Awas! Rupiah Semakin Melemah, Suku Bunga Terus Dinaikkan

Nilai tukar rupiah terus merosot menghadapi dollar Amerika Serikat pada beberapa hari lalu. Hingga menyentuh level terlemah dalam 2,5 tahun terakhir. Tekanan bagi rupiah masih besar pada pekan lalu, dan ada resiko ‘gerbang neraka’ menuju Rp 16/Us $, akan terbuka.

Melansir data refintive, yang dikutif cnbcindonesia rupiah sepanjang pekan lalu melemah 1,15 % ke 16.425/US$. Mata uang Garuda sudah melemah dalam 5 pekan terakhir.
Tekanan bagi rupiah masih datang dari eksternal. Bank sentral AS (The Fed) yang akan terus agresif menaikkan suku bunga. Serta isu resesi dunia menjadi kombinasi sempurna yang membuat dollar AS sengat perkasa.

Sementara itu, di dalam negeri pada pekan ini, ada Bank Indonesia (BI) yang akan mengumukan kebijakan moneternya pada pada Kamis, 20/10/2022. Saat mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) September lalu, BI memberikan kejutan dengan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis point menjadi 4,25%.

Pelaku pasar tentunya akan menanti apakah BI akan kembali menaikkan suku bunga melihat nilai tukar yang terus mengalami tekanan, serta capital outflow di pasar obligasi. Jika BI tidak menaikkan suku bunga, maka rupiah hampir pasti tertekan. Sementara Gubernur BI Perry Warjiyo dan kolega kembali menaikkan suku bunga, pelemahan rupiah bisa diredam sementara, tergantung seberapa besar kenaikannya.

Baca Juga:  UMP Sulsel 2025 Naik 6,5 Persen, Jadi Segini Besarannya

Selain itu, pada senin, 17 Oktober 2022, akan dirilis data nerac perdagangan. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada September sebesar US $ 4,85 miliar. Surplus jauh lebih rendah dibandingkan Agustus 2022 yang mencapai US $ 5,76 miliar.

Penurunan tersebut terjadi akibat pelambatan pertumbuhan ekonomi China, serta melandainya harga komditas. Meski dperkirakan mencatat surplus 29 bulan beruntun. Tetapi pelambatan tersebut bisa menjadi sinyal negative. Ke depannya Indonesia tidak akan lagi menikmati ‘’durian runtuh’’.

China hadapi tahun ‘’tergelap’’ sejak 1976. Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR terus tertekan sejak menembus ke atas rerta pergerakan 50 hari (moving average 50/MA50).

MA 50 merupakan resisten kuat, sehingga tekanan pelemahan akan lebih besar ketika rupiah menembusnya. Apalagi rupiah juga sudah menembus dan tertahan di atas Rp 15.090/US$ – Rp 15.100/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 50 %.

Baca Juga:  UMP Sulsel 2025 Naik 6,5 Persen, Jadi Segini Besarannya

Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi pada 23 maret 2020 di Rp 16.620/US$. Selama tertahan di atas Fibonacci Retracement 50 % tersebut, ditembus dan tertahan di atasnya, rupiah berisiko terpuruk semakin jauh.

- Iklan -

Target pelemahan ke Rp 15.450/US $, yang merupakan Fibonacci Retracement 38,2 %. Level tersebut menjadi ‘gerbang neraka’, jika rupiah masuk dan tertahan di atasnya, maka resiko mendekati Rp 16.000/US$ yang merupakan Flb. Retracement 23,6 % akan semakin besar.

Pada bulan lalu, 27/9/2022, kurs rupiah terkoreksi di hadapan dollr Amerika Serikat (AS) . Melanjutkan koreksinya pada awal pekan sebelumnya, seiring terkoreksinya mayoritas mata uang di Asia.

Mengacu pada Refinitiv, rupiah stagnan pada pembukaan perdagangan di Rp 15.125/US$. Kemudian, rupiah kembali terkoreksi sebesar0,23 % ke Rp 15.160/US$. Posisi tersebut menjadi level terendahnya sejak akhir April 2020. (CNBC/ana)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU