Oleh: Nurhayana Kamar
Menurut cerita Sugro Pekulun, tradisi bekal kubur di Bali masih berlangsung hingga kini. Kepercayaan ruh terhadap leluhur, juga masih membudaya hingga saat ini. Dengan ritual Ngaben, Nyekah dan Nyelinggihan di Sanggah Kemulan dan Memujanya.
Hal tersebut semakin menguatkan bahwa Ngaben adalah Budaya Bali Mula. Ngaben atau Ngabean (bukan Ngabuin), budaya membakar mayat. Saat ini masih banyak yang menguburkan mayat dengan cara membakar.
Tetapi tradisi mengubur juga masih eksis di desa-desa Bali kuno atau desa Bali Mula. Seperti di daerah Batur, Bangli, Buleleng, Karangasem dan sekitarnya. Tradisi ini juga masih berlangsung di Kuta Selatan, Badung.
Bali juga tergambar sudah menjalin hubungan internasional dengan dunia, pada 2000 tahun yang lalu. Itu tergambar dari hasil peneitian dari luar negeri, ditemukan hubungan Bali dengan negara-negara zaman dahulu, sudah maju. Itu dibuktikan dengan ditemukannya manik-manik, kaca emas Romawi dan dua cermin perunggu Cina dari Dinasti Han.
Gambaran tersebut semakin mendekati kenyataan. Yambulos seorang Musafir Yunani memang pernah terdampar di Bali, tahun 50 masehi. Begitu juga peristiwa pelaut-pelaut tangguh dari Orisca Negeri Bharata (India), sudah sering ke Bali, sekitar 150 tahun sebelum masehi. Sampai sekarang diperingati dengan Festival Bali Jatra.
Bali Aga
Bali Aga atau Balyaga adalah orang Bali yang tinggal di pegunungan. Ada juga pendapat, Bali Aga adalah sebutan orang dari desa Aga yang menyertai kedatangan Ida Rsi Markandya ke Bali.
Desa-desa Bali Kuno sering juga disebut desa Bali Aga. Belum diketahui pencetus hal tersebut, namun hingga saat ini, ada beberapa desa lebih memilih kembali disebut desa Bali Mula.
Memasuki awal era sejarah tahun 804, Bali sudah ramai dengan ditemukannya bukti tertulis dalam prasasti Sukawana Al, Halaman LB, Kutipannya, ‘’…….ulan di bukit cintamani mmal tayada husir yya anak atar jalan katba kadahulu…..’’.
Artinya, bangunan suci (ulan) di kebun bukit Cintamani, tidak ada tempat bagi orang-orang yang berjalan hilir mudik…..Itu pertanda, para pertapa sudah banyak ke Bukit Kitnamani. Kemungkinannya berasal dari daerah lain di Bali, dan luar pulau.
Hal ini bisa dijadikan acuan untuk menentukan Masa Bali Mula dalam tulisan. Yaitu, dari tahun 804 sampai sebelum tahun 835 atau saat kedatangan Raja Sri Kesari Warmadewa (Dinasti Warmadewa). Sebab, dari tahun 804 hingga 835, Raja yang memimpin Pulau Bali tidak ditulis dalam prasasti. Diprediksikan, yang berkuasa pada saat itu adalah Dinasti Bali Mula.
Bali diperkirakan mulai memasuki masa sejarah, sejak tahun 804, dengan ditemukannya Prasasti Berangka tahun tertua di Bali. Yaitu prasasti Sukawana Al. Dalam prasasti Bali Kuno, tidak ditemukan istilah Bali Aga.
Balyaga (Bali Aga) muncul dan ditemukan tertulis di Lomtar Lelintih Hi Pasek Kayu Selem, di halaman 24. Kutipannya, ‘’…… manih ngandhika sira mpu, ring wwang balyaga kabeh…. Artinya, berkata lagi sang Mpu, kepada semua orang Bali Aga…..
Kutipan tersebut, menjelaskan tentang kedatangan Mpu Mahameru ke Bali menuju Besakih melewati desa Kuntul Gading. Saat tiba di Tampur Hyang, beliau mensucikan diri di Tirta Bungkah. Di Loya Bungkah, Mpu Mahameru bertemu dengan anak kacil, sang Prabangkara. (*)