Asal usul Bangsa Melayu dan sembilan negara di Asia Tenggara ini berakar pada sejarah Islam. Dahulu, para penyebar agama Islam datang ke Nusantara tanpa membawa istri. Sebagian besar dari mereka adalah pendakwah yang menetap di wilayah ini.
Selama proses dakwah, mereka membangun surau atau masjid untuk mengajarkan Islam dan memperistri penduduk lokal. Dengan cara ini, mereka berbaur dan memiliki keturunan bersama warga setempat.
Seiring waktu, mereka mendirikan kesultanan Islam dan melaksanakan proses asimilasi melalui pernikahan antara etnis Arab dengan penduduk lokal Nusantara. Inilah yang melahirkan Bangsa Melayu, yang kemudian mendirikan berbagai kerajaan Islam yang tersebar di seluruh Nusantara, termasuk di negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Papua, Filipina, Laos, Vietnam, Kamboja, Myanmar, dan Thailand.
Kerajaan Islam Melayu yang tertua dan saat ini masih aktif sebagai sebuah negara adalah Brunei Darussalam. Negara ini merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang rakyatnya dikenal paling makmur dan sejahtera.
Hampir semua kesultanan di Nusantara, termasuk Brunei Darussalam, memiliki garis keturunan yang terhubung dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Penyebaran Islam di Nusantara dilakukan oleh sosok-sosok istimewa, bukan oleh sembarang orang. Mereka adalah waliyyullah yang memiliki karomah dan penguasaan ilmu agama yang mendalam, memungkinkan mereka mengatasi berbagai tantangan dan kesulitan selama proses dakwah.
Sejak Zaman Sahabat Nabi
Dakwah Islam di Nusantara telah dimulai sejak zaman sahabat Nabi, bersamaan dengan masuknya Islam ke Cina. Dakwah ini dibawa oleh Saad bin Abi Waqas, seorang sahabat Nabi dari kalangan Ansar yang berasal dari Arab Yaman.
Pada masa itu, dakwah di Nusantara belum berjalan maksimal karena medan yang sulit. Perkembangan dakwah Islam secara besar-besaran di Nusantara dipelopori oleh Syekh Jumadil Kubro, juga dikenal sebagai Jamaluddin Akbar atau Jamaluddin Al Husaini. Beliau dikenal sebagai waliyyullah yang berperan penting dalam penyebaran Islam di seluruh Nusantara dan merupakan pencetus Walisongo.
Syekh Jumadil Kubro adalah pejabat kesultanan Ottoman Turki yang menduduki jabatan Gubernur Deccan di India. Wilayah kekuasaannya mencakup seluruh India (termasuk Pakistan dan Bangladesh), Uzbekistan, serta Nusantara yang meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Myanmar, Laos, Kamboja, Vietnam, Filipina, dan Brunei.
Penyebaran Islam di Nusantara melalui jalur diplomasi birokrasi dimulai ketika Syekh Jumadil Kubro menjabat sebagai gubernur. Dalam perannya, beliau melakukan perjalanan ke berbagai wilayah Nusantara untuk berdiplomasi dan menemui raja-raja, mengajak mereka untuk memeluk Islam.
Upaya diplomasi Syekh Jumadil Kubro berhasil mengislamkan banyak raja di Nusantara. Beberapa literatur menyebutkan bahwa Syekh Jumadil Kubro, salah satu ulama besar pada zamannya, menghadap Sultan Muhammad I, penguasa Kekhalifahan Turki Utsmani yang memerintah dari tahun 1413 hingga 1420 Masehi.
Setelah berkonsultasi dengan Syekh Jumadil Kubro, Sultan Muhammad I mengundang ulama-ulama dari Timur Tengah dan Afrika yang memiliki karomah dan ilmu kewalian untuk membantu penyebaran Islam di Nusantara. Para ulama tersebut meliputi:
– Maulana Malik Ibrahim, seorang ahli tata negara dan pengobatan yang berdakwah di Jawa Timur.
– Maulana Ishak, putra Syekh Jumadil Kubro, seorang ahli pengobatan yang juga berdakwah di Jawa Timur.
– Maulana Jumadil Kubro, seorang ahli militer yang berdakwah di lingkungan Kerajaan Majapahit.
– Maulana Ahmad al Maghribi (Sunan Geseng), yang dikenal karena kekuatan dan kesaktiannya, berdakwah di Jawa Tengah.
– Maulana Malik Israil, seorang ahli dalam pengaturan negara, berdakwah di Jawa Tengah.
– Maulana Muhammad Ali Akbar, seorang ahli pengobatan dan pertanian, juga berdakwah di Jawa Tengah.
– Maulana Hasanuddin, yang berdakwah di Jawa Barat.
– Maulana Alayuddin, yang berdakwah di Jawa Barat dan Banten.
– Syekh Subakir dari Persia (Iran), seorang ahli supranatural yang bertugas di Pulau Jawa untuk mengusir jin dan setan, sebelum kembali ke Persia pada tahun 1462 Masehi. (berlanjut/ana)