FAJARPENDIDIKAN.co.id – Dosen dan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (FKM Unhas) sangat antusias mengikuti kegiatan seminar internasional pada 6th Japan-ASEAN Medical Seminar on Human Health Impact of Heavy Metals yang berlangsung secara daring.
Kegiatan ini berlangsung pada hari Selasa, 29 Juni 2020 pukul 14.00 WITA. Acara dibuka oleh Professor Masayuki Sakakibara SIRREP Project, Research Institute for Humanity and Nature dan menghadirkan narasumber utama yaitu Professor Takashi Yorifuji dari Department of Epidemiology, Graduate School of Medicine, Dentistry and Pharmaceutical Sciences, Okayama University.
Prof Sukri Palutturi, PhD yang juga sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kemitraan FKM Unhas juga mengikuti kegiatan ini.
Prof Sukri mengikuti kegiatan ini atas permintaan khusus melalui pesan singkat Prof. Sakakibara, ungkapnya.
Prof Sakakibara menurut Prof. Sukri adalah professor senior di Jepang yang cukup banyak membantu banyak mahasiswa FKM Unhas terutama pada kegiatan Sakura Science yang dilakukan saat sebelum pandemi Covid-19.
Mahasiswa FKM Unhas sangat antusias mengikuti kegiatan tersebut pada semua program studi, baik program studi ilmu kesehatan masyarakat maupun program studi ilmu gizi.
Mahasiswa yang berkesempatan hadir diantaranya Alfina Riyanti Haris. Menurutnya ada beberapa hal penting yang dapat ditangkap dari penjelasan Professor Takashi Yorifuji terkait Penyakit minamata.
“Penyakit minimata merupakan kelainan pada sistem saraf pusat yang muncul di Teluk Minamata pesisir Laut Shiranui, Jepang.
Beberapa gejala aneh yang pernah dialami oleh penduduk setempat seperti gemetar, kejang, kesulitan berjalan, berkurangnya pendengaran, kelumpuhan, hingga kematian,” paparnya.
Diakhir materi, Professor Takashi Yorifuji memperlihatkan ringkasan terkait pelajaran yang dapat diambil dari pembahasan terkait minimata disease.
Salah satunya adalah *_”Prompt Countermeasures should be conducted is identified and should not be postponed until an etiological agent is identifed”_*
(Penanggulangan segera harus dilakukan ketika penyebabnya diidentifikasi dan tidak boleh ditunda sampai agen etiologi diidentifikasi).
Oleh karena itu, salah satu upaya mencegah minimata disease adalah dengan menghindari konsumsi ikan yang mengandung tinggi merkuri.
Keracunan merkuri menjadi penyebab penyakit minamata. Bukan hanya di laut, merkuri sebenarnya bisa ditemukan di alam bebas secara alami. Namun, keracunan merkuri baru akan terjadi apabila mengonsumsi merkuri yang sudah terkontaminasi dengan bakteri.
Sementara itu, juga ada beberapa mahasiswa dari program studi ilmu gizi yang ikut diantaranya yaitu Dewi Rizky Purnama.
Menurut Dewi suatu kesyukuran yang besar dapat mengikuti webinar kali ini. Pemateri yang hadir sangat berkompeten dan menyampaikan materinya secara detail.
Dalam 6th Japan-ASEAN Medical Seminar on Human Health Impact of Heavy Metals, yakni terkait Minimata Disease, saya mendapatkan banyak ilmu baru dan sangat menarik untuk dikaji lebih dalam.
Diantaranya bahwa terdapat satu pelajaran penting dari penyakit Minamata yaitu penanggulangannya harus segera dilakukan ketika penyebabnya telah diidentifikasi, dan tidak boleh ditunda sampai agen etiologi atau mekanisme aksi biologis diidentifikasi.
Tentu hal ini menjadi sesuatu yang perlu dijadikan titik fokus agar ke depannya tidak terjadi penyimpangan atau kesalahan dalam penanganan minimata disease.
Kemudian, dikatakan pula bahwa setelah tahun 1968, pergeseran ke pertempuran untuk kompensasi, hanya dapat diperoleh oleh pasien bersertifikat resmi. Beberapa kriteria diagnostik: 1977 Kriteria yang dimaksud adalah seperangkat kriteria kaku untuk Penyakit Minamata yang diperkenalkan pada tahun 1977.
Dalam hal ini memerlukan kombinasi tanda neurologis (misalnya, Paresthesia + Ataksia + Konsentris penyempitan bidang visual). Diagnosis medis ini juga mempertimbangkan "Kompensasi", dimana pasien yang tidak disertifikasi oleh kriteria tidak dihitung sebagai pasien.