Bagaimana Hukum Ritual Tolak Bala?

Oleh :Nurkamrah

Masih banyak daerah di Indonesia, menggelar ritual tolak bala. Acara ritualnya beragam, versi masing-masing budayanya. Acara ritualnya, melestarikan budaya nenek moyang. Seperti ritual tolak bala Tarian Mandi Safar, Tawur Sego, Tolak Bala warga Palemsari Rembang, ritual Tolak Bala Sampar Simparat Desa Tahap.

Ritual Tolak Bala Tetua Desa Yakini, terhadap adanya gangguan mahluk halus. Ritual cuci jalan, tolak bala pada perayaan Cap Go Meh di Kota Singkawang.  Warga Madiun Sembelih Kambing Ritual Tolak Bala Usir Corona. Tradisi ngelawang di Bali, ritual mengusir roh jahat dan tolak bala saat Hari Raya Galungan.

Adat tolak bala melarung sesajen dengan mengunakan perahu naga SukuBajo, Desa Terosiaje. Ritual adat Dayak, tangkal penyakit, ritual mbah Bejo di Bandung Pleret Semarang, tolak bala Pilkada Serentak.

Masyarakat Tanah Beru Bulukumba, bergotong royong mendorong perahu finishi yang baru dikerjakan. Ritual  tolak bala usir corona di bumi Boerneo. Tradisi Mepe Kasur, ritual tolak bala warga suku using desa Adat Kemiren, menyebur Kasur. Ngampun, ritual tolak bala dalam adat Dayak Iban.

Baca Juga:  Siswa Perhotelan, Ini 4 Materi Penting yang Wajib Kamu Kuasai

Ritual tolak bala di Lereng Gunung Sumbing. Kirab tolak bala Barongsai, di Kuta Bali. Ritual adat Tari Seblang, Makotek, ritual tolak bala di Desa Munggu, ritual Mandi Kembang, untuk memohon keselamatan.

Suku Dayak, Kalimantan dengan ritual Adat Tolak Bala Suku Dayak Deah. Saat covid-19, warga Simalungun, menggelar pesta ritual  melakukan ritual Tolak Bala yang dikaitkan dengan Tolak Corona. Rata – rata daerah memiliki budaya ritual, menggelar ritualnya tolak bala, saat Corona menyerang.

Apa untungnya, orang melaksanakan  dan ramai – ramai berdoa menolak bala. Lantas salahkah ritual tolak bala dengan makan – makan misalnya di pantai ? Pertanyaan ini, diarahkan ke Udstadz Abdul Somad, yang diunggah di Youtube. ‘’Salahkan berdoa kepada Allah untuk minta dijauhkan bala ? Tanya Somad yang kemudian dijawabnya sendri. ‘’ Mana salah ?

Menurut Udztads Abdul Somad, seperti yang dilansir dari youtube. Yang tidak boleh ritual kepada hantu. Yang tidak boleh membuat sesajen dengan memanggil hantu, bisa datang jinnya. ‘’Kalau minta kepada Allah, ya boleh. Dulu di Riau, kalau mau membuka hutan, ada pemotongan kambing. KOnon kepala kambingnya, akan ditolak balakan. Tapi dicegah ulama, jangan dengan kepala kambing, darahnya saja, karena kita tidak boleh memakan darah’’, ceritra udstadz kondang ini.

- Iklan -
Baca Juga:  Kisah Perang Tiga Raja yang Meruntuhkan Imperium Portugal

Itulah asal muasal di Riau, katanya bila ada hajatan, makan masakan kepala kambing. Ulama lain, ada yang tidak mau makan, takut jinnya mengamuk. ‘’Somad, tidak takut’’, tegasnya. Kalau jinnya mengamuk, suarakan puji-pujian kepada Allah, ‘’Lailaha illlah’’ dstnya, jinnya akan lari.  ‘’Lantas kalau ada yang makan, matanya berkunang – kunang, dianggap gangguan jin ? Bukan karena gangguan jin, penyakit darah tingginya lagi kumat’’, ucapnya sambil tertawa.

Undstadz Abdul Somad mengaku, semua makanan dimakannya.  Tidak ada yang dipantangi. Kepiting, udang, kepala kambing, semua dimakannya. Tipsnya adalah menyebut nama Allah, setan menjauh. (*)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU