Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengungkap bahwa banyak individu dari kalangan lembaga pendidikan menjadi korban kegiatan keuangan ilegal, termasuk guru-guru sekolah yang terperangkap dalam praktik pinjaman online (pinjol) yang ilegal.
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, menyatakan bahwa guru-guru, bersama dengan pelajar dan mahasiswa, sering melaporkan masalah ini kepada pihaknya.
“Ini sudah banyak kebutuhan pun konsumstif, seperti itu mulailah mereka terjerat pinjol-pinjol ilegal,” ujar perempuan yang akrab disapa Kiki itu di Training of Trainers di Gedung Dinas Pendidikan, Senin (20/5).
Oleh karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyelenggarakan program edukasi keuangan khusus bagi para guru Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), yaitu acara “Training of Trainers” dengan tema “Guru Cerdas Keuangan, Wujudkan Masa Depan Sejahtera.” Acara ini juga diselenggarakan sebagai bagian dari peringatan Hari Pendidikan Nasional.
Pada pembukaan acara, beberapa guru berbagi pengalaman pahit mereka terkait produk jasa keuangan ilegal secara langsung. Salah satunya adalah Arlin, yang pada suatu hari menerima telepon saat sedang mengajar yang mengklaim bahwa ia telah mendaftar untuk asuransi kesehatan.
Saat menerima panggilan tersebut, pihak yang menelepon mencantumkan semua data Arlin dengan lengkap. Arlin kemudian meminta pembatalan karena sudah memiliki asuransi. Namun, permintaan pembatalan tersebut tidak pernah diproses, dan Arlin akhirnya menerima tagihan senilai Rp3 juta.
Tidak ingin membayar tagihan tersebut, Arlin mulai mengalami teror melalui panggilan telepon di handphone-nya. Meskipun telah mengganti nomor, Arlin masih terus menerima teror yang sama.
Bahkan, pihak yang menagih tagihan sampai-sampai datang langsung ke sekolah tempat Arlin mengajar. Akibat tekanan dari berbagai pihak, Arlin akhirnya terpaksa membayar tagihan yang sebenarnya tidak pernah dilakukannya.
Kiki menegaskan bahwa edukasi tidak hanya sebatas aspek akademik semata. Edukasi juga mencakup pembentukan karakter dan pemahaman tentang ilmu kehidupan, termasuk dalam hal keuangan.
Menurutnya, para guru memang memiliki pemahaman tentang ancaman digital, tetapi mereka belum sepenuhnya terampil dalam literasi keuangan.
“Karena itu, kita terpanggil untuk bagaimana kita merangkul guru-guru ini. Kita didik satu guru, satu kelas, satu sekolah akan menjadi well-literated,” kata Kiki.
“Jangan sekedar digital literated gampang akses kemana-mana, tapi nggak fully literate dalam hal ilmunya, nah itu juga bisa membuka kepada peluang menjadi korban dengan produk jasa keuangan yang nggak tepat untuk dia.”
Dalam rangka upaya tersebut, OJK berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI serta Kementerian Agama RI. (*)