Asal Usul Alat Musik Angklung, Kini Dikenal Dunia

Alat musik Angklung merupakan alat musik yang berasal dari Indonesia tepatnya dibuat di suku Sunda. Meski terbuat dari bambu, musik yang dihasilkan sangat merdu dan disukai oleh banyak orang.

Selain itu, alat musik ini juga beragam dan memiliki banyak jenis angklung seperti, Angklung Kanekes, Angklung Reyog, Angklung Banyuwangi, Angklung Bali, Angklung Bali, Angklung Gubrag, Angklung Bali.

Kemudian ada, Angklung Buncis, Angklung Padaeng, Angklung Sarinande, Angklung Toel, Angklung Sri-Murni, Ansambel angklung, Klasik Padaeng, Angklung Melodi dan Angklung Solo.

- Iklan -

Dilansir dari Wikipedia, Anak-anak Sunda bermain angklung di awal abad ke-20. Tidak ada petunjuk akan sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum.

Kemudian berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara.

Catatan mengenai angklung yang baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu seperti angklung berdasar pada pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (paré) sebagai makanan pokoknya.

- Iklan -
Baca Juga:  Mengenal Venus Flytrap (Dionaea Muscipula)

Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Badui, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi.

Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.

Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu ater (awi temen), yang jika mengering berwarna kuning keputihan. Tiap nada dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah tiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.

- Iklan -

Di antara fungsi angklung yang dikenal oleh masyarakat Sunda sejak masa kerajaan Sunda adalah sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan.

Itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung. Pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya dimainkan oleh anak-anak pada waktu itu.

Baca Juga:  Mengenal Rainbow Eucalyptus (Eucalyptus deglupta)

Selanjutnya, lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana, dan kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan Seren Taun dipersembahkan permainan angklung.

Pada penyajian angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong, Dongdang, dan Jampana (usungan pangan) juga sebagainya.

Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatra. Pada 1908, tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai dengan penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.

Bahkan sejak 1966, Udjo Ngalagena, tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda, mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas.

- Iklan -

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU