Bintang Timur

“Kakak tidak tahu? Ini adalah bunga yang menghubungkan banyak keindahan dalam hidup. Ini tahun baru yang meriah bagi semua orang di dunia ini. Oleh karena itu, mintalah sebuah permohonan. Ini bunga yang penuh dengan keindahan. Cocok untuk Kakak.”

“Kalau begitu, aku ingin malaikat bersayap datang ke hadapanku dan duduk di sini bersamaku. Menemaniku dalam kegelapan dunia yang tak kunjung hilang. Dinginnya menusuk tulang.”

Gadis kecil itu tersenyum. Pipinya memerah setelah menjelaskan tentang bunga yang ia ketahui itu kepada sang gadis penyendiri. Gadis penyendiri itu mengambil bunga yang telah dirangkai itu. Setelah itu, ia memberi beberapa keping koin pada sang gadis.

“Semoga malam ini dan malam-malam selanjutnya menjadi malam yang indah untuk Kakak. Aku akan mendengarkan permohonanmu, Kak. Jika kegelapan menyelimuti pandangan Kakak terhadap dunia pada malam yang menyenangkan ini, maka Kakak hanya memerlukan cahaya yang penuh dengan keberkahan.”

Gadis kecil penjual bunga itu meluncur melewati tumpukan salju di pinggiran jalan. Berjalan terseok-seok seolah kakinya dirantai dan diberi beban 10 kg. Tahun telah berganti. Kembang api yang membombardir langit hampir selesai. Namun, orang-orang masih bergembira. Botol berisi cairan-cairan memabukkan itu tergeletak dimana-mana. Gadis penyendiri itu masih diam di tempatnya.

Seolah terjadi keajaiban, tiba-tiba turunlah cahaya menyilaukan yang datang dari langit. Begitu menyilaukan sampai membuat mata gadis itu mengerjap-ngerjap. Cahaya itu pun mendekati gadis penyendiri itu dan membuatnya sedikit terkejut. Cahaya itu kemudian mulai menghilang dan muncullah seorang manusia, laki-laki lebih tepatnya.

Laki-laki itu tinggi dengan proporsi tubuh yang sempurna. Rambutnya seputih awan di langit. Matanya berwarna biru seperti langit siang yang cerah. Pakaiannya berwarna putih dan terlihat sangat besar. Pakaiannya seperti orang yang ingin beribadah. Kulitnya putih dan terlihat selembut salju. Seperti kelahiran seorang malaikat.

Seolah melihat kejanggalan yang ada, gadis itu pergi menjauhi tempatnya duduk dan mulai berlari ke tempat yang ramai. Wajahnya panik. Bunga yang dibelinya dari gadis penjual bunga tadi jatuh berguguran di tengah jalan. Diinjak-injak seperti tak berharga diri oleh orang- orang yang mabuk.

“Apa kaulihat laki-laki tinggi di belakang sana?”

- Iklan -

Gadis itu memberi pertanyaan yang sama pada semua orang. Namun, orang-orang tak menanggapinya. Mereka tetap asyik memakan berbagai daging dan minum dari botol-botol besar itu. Gadis itu terus berlari dan menanyakan hal yang sama pada orang yang berjualan di pinggir jalan itu. Namun, lagi-lagi tak mendapat tanggapan dan sibuk dengan pembeli yang tiba-tiba datang.

“Apa tak ada yang melihat makhluk aneh itu?”

Laki-laki tinggi itu berjalan cepat ke arah gadis itu. Gadis itu berlari. Tanpa disadari, laki-laki itu telah berada di depan sang gadis. Gadis itu mundur perlahan dan mulai berlari, tapi terlambat. Tangannya telah digenggam oleh laki-laki itu. Tangan besarnya menggenggam kuat tangan kecil gadis dengan wajah panik itu.

“Keinginanmu terkabul, aku datang untuk menemanimu. Dengan cahayaku, kamu bisa melihat dunia yang penuh dengan keajaiban penuh warna ini.”

Gadis itu terkejut mendengar pernyataan laki-laki tinggi itu. “Menemaniku?”

“Tentu saja,” jawab laki-laki itu.

Laki-laki itu pun mengajak sang gadis ke tempat di mana sang gadis tadi duduk, yaitu di sebuah bangku panjang di pinggir danau. Mereka duduk melihat suramnya danau itu pada malam penuh bom cahaya langit ini. Konon katanya, di danau itu terdapat naga merah yang siap memakan setiap orang yang melakukan kejahatan. Naga itu akan memakan orang-orang dengan kejahatan khusus, yaitu iri dan dengki.

Monster itu hanya menjadi mitos di wilayah perkotaan ini. Tentu saja terdengar aneh. Namun, kepercayaan itu tak pernah hilang ditelan zaman. Katanya monster itu adalah monster penjaga neraka yang panas. Mulutnya yang besar adalah pintu dari tempat mengenaskan itu, yaitu pintu dari segala tujuan akhir manusia yang jahat, neraka.

Keheningan tak dapat dipecahkan begitu saja. Sang laki-laki pun memiliki inisiatif untuk memecah keheningan itu.

“Namamu Andromeda, bukan?” “Ya.”

“Ceritakan tentang dirimu!”

Gadis itu menoleh. “Kamu bukan malaikat?”

Mendengar pertanyaan itu, sang laki-laki tersenyum. “Namaku Raphael. Aku hanya seorang pengembara yang kebetulan lewat.”

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU