BJ Habibie, Bapak Demokrasi Indonesia (3)

Indonesia tidak akan seperti sekarang, tanpa sosok demokratis sekelas BJ Habibie. Meski pemerintahannya singkat, Presiden ke-3 RI ini mampu membikin negara efisien, relatif bebas korupsi, melahirkan kebebasan pers, hingga otonomi daerah. Dalam waktu 16 bulan, berhasil membenahi berbagai sektor.

Pemerintahannya, tersingkat dari presiden-presiden sebelumnya, namun dia dapat mewariskan kebijakan-kebijakan yang membuat Indonesia lebih baik. Terutama karena dia menahkodai transisi demokratis, dari rezim 32 tahun Soeharto, yang ambruk akibat krisis ekonomi dan gelombang unjuk rasa.

Bagi Soeharto, BJ Habibie bukan teman baru saat menjadi pembantu Presiden. Saat Soeharto berpangkat Letnan Kolonel, 1950, keduanya sudah saling dekat. Hanya karirnya yang berbeda. Habibie seorang teknokrat, Soeharto di militer, hingga menjadi orang nomor satu di Indonesia, usai geger politik 1965. Saat itu, BJ Habibie berkarir di Jerman.

Politik kembali mempertemukan keduanya. Setelah Soeharto memegang kekuasaan, BJ Habibie dipanggilnya pulang ke Indonesia, dengan menyiapkan jabatan Menteri Riset dan Teknologi, 1978. Jabatan tersebut dipegangnya sampai 4 periode (20 tahun), hingga 1998 ditunjuk Soeharto sebagai Wakil Presiden, mendampinginya.

Nasib mujur bagi BJ Habibie, baru dua bulan menjabat Wakil Presiden, Soeharto yang menjabat Presiden RI, berhenti dari jabatannya, Mei 1998. Secara konstitusional, sebagai Wapres, BJ Habibie otomatis menggantikan Soeharto sebagai Presiden.

Selain kondisi negara yang morat marit, BJ Habibie juga memikul beban, bagian dari Orde Baru yang ditumbangkan mahasiswa. Belum lagi kondisi ekonomi, dengan pertumbuhan yang menciut, minus hingga 13,1 persen pada 1998.

Bagaimana BJ Habibie mengatasinya? Dengan cepat dia merombak kabinet dan mengganti semua menteri dalam kabinet Reformasi Pembangunan. Mengubah status Bank Indonesia sebagai lembaga independen yang lepas dari intervensi pemerintah. Pengamat ekonomi dan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjat Wibowo, menilai, kebijakan BJ Habibie tersebut salah satu langkah paling krusial di sektor ekonomi.

Baca Juga:  Tokoh Muhammadiyah Sulsel, Subari Damopolii Meninggal Dunia

Sepanjang Soeharto berkuasa, kata Dradjat, Bank Indonesia memang jadi alat Departemen Keuangan dalam menjadi lembaga adikuasa yang mengurusi fiskal, moneter dan kebijakan BUMN.

Menurut Dradjat, kebijakan BJ Habibie dengan independensi BI, menuai manfaat. Perekonomian Indonesia jadi tahan banting dalam memitigasi risiko krisis ke depannya. ‘’Indenpendensi bank sentral mengikuti praktik terbaik internasional, sebagaimana diterapkan negara-negara maju. Hasilnya, nampak,” katanya.

- Iklan -

Pertumbuhan ekonomi merangkak naik jadi 0,79 persen pada 1999. Sementara kurs rupiah sempat menyentuh level Rp 7.000 per November 1998. Sebuah capaian yang suit diraih bahkan presiden era reformasi lainnya.

Kebebasan Pers

BJ Habibie juga berhasil menciptakan iklim kebebasan pers, dengan mengubah regulasinya. Salah satunya, lahir Undang-undang No 40 Tahun 1999 Tentang Pers. UU yang berisi 10 bab, 21 pasal ini, disahkan BJ Habibie pada 23 September 1999. Regulasi ini menjadi tonggak kebebasan pers di Indonesia, setelah rezim Orde Baru runtuh.

Di rezim Soeharto, nyaris semua pers menjadi mesin propagandanya. Media yang kebablasan mengkritik presiden dan pemerintah, langsung diberangus oleh Departemen Penerangan. Independensi pers nihil.

Pasca pembantaian simpatisan komunis, September 1965, militer melarang media untuk memberitakannya. Menurut peneliti senior Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, Ignatius Haryanto, pemberitaan terkait G30S dimonopoli media corong militer Angkatan Bersenjata, di antaranya Berita Yudha.

‘’Hoaks di masa Orde Baru diproduksi dalam rangka mendukung rezim. Hoaks menjadi alat untuk melegitimasi kekuasan Soeharto yang baru terbentuk,” kata Ignatius yang dikutip Majalah Historia.

Baca Juga:  Tokoh Muhammadiyah Sulsel, Subari Damopolii Meninggal Dunia

Dengan disahkannya UU Pers No 40 Tahun 1999, beberapa regulasi terkait pers dinyatakan tidak berlaku. Yaitu UU No 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers dan UU No.4 PNPS tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum. Hal tersebut diatur dalam UU Pers No 40/1999, pasal 20 bab 10, di ketentuan penutup.

Membebaskan pers, kebijakan BJ Habibie yang menjadi pondasi Indonesia sebagai negara demokratis. Berkat UU Pers yang didorong BJ Habibie tersebut, ruang bernapas media menjadi terbuka buat memicu dialog publik, terutama untuk mengkritik kebijakan pemerintah. Izin pendirian media pun lebih mudah. Semasa Orde Baru, jumlah media cetak cuma 289.

Menurut mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, pembaruan UU Pers tersebut, menjadikan media sahabat bagi kawan pejuang advokasi korban penghilangan. ‘’Karena ada landasan hukum yang jelas melindungi media, pengungkapan kebenaran, serta desakan pada negara itu lebih mudah,” katanya.

Ashar merasakan, kebijakan tersebut merupakan bukti bahwa Mr Crack, sebutan kondang BJ Habibie berkat reputasinya sebagai insinyur pesawat, tidak hanya membuat kebijakan yang dapat menguntungkan diri sendiri. Setelah terbit pembaharuan UU Pers tersebut, BJ Habibie tidak pernah mempermasalahkan atau menyebut media, tidak tahu diuntung apabila ikut marah, bahkan memakinya apabila melakukan kesalahan.

‘’BJ Habibie adalah sosok yang cukup fair. Bahkan ketika ada miskomunikasi antara pelaku jurnalistik, dia tidak dengan mudah mempidanakan,” katanya. ‘’UU Pers memfasilitasi mediasi dan klarifikasi. Tidak asal tuntut saja,” tambah Ashar. (*)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU