Anggota Komisi III DPRD Sulteng Soroti Transparansi Tambang dan Dana CSR

Lingkaran Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI) menggelar diskusi publik bertema "Evaluasi Tambang di Sulteng

PALU – Lingkaran Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI) menggelar diskusi publik bertema “Evaluasi Tambang di Sulteng: Antara Keuntungan Ekonomi atau Kerusakan Lingkungan”. Diskusi yang berlangsung di Sekretariat LS-ADI, Jalan Diponegoro, Jumat (10/1/2025), menghadirkan pembicara Ir. H. Musliman, MM, Anggota Komisi III DPRD Provinsi Sulawesi Tengah.

Dalam pemaparannya, Musliman menyoroti pentingnya transparansi pendapatan perusahaan tambang serta penegakan aturan terkait tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

“Kita mengetahui persentase pembagian hasil tambang, tapi tidak tahu jumlah pendapatan sebenarnya. Misalnya, jika pendapatan perusahaan mencapai Rp20 triliun, namun yang tercatat hanya Rp6 triliun. Hal ini perlu ditelusuri lebih dalam,” ujar Musliman.

Baca Juga:  Kemenkumham Terbagi Tiga, Kakanwil Sulteng: Tahap Penyesuaian

Ia menekankan bahwa CSR telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2011. Menurut Musliman, jika petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) CSR dijalankan dengan baik, manfaatnya akan langsung dirasakan masyarakat.

“Dulu, penyaluran dana hasil tambang sudah jelas, 20% untuk pusat dan 80% untuk daerah. Dari porsi daerah, 16% dialokasikan untuk provinsi, 32% untuk daerah penghasil, dan 32% untuk daerah penyangga. Namun, apakah mekanisme ini masih diterapkan dengan konsisten?” ungkapnya saat sesi tanya jawab.

Baca Juga:  Kejati Sulteng Rayakan Hari Lahir Bidang Pidana Umum dengan Semangat Transformasi Digital

Musliman juga menyoroti potensi ketidaktransparan pendapatan perusahaan tambang dan dampak lingkungan akibat aktivitas pertambangan. Ia menekankan pentingnya pengawasan berbasis data teknis, termasuk bukti-bukti kerusakan lingkungan menggunakan drone dan data koordinat.

Namun, ia menegaskan bahwa pengawasan DPRD hanya mencakup aktivitas tambang yang legal dan sesuai dengan produk hukum pemerintah.

“Penambangan ilegal di luar kewenangan kami dan menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum,” tegasnya.

Diskusi ini menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk memastikan sektor pertambangan membawa dampak positif, baik secara ekonomi maupun sosial, tanpa mengabaikan keberlanjutan lingkungan. (RN)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU

TERPOPULER