelasnya lewat orasi.
Hari mulai petang, namun bukan menjadi penanda bahwa aksi selesai. Mereka duduk sambil meletakkan spanduk tepat di hadapan barisan massa aksi, dan juga pengamanan terus dilakukan oleh aparat kepolisian di sepanjang jalan.
Demonstrasi Berakhir Ricuh
Sekitar pukul 17.30 WITA, bentrokan terjadi antar aparat dan demonstran. Aparat kepolisian langsung mengambil langkah untuk membubarkan para demonstran dengan menembakkan gas air mata.
“Kami sampaikan kepada massa aksi untuk mundur dan tidak melakukan tindakan,” kata salah satu petugas dari mobil barakuda.
Semakin malam represifitas aparat semakin dilayangkan dan penangkapan massa aksi semakin dilakukan.
Menanggapi hal tersebut, Banten mengatakan bahwa hak sipil dan politik adalah kebebasan berpendapat, itu menggambarkan profesionalitas kepolisian menjadi sorotan, utamanya terkait penanganan terhadap bentuk-bentuk ekspresi politik, kebebasan berkumpul dan berpendapat terutama massa aksi.
“Aparat sering menggunakan kekuatan berlebihan, seperti tindakan kekerasan dan penyiksaan. Yang seharusnya aparat dalam menangani massa aksi yang melakukan penyampaian di depan umum dengan menggunakan parameter Hak Asasi Manusia,” tanggapnya.