Angsa Merah

Sang putri sangat terkagum saat dia sudah sampai di atas. Dia melihat bintang dan bulan seolah dekat dengannya. Angin malam juga lebih kencang di atas, tapi tubuh sang putri tidak menggigil walaupun malam itu sangat dingin.

Dari atas dia melihat ada seorang perempuan di sungai yang sedang bermain harpa. Sang putri terdiam meresapi setiap alunan suara yang dikeluarkan alat musik tersebut. Tidak ada yang tahu mengapa suara musik bisa sampai istana, padahal sungainya sangat jauh dan juga suara angin malam sangat kencang.

Sang putri langsung meloncat begitu dia sudah puas mendengar alunan musik tersebut. Kaki kecilnya menjadi pijakan setelah meloncat dari dinding pembatas yang tinggi itu. Tidak ada rasa sakit, sang putri mulai berjalan menuju sungai sambil melompat-lompat. Ingatkan dia bahwa dirinya masih memakai busana tidur yang tipis tanpa alas kaki.

“Bintang menari dan bulan bernyanyi~ Langit dipenuhi kembang api~ Anak-anak bermain di jalan~”

Sang putri mulai bernyanyi, melewati jalan bertanah yang sunyi. Perempuan yang dia lihat masih memainkan harpanya. Rambutnya berwarna kuning layaknya matahari, berkibar dengan leluasa di malam yang indah.

“Hai!” sang putri menyapa kepada perempuan harpa.

Perempuan harpa menghentikan alat musiknya. Dia langsung melihat sang putri yang acak- acakan dan kotor. Anehnya dia hanya tersenyum.

“Mengapa kamu tidak membalasku? Apakah kamu bisu?” tanya sang putri, dan perempuan harpa mengangguk.

Lalu perempuan harpa menunjuk ke arah bulan yang sedang bersinar.

- Iklan -

“Kamu memainkan musik untuk bulan?” tanya kembali sang putri. Perempuan harpa pun mengangguk.

Sang putri tersenyum lalu mulai menari, perempuan harpa juga melanjutkan permainan musiknya.

“Aku juga akan menghibur bulan! Kita berdua akan menghibur bulan agar selalu bahagia!” ucap sang putri, “Aku ingin kamu datang ke pesta pernikahan orang tuaku, aku mengundangmu untuk bermain alat musik harpa!” perintah sang putri.

Perempuan harpa mengangguk lalu tersenyum. Mereka berdua menghabiskan waktu dengan bahagia malam itu.

“Na~ na~ na~ na~”

Sang putri sedang berjalan sambil bernyanyi di jalanan ibu kota. Tidak ada yang menyadari keberadaan sang putri walaupun sang putri sendiri sangat mencolok karena mengenakan gaun berwarna merah muda dan paras cantiknya.

Di dekat air mancur ibu kota dia melihat seorang gelandangan yang sedang bermain harmonika, namun alunan suara harmonika itu tampak sendu. Sang putri pun mendekati gelandangan tersebut.

“Hai pak tua! Mengapa kamu memainkan alat musik dengan sedih?” sang putri heran karena gelandangan itu tidak menjawab.

“Apa kamu bisu? Pak tua! Pak tua!” sang putri terus berteriak di telinga gelandangan itu yang sedang memejamkan matanya.

Akhirnya sang putri menyentuh gelandang tersebut. Dia tampak sedikit terkejut.

“Aha, apa kamu tuli?” sang putri mulai menggunakan bahasa isyarat, dan benar saja karena gelandangan itu mengangguk.

“Saya sedang sangat sedih saat ini karena siang berjumpa dengan dunia. Saya menginginkan malam yang indah itu untuk kembali dan menyingkirkan siang.” Harap si gelandangan.

“Aku juga sangat menantikan malam! Apa kamu ingin bermain harmonika tersebut di malam istimewa?” sang putri masih menggunakan bahasa isyarat.

“Saya ingin sekali bermain musik hingga malam merasa sangat senang atas musik yang saya mainkan.” Jawab si gelandangan, sang putri yang mendengarnya tersenyum lebar.

Dan putri berjalan-jalan di ibu kota kembali. Tapi kali ini langit sedang bersedih, langit mengeluarkan air matanya sampai sang orang-orang harus berjalan sambil memakai

payung. Dan gaun sang putri menjadi kotor akan hal itu. Namun sang putri tidak memiliki ekspresi kesal, marah, ataupun bersedih. Dia bahkan bernyanyi dengan gembira tentang hujan.

“Ah~ tiba-tiba aku teringat dengan sebuah cerita dongeng tentang angsa.” Monolog sang putri ketika melihat angsa-angsa sedang berenang di danau.

Sebuah cerita dongeng tentang seekor angsa yang lahir dengan memiliki warna yang berbeda. Dia di jauhi dan dibuang oleh keluarganya karena berbeda. Angsa itu dinamai angsa merah karena bulunya yang berwarna merah oleh orang-orang sekitar.

Angsa merah itu juga tidak dapat tumbuh. Dia seperti hanya tercipta untuk menjadi anak-anak saja. Angsa itu adalah angsa yang cacat. Angsa jantan pun tidak ingin mendekatinya. Sungguh kasihan hidup si angsa merah.

Sampai suatu ketika terdapat seorang bangsawan yang tidak sengaja melewati danau tempat angsa merah berada. Bangsawan itu terkejut karena ada seekor angsa yang begitu indah dengan bulu yang berwarna merah.

Bangsawan itu sangat menyukai angsa merah hingga dia memberi makan angsa merah dengan cacing lumpur yang sangat berkualitas.

Awalnya angsa merah merasa bingung, tetapi semakin lama dia terbiasa dengan manusia yang berdatangan dengan memuji dan menyayanginya.

Apalagi bangsawan memberitahukan tentang keberadaan angsa merah kepada dunia luar hingga akhirnya menjadi terkenal sampai masuk berbagai koran.

Angsa lainnya tentu sangat iri dengan angsa merah. Bulu angsa merah yang indah dan lembut begitu megah melebihi seekor merak. Jika ditanya siapa hewan yang paling cantik maka anak-anak akan berteriak ‘angsa merah’.

Dan pada akhirnya semua menjadi kacau ketika para bangsawan mulai ingin memiliki angsa merah tersebut. Mereka ingin menjadikannya sebagai hewan peliharaan, mengincar bulunya, atau ingin memakan angsa merah karena merasa dagingnya sangat empuk dan lezat.

Angsa merah harus berlari menggunakan kaki kecilnya untuk orang-orang yang ingin menangkapnya. Tidak ada yang membantu angsa merah.

Cerita tersebut berakhir dengan angsa merah yang mati akibat tombak pemburu ketika memasuki hutan. Sungguh tragis bagaimana kisah hidupnya berakhir.

Akibat cerita dongeng itu, anak-anak sangat takut menjadi berbeda. Kecuali seorang anak perempuan yang tertawa setelah diceritakan oleh pelayannya. Saat ditanya mengapa dia

tertawa, anak perempuan itu menjawab bahwa cerita dongeng dibuat untuk menghibur dan dia tertawa karena ceritanya membuatnya terhibur.

“Aku sungguh tidak menyangka sudah sampai di depan restoran. Sepertinya aku terlalu banyak memberi pikiran pada otak.” Ucap sang putri sambil tersenyum.

Ketika masuk, sang putri disambut oleh suara alunan musik biola dari pemain musik. Orang- orang tampak menikmati permainan musiknya. Seorang wanita yang menutup matanya memainkan biola dengan sangat indah.

“Dia sangat cantik, namun sayang sekali karena Tuhan mengambil matanya!” gumam salah satu pengunjung, namun masih terdengar oleh sang putri.

Sang putri lalu mendekati wanita pemain biola. Tidak ada yang menyadari bahwa putri kerajaan sedang berada di restoran, padahal sang putri sendiri tidak memakai topeng atau tudung untuk menutupi identitasnya.

Sungguh sebenarnya sang putri sendiri adalah putri yang terkenal sampai luar benua akan kecerdasannya dan sikapnya yang sopan dan elegan. Dia adalah putri yang dicintai dunia. Sang putri juga merupakan putri mahkota, dia adalah ratu masa depan kerajaannya.

“Permainan biola dirimu sangat indah!”

Wanita pemain biola segera menghadap ke mana suara itu berasal.

“Terima kasih.” Balas wanita pemain biola dengan ramah, “Saya sangat menyukai jika seseorang menyukai permainan biola saya, sebenarnya saya juga ingin bermain biola untuk bintang-bintang tetapi sayangnya orang tua saya tidak pernah membolehkan saya keluar saat malam.” Wanita pemain biola tiba-tiba menceritakan keluh kesahnya kepada sang putri.

“Bukankah kamu bisa bermain biola untuk bintang lewat jendela rumah?” tanya sang putri.

“Saya merasa tidak bebas. Walaupun saya tidak bisa melihat, setidaknya saya bisa merasakan.” Jawab wanita pemain biola.

“Aku bisa membuatmu bermain biola untuk bintang.” Balas sang putri sambil tersenyum lebar.

Malam yang dinanti telah tiba. Para bangsawan memasuki halaman depan istana. Itu adalah pesta yang mewah. Minuman alkohol dan daging-daging panggang yang tersaji sangatlah mahal.

Hanya para bangsawan lah yang dapat memasuki istana, mereka semua memakai pakaian mewahnya. Pemain-pemain musiknya juga sangat bagus.

Para bangsawan memuji iringan musik untuk pesta dansa, mereka juga saling berbisik karena para pemain musiknya adalah putri mahkota sendiri yang memilih mereka.

“Sambutlah keluarga kerajaan kita yang paling dicintai!” pelayan berteriak memberi pengumuman.

Pintu istana terbuka menampilkan keluarga kerajaan yang berpakaian sangat mewah. Yang paling menarik hati adalah sang putri, dia memakai gaun merah benderang di malam yang gelap, diikuti mahkota, kalung, cincin, dan gelang dari berlian merah.

“Calon ratu masa depan kita sangat cantik!”

“Hidup sang putri mahkota!”

“Kami semua mencintaimu wahai tuan putri!”

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU