Ayah Berpulang Pasca 6.2 SR Mengguncang Mamuju

Malam itu Ayah pamit ke Mama kami. “Saya pergi dulu yah, jangan takut Insya Allah saya tidak apa-apa, jika Allah mengizinkan kita ketemu kembali dimana saya sudah dalam kondisi normal”. Ibu kami sempat meneteskan air mata, “sehat-sehat ya pak” (ujar mama sambil mengusap air matanya).

Setelah Ayah memakai jaket pemberian Kakak Sulung, tak ketinggalan kopiah hitamnya dengan membawa bekal pakaian ganti selama di RS, saya pun mulai menggandeng Ayah naik ke mobil. Setelah melalui perjalanan beberapa menit, kami pun tiba di salah satu RS dimana Ayah akan menjalani operasi.

Saya pun mulai mengurus kelengkapan administrasi di RS tersebut. “Bapak keluarga dari Pak Arifin Nawir ya?”. “Iya sus”, jawabku. “Maaf pak, BPJS bapak belum bisa digunakan soalnya bapaknya sudah pensiun kecuali diurus penggantian nomornya”. “Jadi bagaimana sus, apakah kami bisa minta tolong, kalau bisa dibantu pengurusannya”.

Alhamduillah semua urusan yang berkaitan dengan operasi Ayah dipermudah malam itu. Setelah menunggu beberapa menit, kami telah mendapatkan nomor BPJS Ayah yang baru yang dapat digunakan nanti saat mengklaim biaya perawatan di RS ini.

Setelah urusan administrasi beres, dengan bantuan petugas, kami pun membawa Ayah menuju kamar untuk istirahat. Sesuai dengan informasi dokter, Insya Allah pelaksanaan operasi Ayah dijadwalkan pukul 13.00 Wita besok. Malam itu Ayah kami pun mulai istirahat, persiapan operasi besok dan sesuai anjuran petugas, Ayah harus puasa besok mulai jam 07 pagi.

Baca Juga:  5 Rekomendasi Film Tentang Ayah, Penuh Emosi dan Haru

Setelah menunaikan sholat shubuh, saya pun mengarahkan Ayah untuk sarapan pagi. Setelah memakan beberapa buah roti gandum, pagi itu Ayah mulai bercerita dengan kondisi yang beliau rasakan. “Nak bagaimana nanti ya pasca operasi, pasti saya belum dianjurkan angkat yang berat-berat, kasian mamamu tidak ada yang bantu, padahal dia juga sering sakit-sakitan”. “Tidak apa-apa Ayah, Insya Allah akan ada solusi yang terbaik, yang jelas Ayah sembuh dulu dari prostatnya”, ujarku menyemangati Ayah.

Saya pun mengarahkan Ayah untuk mandi, jam sudah menunjukkan pukul 08.30 Wita, sebentar lagi petugas akan datang pasang infus untuk Ayah. Tak lama berselang, petugas pun datang memasangkan infus di tangan Ayah.

Jam sudah menunjukkan 11.55 Wita, waktu dhuhur sebentar lagi masuk. “Nak saya mau sholat dulu, tapi bagaimana caranya, di badan Ayah tergantung infus, dikaki Ayah terpasang kateter, bagaimana caranya ambil air wudhu?”. “Sabar Ayah, Insya Allah, Allah maha mengetahui kelemahan hambaNya, tayamum saja Ayah”. Ayah pun mulai tayamum dan menunaikan sholat jamak Dhuhur dan Ashar.

Baca Juga:  5 Rekomendasi Film Tentang Ayah, Penuh Emosi dan Haru

Pukul 13.00 Wita, petugas pun mulai membawa Ayah ke ruang operasi. Ayah pun mulai mengganti pakaiannya dengan seragam lengkap khusus untuk pasien operasi. Waktu Ashar hampir tiba, dokter ahli urologi yang akan menangani belum juga datang.

- Iklan -

“Nak dokternya belum ada kabar ya?, mungkin ba’da Ashar baru dimulai operasi Ayah”. “Sabar Ayah, saya coba hubungi dulu”. Selang beberapa menit, “Ayah, katanya dokternya sudah di jalan, klo begitu saya izin sholat Ashar dulu Ayah ya. Iya nak”.

Aku baru saja menunaikan sholat Ashar, dokter ahli urologi yang akan menangani Ayah juga sudah datang. Karena tidak tega melihat Ayah menjalani operasi, kupinta kepada Kakak Ipar untuk memandu Ayah menuju kamar operasi.

Dari balik pintu kamar, nampak beberapa petugas berpakaian hijau dan biru muda mulai memasuki kamar operasi. Tempat tidur Ayah pun mulai didorong salah seorang petugas menuju kamar operasi diikuti kakak ipar kami.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU