Kedua orang tuanya sering membandingkan Gita dengan Dony, karena Dony abang Gita sangat pintar di sekolahnya dan dia sangat disegani. Karena Dony selalu mendapatkan juara 1 di kelasnya dan pernah mendapatkan juara umum disekolah serta dia juga pandai dalam berbisnis dan berinvestasi.
Sedangkan Gita adalah pelajar yang biasa saja di sekolahnya akan tetapi ia selalu bertekad untuk bisa melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi agar bisa sukses seperti abangnya serta mendapat pengakuan dari kedua orangtuanya.
Gita berasal dari keluarga yang kaya, akan tetapi berbeda dengan Neneng yang berasal dari keluarga yang miskin tetapi dia anak yang pandai dalam pelajaran. Ayah gita bekerja sebagai pengusaha dan ia sangatlah terkenal, sedangkan ibunya bekerja sebagai dokter.
Tak heran bahwa keluarga Gita sangatlah kaya. Gita dan Neneng adalah sepasang sahabat. Walaupun Gita berasal dari keluarga yang kaya tetapi ia tidak malu untuk berteman dengan Neneng yang lahir di keluarga miskin.
Karena bagi Gita kaya atau miskin itu tidak terlalu penting asalkan dia bisa mempunyai teman yang baik. Neneng hidup dengan ibunya dan satu adiknya karena ayah Neneng sudah meninggal 10 tahun yang lalu.
Sedangkan ibunya bekerja sebagai pelayan di salah satu rumah makan di Jakarta. Melihat kondisi perekonomian yang susah Neneng sadar bahwa dia juga harus membantu ibunya bekerja dengan cara berjualan kue setiap sore selepas pulang dari sekolahnya.
Gita juga sering membantu Neneng dalam berjualan kue mereka berjalan mencari pelanggan. Sesekali mereka bercanda dengan menghayalkan kehidupan mereka di masa depan.
“Git jadi orang kaya enak kah?” ujar Neneng dengan canda tawa.
“Hehe ga enak Neng karena nanti kita sering sibuk terus, nanti dikiranya kita sombong” ujar Gita dengan tertawa juga.
“Iya sih biasanya orang kaya sibuk terus ya wkwk, eh habis lulus sekolah mau lanjut kemana kamu Git?” ujar Neneng.
“Aku mau kuliah sih Neng, aku juga punya cita-cita jadi Menteri Keuangan supaya orang tuaku ga membandingkan aku dengan abangku lagi, kalau kamu mau kemana Neng?” ujar Gita.
“Wah bagus banget cita-citamu Git aku berdoa semoga bisa terwujud itu ya, aku mau cari beasiswa sih Git untuk bisa kuliah, biar bisa jadi dokter hehe” ujar Neneng.
“Iya Neng bagus itu, moga kita berdua bisa berhasil ya” ujar Gita. Mereka berdua pun mengatakan amin dan melanjutkan berjualannya.
Setelah beberapa waktu, rasa khawatir itu semakin mendalam sejak Gita tidak terdaftar untuk mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) oleh sekolahnya. Pada saat itu Gita merenung di kantin sekolah dan ketika itu juga Neneng datang menghampiri Gita.
“Kenapa wajahmu muram Git?” ujar Neneng.
“Aku ga masuk daftar list untuk SNMPTN Neng” ujar Gita.
“Tenang Git masih banyak cara lain agar kamu bisa di terima di perguruan tinggi kok, yang penting kamu semangat terus ya” ujar Neneng.
“Hehe iya Neng makasih banyak ya buat semangatnya, aku juga mau mengucapkan selamat kepada kamu udah masuk di daftar list untuk seleksi SNMPTN, semoga kamu diterima di jurusan dan perguruan tinggi yang kamu inginkan ya” ujar Gita.
“Iya makasih buat doanya ya Git, kalau kamu mau kita bisa belajar bareng nanti selepas pulang sekolah bersama Pak Sanusi” ujar Neneng.
“Boleh juga itu belajar bareng, makasih banyak Neng udah selalu ada buat aku, mulai sekarang aku mau semangat lagi buat belajar agar aku bisa mendapatkan pengakuan dari orang tuaku kalau aku juga bisa sukses seperti abangku” ujar Gita
“Iya Git semangat ya aku yakin kamu pasti bisa” ujar Neneng. Malam hari pun tiba, Gita bergegas ke rumah Pak Sanusi untuk belajar bersama dengan Neneng. Disaat itu suasana sangat serius karena mereka berdua bertekad untuk melanjutkan kuliahnya. Tetapi sesekali Pak Sanusi mengalihkan perhatian mereka dengan bercanda. Ia berkata
“Eh apa itu yang sedang lewat jangan-jangan setan ya?”
“Eh yang bener dong pak” kata Gita dan Neneng
“Hehe ga ada sih bapak cuma bercanda saja, lagian kalian serius kali sih belajarnya” ujar Pak Sanusi dengan canda.
“Iya jelas dong pak kami sangat serius karena kami memiliki tujuan” kata Gita dan Neneng.
“Emangnya berapa persen tekad kalian untuk melanjutkan kuliah?” sahut Pak Sanusi. Gita dan Neneng serentak menjawab
“100% pak” “Bagus lah kalau kalian mempunyai tujuan dalam hidup yang penting kalian harus memperjuangkan cita-cita kalian ya” kata Pak Sanusi.
“Siap pak kami pasti akan berjuang” ujar mereka berdua. Baiklah untuk belajar nya malam ini sampai disini dulu ya, besok kita lanjutkan lagi.
“Baik pak, terimakasih banyak ya pak buat pembelajarannya hari ini” kata mereka berdua.
“Sama-sama nak” kata Pak Sanusi.
Akhirnya Gita dan Neneng pulang ke rumah masing-masing dengan berjalan kaki. Ketika di jalan mereka mengobrol tentang kebaikan hati dari Pak Sanusi. Mereka berdua menganggap Pak Sanusi seperti ayah mereka berdua dan mereka selalu mendambakan memiliki seorang ayah yang baik seperti Pak Sanusi.
Karena Neneng sangat sekali merindukan sosok ayah karena ia sudah 10 tahun tidak bisa mendapatkan perhatian dari seorang ayah. Sama halnya dengan Gita, ia juga jarang sekali mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya karena mereka berdua sangat sibuk pada pekerjaannya masing-masing.
Mereka berdua sangat beruntung bisa bertemu dengan orang seperti Pak Sanusi. Dan bertekad untuk tidak menyia-nyiakan pengorbanan yang sudah diberikan Pak Sanusi. Beberapa bulan kemudian hari kelulusan pun tiba, para siswa dan siswi SMA Negeri 1 Jakarta bersorak merayakan kelulusan mereka. Saat itu wali kelas Gita yang bernama Pak Sanusi menanyakan mereka satu per satu kemanakah mereka akan melanjutkan sekolahnya.
“Saya mau jadi polisi pak” ujar salah satu teman Gita
“Saya mau jadi dokter pak” ujar Neneng sahabat Gita.
Siswa dan siswi yang lainnya mengatakan jawaban mereka kepada Pak Sanusi, ada dari mereka yang lebih memilih untuk langsung bekerja, ada juga yang mau daftar polisi, ada juga yang membantu orangtuanya menjalankan bisnis, ada juga yang kuliah, serta ada juga dari mereka yang tidak tahu untuk memilih antara bekerja atau kuliah.
Dan terakhir ketika Pak Sanusi menanyakan kepada Gita semuanya diam, mereka mau mendengarkan kemana Gita akan melanjutkan jalan hidupnya karena mereka semua tahu bahwa Dony abang Gita adalah alumni yang sangat pandai dan di segani di sekolah itu karena dia bisa menjadi pembisnis yang hebat di masa muda nya mengikuti jejak ayahnya.
Akan tetapi berbanding terbalik dengan Gita yang sama sekali susah untuk memahami pelajaran di sekolahnya.
“Setelah lulus kamu mau jadi apa Gita?” ujar Pak Sanusi
“Saya mau melanjutkan kuliah pak agar bisa menjadi Menteri Keuangan” ujar Gita dengan suara pelan
“Hahaha kamu bercanda ya Gita (seisi kelas tertawa), gimana jadinya Indonesia kalau kamu menjadi Menteri Keuangan, pelajaran matematika aja kamu ga bisa” ujar salah satu teman Gita.
“Sudah-sudah jangan ribut, kalian jangan menertawakan mimpi seseorang, jika Gita berhasil menjadi Menteri Keuangan apa kalian tidak malu nanti nya” ujar Pak Sanusi dengan nada tegas.
Ketika itu para siswa dan siswi sudah banyak yang pulang ke rumahnya masing-masing, tetapi Gita masih di sekolah dan ia duduk di dekat aula sambil melamun. Tak lama kemudian datang Pak Sanusi,
“Gita kenapa kamu tidak pulang dan apa yang sedang kamu pikirkan?” ujar Pak Sanusi
“Hmm… saya cuma mau menyendiri saja pak” ujar Gita.
“Sudah jangan terlalu dipikirkan apa kata teman-teman mu tadi.
Jika kamu sungguh- sungguh dan mau berusaha pasti kamu bisa meraih cita-cita mu itu, percayalah bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan kalau kita percaya kepada-Nya. Yang terpenting kamu semangat terus jangan dengarkan kata-kata orang yang ingin menjatuhkan kamu, fokus saja kepada tujuan kamu pasti kamu bisa, ujar Pak Sanusi.
“Terimakasih pak buat motivasinya saya berjanji saya pasti akan selalu memperjuangkan cita-cita saya pak” ujar Gita.
Akhirnya ia pulang ke rumah, ia senang sekali karena ternyata masih ada orang yang mau menyemangati dirinya untuk meraih mimpi. Baginya Pak Sanusi adalah sosok yang baik, Gita menganggap Pak Sanusi sudah seperti ayahnya sendiri.
Pak Sanusi selalu membantunya di sekolah tak hanya menolongnya ketika ada masalah di sekolah Pak Sanusi juga meluangkan waktunya supaya bisa menjelaskan materi yang kurang ia mengerti. Berbeda dengan kedua orang tuanya yang cenderung cuek dan acuh tak acuh serta selalu membandingkan Gita dengan abangnya Dony.
Beberapa bulan kemudian, Gita mendaftarkan dirinya untuk mengikuti Seleksi Bersama Masuk Politeknik Negeri ia mencoba untuk mengikuti tes tersebut dan ia sudah berusaha serta berdoa semoga ia lulus di Seleksi Bersama Masuk Politeknik Negeri.
Setiap malam Gita dan Neneng pergi ke rumah Pak Sanusi untuk belajar bersama, mereka bertiga tampak sangat akrab satu sama lain layaknya ayah dan anak. Singkat cerita, pengumuman Seleksi Bersama Masuk Politeknik Negeri telah tiba. Ia langsung mengakses ke website untuk mengetahui apakah dirinya diterima atau tidak.
Saat itu, Gita melihat bahwa dirinya belum dinyatakan lulus pada Seleksi Bersama Masuk Politeknik Negeri. Di saat yang bersamaan, Gita merasa sangat kecewa terhadap hasil keputusan itu dan yang bisa ia lakukan hanyalah menangis di kamar.
Kemudian ia pun mau mencoba lagi untuk mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Nasional (SBMPTN). Di saat itu Gita bertekad untuk bisa lulus di seleksi tersebut supaya dirinya juga dianggap oleh kedua orangtuanya dan bisa sukses sama seperti abangnya.
Semangatnya memuncak ketika sahabatnya yaitu Neneng dinyatakan lolos seleksi SNMPTN. Dan dia juga berusaha supaya dia juga bisa berhasil seperti Neneng. Gita sudah mempersiapkan diri dengan belajar dan berdoa. Singkat cerita, pengumuman SBMPTN telah keluar.
Gita menantikan dengan cemas. Pada hari itu hasil pengumuman sudah bisa diakses di website Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT). Namun ia masih cemas dan merasa takut dinyatakan gagal untuk kesekian kalinya.
Beberapa menit kemudian, sambil berdoa didalam hati ia langsung melihat hasil pengumuman saat itu juga dan akhirnya hasilnya pun keluar, dan ia dinyatakan tidak lulus SBMPTN, Gita kaget dan tidak percaya tetapi ia tetap berusaha menenangkan dirinya.
“Mungkin ini kesalahan sinyal, aku pasti lulus” ucapnya kala itu. Gita segera membuka ulang hasil pengumuman, tapi hasilnya sama saja dinyatakan tidak lulus, tak disangka-sangka dirinya selalu mengalami kegagalan. Gita bingung, cemas dan putus asa dengan masa depannya, ia sangat kacau dan marah luar biasa. Gita melempari bukunya dan membakarnya seakan itu semua tidak berarti.
“Semuanya sia-sia, apakah aku sebodoh ini? Apakah aku tidak layak untuk meraih mimpiku? Kenapa aku selalu gagal, berkali-kali aku mencoba dan tidak satupun berhasil! Kenapa? Apakah yang selama ini kuperbuat tidak ada gunanya? Aku putus asa, aku bingung, aku tidak punya siapa-siapa sebagai tempat untuk mengadu. Aku sudah berusaha melakukan yang terbaik tetapi kenapa hasilnya nol? Siapapun tolong aku” ujar Gita sambil menangis dan berteriak.
Hari demi hari berlalu Gita semakin terpuruk, ia sudah tidak selera makan, ia sangat malas dan hidupnya dihabiskan di dalam kamar saja. Tak disangka dia mendapatkan kabar duka bahwa Pak Sanusi wali kelas Gita meninggal dunia.
Gita sangat terkejut dengan kabar tersebut. Karena dia berpikir sudah tidak ada lagi yang menyemangatinya karena Pak Sanusi lah yang membuat dirinya mempunyai harapan dan tujuan untuk mewujudkan mimpinya. Gita dan Neneng pergi ke rumah Pak Sanusi, sesampainya disana mereka menangis, melihat bahwa sosok yang sangat mereka hormati dan dianggap sebagai ayah sudah tiada.
Hati mereka sangat sedih dan yang bisa mereka lakukan adalah mengikhlaskan dan berdoa buat Pak Sanusi. Sungguh ini adalah minggu yang berat buat Gita karena dia gagal seleksi SBMPTN sekaligus kehilangan sosok orang yang sudah dianggap sebagai ayahnya. Setiap hari dia habiskan dengan menyendiri di kamar dan pikirannya sangat kacau.
Ia tidak mau makan, kala itu ada terlintas di benaknya untuk bunuh diri karena hidup ini tidak ada artinya lagi dan dia selalu gagal di setiap hidupnya. Tetapi sebelum dia mau bunuh diri tiba-tiba terdengar bunyi “Tok…tok..tok” dari pintu kamar Gita. Itu siapa sahut Gita. Ini kami nak orangtuamu. Ah kenapa kalian mencariku, pasti kalian mau membandingkan aku lagi dengan abang Dony. Tidak begitu nak, ibu sama bapak dapat telepon dari bibi katanya kamu tidak mau makan.
Ayolah nak makan dulu habis itu mari kita berdiskusi kata ibuku. Tak lama kemudian aku keluar dan mengurungkan niatku untuk bunuh diri, karena aku berpikir bahwa aku masih punya kesempatan untuk membuat bangga kedua orangtuaku.
Ketika di meja makan suasana sangat canggung. Di suasana yang canggung itu ayahku berkata,
”Maafkan bapak sama ibu ya nak, selama ini kami selalu cuek kepadamu, kami selalu membandingkanmu kepada abangmu. Maafkan juga kalau ayah sama ibu tidak bisa menjadi sosok orangtua yang baik kepadamu, kami selalu mementingkan pekerjaan kami dibandingkan dirimu”
“Iya nak maaf kan kami ya” sahut ibu. Akhirnya dengan meneteskan air mata kami semua berpelukan sambil meminta maaf. Gita juga minta maaf ya belum bisa membuat bangga ibu dan ayah, Gita selalu gagal dan membuat ayah dan ibu kecewa, ujar Gita.
Beberapa saat kemudian, kedua orangtua Gita mengajak dirinya berdiskusi. Gita menceritakan bahwa dirinya tidak direkomendasikan sekolah untuk mengikuti seleksi SNMPTN, ia juga sudah mengikuti tes Seleksi Masuk Politeknik Negeri tetapi tidak lulus, ia juga mengikuti tes SBMPTN namun lagi dan lagi selalu gagal. Ayahnya menyarankan dia untuk mengikuti tes Seleksi Mandiri atau berkuliah di luar negeri. Tetapi Gita ragu dan takut ditolak untuk kesekian kalinya.
Pada malam hari Gita bermimpi bahwa ia dan Neneng sedang belajar bersama Pak Sanusi. Pada saat itu juga Pak Sanusi berkata bahwa mereka harus berjuang untuk mewujudkan impian mereka masing-masing walaupun banyak masalah yang harus dihadapi.
Setelah itu Gita bangun dan kembali mengingat janji nya kepada almarhum Pak Sanusi untuk selalu berjuang dalam menggapai cita-cita. Akhirnya berkat dukungan dari orangtua dan juga janji yang pernah ia katakan kepada almarhum Pak Sanusi, semangat yang tadi padam kini kembali mulai bangkit lagi.
Disaat itu hatinya mulai membaik, ia sekarang sering diperhatikan kedua orang tuanya walaupun ia selalu gagal untuk mengikuti tes masuk perguruan tinggi. Saat itu ia mencari info mengenai pendaftaran seleksi masuk perguruan tinggi untuk jalur mandiri tetapi sudah tidak ada lagi universitas yang membuka pendaftaran.
Pada hari berikutnya ia melihat sebuah postingan di instagram bahwa Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (PKN STAN) masih membuka pendaftaran. Pada saat itu ia tanpa pikir panjang langsung mendaftar dan melengkapi berkas-berkas yang diperlukan walaupun ia tahu bahwa seleksi masuk STAN sangatlah berat.
Tetapi ia bertekad untuk mencobanya dengan penuh semangat dan keyakinan. Gita kembali belajar lebih giat dari sebelumnya dan selalu didukung orang tuanya supaya ia bisa masuk STAN. Pada suatu hari abangnya mengunjungi rumah dan bertemu dengan Gita, saat itu jelas ia sangat iri terhadap kesuksesan abangnya dan bertekad bahwa ia pasti bisa masuk STAN.
Saat itu, Dony menghampiri Gita dan bertanya keadaan dirinya. Gita pun menceritakan semua hal yang sudah ia alami dan itupun membuat Dony agak sedikit tertawa. “Adikku Gita kenapa kamu cepat sekali menyerah? Tidak masalah jika kamu gagal terus menerus itu hal yang wajar, tetapi hal yang tidak wajar adalah ketika kamu tidak mau bangkit dari kegagalanmu itu dan mencobanya lagi.
Abang sering juga sering mengalami kegagalan tetapi abang selalu tekun dan bangkit dari kegagalan itu. Banyak orang hanya mengetahui keberhasilan seseorang saja tanpa mengetahui banyaknya proses yang sudah dilewati oleh orang tersebut. Saran abang kamu harus bangkit dari kegagalanmu itu dan buat orang disekitarmu bangga. Ujar Dony abang Gita yang begitu panjang.
Oh iya ada lagi abang punya motivasi buat kamu katanya ”Orang bodoh bisa menang dari orang pintar jika orang bodoh tersebut berusaha lebih keras dari orang pintar tersebut, aku percaya kepada kamu adikku Gita bahwa kamu juga bisa sukses asalkan kamu sungguh-sungguh berusaha, buat ayah dan ibu bangga dengan pencapaianmu ya” Sejak saat itu, semangatnya sangat membara seperti binatang buas yang ingin memakan mangsanya dan ia semakin kuat dalam mental dan setiap hari ia belajar juga berdoa dengan tak henti-hentinya.
Hari seleksi pun tiba ia berangkat dan meminta doa restu kepada orangtuanya, abangnya, Neneng sahabatnya. Mereka semua mendoakan dia supaya bisa berhasil. Seleksi demi seleksi sudah dilewati, ketika menjawab soal-soal ia bisa mengerjakannya dan merasa dibimbing oleh Tuhan untuk dapat menjawab soal-soal itu tanpa ragu. Setelah ujian berakhir Gita sangat lega bahwa dia setidaknya bisa mencoba bersaing dengan banyak orang yang menginginkan bisa masuk di STAN.
Ketika itu Gita hanya bisa pasrah nantinya terhadap hasil keputusan tersebut, yang terpenting dalam dirinya ia sudah berusaha semaksimal mungkin dan ia berjanji apapun hasilnya dia menerima dengan lapang dada. Hasil pengumuman seleksi STAN telah tiba, ketika itu keluarga Gita menemani dirinya untuk melihat hasil pengumuman seleksi tersebut.
Perasaan Gita sangat berdebar-debar karena kedua orang tuanya dan juga abangnya menyaksikan bersama keputusan tersebut. Ia memberanikan diri untuk membuka hasil pengumuman itu tersebut di website di iringi dengan suara satu… dua.. tii..gaa dari abangnya yang membuat hatinya semakin berdebar kencang.
Semua berteriak histeris, Gita dinyatakan lolos seleksi masuk STAN, ia terharu dan menangis sambil saling memeluk satu sama lain. Kedua orangtuanya serta abangnya mengucapkan selamat kepada Gita karena akhirnya semua perjuangannya tidak sia-sia, kedua orang tuanya sangat bangga kepada dirinya.
Momen itu yang sangat menggembirakan untuk Gita dan ia tak henti-hentinya bersyukur dan mengucapkan terimakasih kepada Tuhan. Sebab Ia baik kasih setia-Nya ada untuk selama-lamanya dan Tuhan sudah mendengarkan doanya. Hari itu hari yang sangat indah bagi Gita karena dia berhasil membuktikan kepada kedua orang tuanya bahwa dia juga bisa sukses sama seperti abangnya, dan dia juga membuktikan kepada teman-temannya yang selalu mengejeknya sekaligus juga pembuktian janji kepada almarhum Pak Sanusi kalau ia sudah berjuang untuk mencapai mimpinya.
Dari awal perjuangannya tidak sia-sia ia banyak mengalami kegagalan tetapi ia berhasil bangkit dari kegagalan itu dan mewujudkan mimpinya. Akhirnya ia bisa mendapatkan pengakuan dari orang tuanya, gurunya, dan teman-temannya yang sering memandang rendah dirinya.
Semua kegagalan yang dialaminya merupakan awal sebuah kesuksesan yang membawa ia sampai pada saat ini. Ia membuktikan kepada semuanya bahwa ia berhasil masuk STAN yang mana banyak orang mengatakan sangat susah sekali untuk memasukinya, namun ia berhasil lulus dan itu suatu kebanggaan bagi dirinya.
Terakhir Gita dan Neneng mengunjungi makam almarhum Pak Sanusi mereka berdua hanya bisa melihat batu nisan yang ada dan mereka berdua menangis dan saling berpelukan, mereka berdua mengucapkan terimakasih kepada almarhum Pak Sanusi karena beliau telah membantu banyak kepada mereka berdua.
Mereka berjanji pasti akan menjadi orang yang sukses di masa depan dan tak lupa untuk mengingat jasa-jasanya. Akhir cerita Neneng diterima SNMPTN dengan jurusan kedokteran di Universitas Indonesia dia juga mendapatkan beasiswa penuh, hak itu semakin mendekatkan Neneng untuk mencapai cita-citanya menjadi seorang dokter.
Begitu juga dengan Gita yang berhasil masuk STAN dan semakin mendekatkan langkahnya agar bisa menjadi Menteri Keuangan di masa yang akan datang.
TAMAT.
Sebuah karya cerpen berjudul ‘Art Perjuangan’ oleh Samuel Martin Simanjuntak yang diperlombakan dalam lomba menulis cerper fajar pendidikan