Amalan-amalan Sunnah Bulan Dzul-Hijjah

Oleh Akhuukum Fillaah :

Abu Hashif Wahyudin Al-Bimawi

بسم الله الرحمن الرحيم

الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهَا أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ اْلأَيَّامِ – يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ ؟ قَالَ: وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ رَجُلاً خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

”Tidak ada hari yang amal shalih di dalamnya lebih di cintai oleh Allah dari pada hari-hari tersebut (yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah).” Para Sahabat pun bertanya : “Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah…?” Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak ada yang kembali sedikitpun (karena mati syahid).” [HR al-Bukhâri no. 969 dan at-Tirmidzi no. 757, dan lafazh ini adalah lafazh riwayat at-Tirmidzi]

Amalan-amalan sunnah pada bulan Dzulhijjah, di antaranya:

Berpuasa pada sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah.

Di riwayatkan oleh salah seorang istri Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَصُوْمُ تِسْعَ ذِي الْحِجَّةِ

Baca Juga:  Saat-saat Terakhir Rasulullah SAW

“Adalah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa sembilan hari bulan Dzul-hijjah.” [HR Abu Daud dan Nasa’i. Hadits ini di nilai shahih oleh Syaikh Al-Albaniy Rahimahullah dalam Shahih Sunan Abi Daud, no 2129 dan Shahih Sunan Nasa’i, no. 2236]

Puasa Arafah

Ketika Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam di tanya tentang puasa Arafah, beliau Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ

“Puasa Arafah menghapus dosa-dosa setahun yang lalu dan yang akan datang.” [HR Muslim]

Puasa ini di sunahkan bagi yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji. Bagi mereka yang sedang berhaji, tidak di perbolehkan berpuasa. Pada hari itu mereka harus melakukan wukuf. Mereka harus memperbanyak dzikir dan doa pada saat wukuf di Arafah. Sehingga, keutamaan hari Arafah bisa di nikmati oleh orang yang sedang berhaji maupun yang tidak sedang berhaji.

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keutamaan hari Arafah dalam sebuah hadits shahîh riwayat Imam Muslim:

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنْ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ

“Tidak ada satu hari yang pada hari itu Allah membebaskan para hamba dari api neraka yang lebih banyak di bandingkan hari Arafah.” [HR Muslim]

Hadits ini dengan gamblang menunjukkan keutamaan hari Arafah.

Berqurban pada hari raya kurban dan hari-hari Tasyriq.

Anas Radhiyallaahu ‘anhu menceritakan:

ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Minggu, 1 Desember 2024: Hukum dan Injil

Nabi Berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu.” [Muttafaq ‘Alaihi]

Ibadah haji dengan segala rangkaiannya.

Sudah tidak asing lagi bagi kaum Muslimin, baik yang belum berkesempatan melaksanakan ibadah haji maupun yang sudah melaksanakannya, tentang keadaan ibadah yang agung ini.

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

“Tidak balasan lain bagi haji mabrûr kecuali surga.” [HR Al-Bukhari dan Muslim]

Itulah di antara ibadah-ibadah yang di syari’atkan pada sepuluh hari pertama bulan Dzul-hijjah. Setelah melakukan berbagai amal shalih di atas, kita jangan lupa berdoa agar Allah Azza wa Jalla berkenan menerima amal ibadah yang telah dilakukan, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihis sallam dan Nabi Isma’il Alaihis sallam.

Ketika akan selesai melaksanakan perintah Allah Azza wa Jalla untuk membangun Kabah, mereka berdoa:

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Ya Rabb kami, terimalah dari pada kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Qs al-Baqarah/2:127]

Ini merupakan wujud kehati-hatian, barangkali dalam pelaksanaan ibadah yang Allah Azza wa Jalla perintahkan kepada kita ada yang kurang syarat atau lain sebagainya. Kalau Nabi Ibrahim Alaihis sallam dan Nabi Isma’il Alaihis sallam saja berdoa agar amalan mereka di terima, maka kita tentu lebih layak untuk berdo’a demikian. (*)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU