Ahli Ibadah dan Tipu Daya Setan, Ini akan tetap berdampingan di setiap langkah dalam menuju ke langkah yang lebih baik, baik dalam ibadah ataupun dalam keinginan berbuat kebaikan.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Keutamaan orang yang berilmu daripada ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas orang-orang yang paling rendah di antara kalian.” Rasulullah SAW kemudian membacakan Alquran surah Fatir ayat 28, yang artinya, “Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama.”
Hadis di atas menunjukkan keutamaan orang yang berilmu. Tanpa ilmu, seseorang tidak mungkin menjalankan ibadah dengan sebaik-baiknya. Bahkan, ia mungkin saja terjerumus ke dalam kesesatan.
Alkisah, di kalangan Bani Israil terdapat seorang ahli ibadah. Ia rutin berdoa di rumahnya yang terletak di atas gunung. Pada suatu hari, ia keluar dari rumahnya untuk berjalan-jalan sembari mengagumi keindahan alam ciptaan Allah.
Tiba-tiba, lewatlah seseorang yang berbau kurang sedap di hadapannya. Ahli ibadah itu segera berpaling dan mempercepat langkahnya. Pemandangan itu kemudian dilihat oleh setan.
Lantas, setan ini menampakkan dirinya dalam wujud manusia. Makhluk terkutuk itu tampil dengan rupa seorang tua renta.
“Wahai hamba Allah! Sungguh, amal kebaikanmu menguap, tidak dihitung di sisi Allah,” kata kakek yang adalah setan itu.
“Mengapa begitu?”
“Karena engkau enggan mencium bau sesama manusia,” ucap setan itu seraya pura-pura bersedih hati.
Sejurus kemudian, setan berwajah manusia itu berkata lagi dengan nada menasihati, “Kalau engkau ingin Allah mengampuni kesalahanmu itu, hendaklah engkau memburu seekor tikus gunung. Lantas, sembelihlah ia dan gantungkan bangkai tikus itu pada lehermu ketika shalat.”
Mendengar itu, ahli ibadah tersebut langsung mengiyakan. Karena kebodohannya, ia terus melakukan ibadah dengan membawa najis hingga ajal menjemputnya.
Karena kebodohannya, ia terus melakukan ibadah dengan membawa najis hingga ajal menjemputnya.
Dalam kisah yang berbeda, iblis berupaya menyesatkan seorang abid. Namun, kali ini orang yang digodanya itu tidak sekadar saleh, tetapi juga berilmu. Dialah Syekh Abdul Qadir al-Jailani.
Sufi itu menuturkan ceritanya kepada jamaah. Pada suatu hari, ia sedang berjalan di padang yang lapang. Tiba-tiba, muncul cahaya yang amat terang di arah ufuk. Lantas, suara memancar dari sumber sinar tersebut.
“Wahai Abdul Qadir! Ketahuilah bahwa saya adalah Tuhanmu!”
Sang mursyid diam saja, menunggu si suara menyelesaikan kalimatnya.
“Sungguh, aku telah mengkhususkanmu di antara semua manusia. Telah kuhalalkan bagimu semua hal yang kuharamkan pada umumnya anak Adam!”
Sesudah itu, Syekh Abdul Qadir berkata lantang, “Pergilah kau, wahai makhluk terkutuk! Engkau hanyalah iblis yang tidak hentinya menjerumuskan manusia.”
Seketika, sinar terang benderang tadi berubah menjadi gelap pekat. Nada suara yang sama mengatakan, “Wahai Abdul Qadir! Sudah puluhan orang ahli ibadah kusesatkan dengan cara demikian. Namun, engkau mengetahui siapa diriku dengan ilmu pengetahuanmu tentang Allah dan juga fikihmu. Kalau bukan lantaran ilmu, tentu aku dapat menyesatkanmu, seperti yang terjadi pada 70 abid yang telah kutemui.”
Dengan ilmu, pintu kesesatan tertutup rapat.
Dengan ilmu, pintu kesesatan tertutup rapat. Mengutip kitab At-Targib wat Tarhib, Nabi Muhammad SAW bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Daruquthni.
“Tidaklah Allah disembah dengan suatu ibadah yang lebih utama daripada memahami agama. Satu orang yang memahami agama itu lebih berat (bobotnya) bagi setan dibandingkan dengan menyesatkan seribu orang ahli ibadah. Dan, segala sesuatu itu ada tiangnya. Pilar agama Islam adalah ilmu.”
________________
Sumber : Republika.co.id