Fokus pada Kompetensi dan Karakter Semua Peserta Didik
Sejalan dengan prinsip sederhana di mana kebijakan dan praktik baik dilanjutkan, Kurikulum Merdeka juga melanjutkan cita-cita beberapa kurikulum sebelumnya untuk berfokus pada pengembangan kompetensi dan karakter.
Istilah “fokus” memiliki makna memusatkan perhatian pada materi pelajaran atau konten yang lebih sedikit jumlahnya agar pembelajaran dapat lebih mendalam dan lebih berkualitas.
Prinsip ini menjadi penting karena di banyak negara berkembang masalah pembelajaran umumnya terjadi karena kurikulum yang terlalu ambisius, yaitu kurikulum yang padat akan materi-materi pelajaran sehingga harus diajarkan dengan cepat “too much, too fast”.
1. Mengurangi materi atau konten kurikulum
Dengan mempelajari masalah kepadatan kurikulum di berbagai konteks, perancangan kurikulum dilakukan dengan prinsip fokus pada kompetensi dan karakter tanpa menambah beban materi pelajaran ataupun waktu belajar peserta didik.
Strategi yang dipilih adalah dengan menyesuaikan struktur kurikulum. Dalam Kurikulum Merdeka, struktur kurikulum dibagi menjadi dua komponen utama, yaitu pembelajaran intrakurikuler yang biasanya berbasis mata pelajaran dan pembelajaran melalui projek yang ditujukan untuk mencapai kompetensi umum yang telah dirumuskan dalam profil pelajar Pancasila.
Metode ini juga sejalan dengan strategi di berbagai negara yang mengembangkan unit-unit pembelajaran interdisipliner, merestrukturisasi konten sehingga beban belajar peserta didik tidak membesar secara signifikan.
2. Pembelajaran berpusat pada peserta didik
Menempatkan peserta didik di pusat-nya pembelajaran (center of learning) berarti mengajarkan konsep dan/atau keterampilan sesuai dengan kemampuan mereka saat itu.
Alih-alih mengajarkan suatu materi hanya karena mengikuti urutan yang dianjurkan dalam buku teks tanpa mempertimbangkan apakah mayoritas peserta didik sebenarnya siap untuk mempelajari materi tersebut.
3. Semua peserta didik perlu mencapai kompetensi minimum
Pengurangan kepadatan kurikulum dapat mengurangi kesenjangan kualitas belajar. Hal ini ditunjukkan juga dalam kajian yang dilakukan INOVASI dan Pusat Penelitian Kebijakan Kemendikbud Ristek (2021) bahwa Kurikulum 2013 yang dikurangi capaiannya (Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar), yang juga dikenal sebagai kurikulum darurat, membantu siswa SD memitigasi ketertinggalan pembelajaran (learning loss).
Efek positif dari kurikulum darurat ini lebih nyata untuk anak-anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang lebih rendah. Maka dengan pengurangan konten, setiap peserta didik memiliki kesempatan lebih besar untuk mencapai standar kompetensi minimum. Sehingga kurikulum pun menjadi lebih berkeadilan (equitable) untuk seluruh anak Indonesia.
4. Penguatan literasi dan numerasi
Penguatan literasi dan numerasi terutama di jenjang pendidikan dasar menjadi salah satu perhatian dalam perancangan kurikulum yang berfokus pada kompetensi. Selaras dengan konsep literasi dan numerasi yang digunakan dalam kebijakan Asesmen Kompetensi Nasional (AKM).
Literasi didefinisikan sebagai kemampuan peserta didik dalam memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks untuk menyelesaikan masalah dan mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia agar dapat berkontribusi secara produktif di masyarakat .