Prof DR Ing Habibie, dialah salah satu manusia tercerdasnya Indonesia. Tak hanya terkenal di dunia sebagai manusia jenius. Dia berhasil menciptakan pesawat tipe N250 Gatot Kaca, 1995.
Pertama kalinya Indonesia memiliki pabrik pesawat. Sudah terbang selama 900 jam, tanpa mengalami ‘’Dutch Roll’’ (istilah penerbangan untuk pesawat yang oleng) berlebihan. Gatot Kaca, satu-satunya pesawat turboprop di dunia yang menggunakan teknologi ‘’fly by wire’’. Mestinya selangkah lagi masuk program setifikasi FAA (Federal Aviation Administration).
Sayangnya, pabriknya, PT Nurtanio atau IPTN, yang didirikan di era kepemimpinan Presiden Soeharto tersebut, tidak berlanjut. Padahal, sudah banyak menerima pesanan dari luar negeri, termasuk negara-negara yang maju teknologinya, Eropa. Itu lantaran PT IPTN saat itu telah membangun, khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa untuk pasar negara-negara itu.
Pada waktu itu, banyak yang memandang remeh pesawat buatan Indonesia itu, termasuk sebagian kalangan di dalam negeri. ‘’Saya bilang ke Presiden (pak Harto, red), kasih saya uang 500 juta dollar, N250 akan menjadi pesawat yang terhebat, akan mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embrier dan lainnya. Kita tidak perlu lagi bergantung kepada negara-negara mana pun,” pinta Habibie ke pak Harto.
‘’Keputusan telah diambil dan karyawan yang berjumlah 16 ribu, harus mengais rejeki di negeri orang. Gilanya lagi, negara kita membeli pesawat di negara mereka,” keluhnya. Kebanyakan dari tenaga-tenaga tersebut bertebaran di negara-negara Eropa, Brazil, Canada, Amerika.
Padahal, Habibie telah mempersiapkannya untuk jangka waktu paling minimal 30 tahun. Harus mandek, bersamaan dengan lengsernya Presiden Soeharto.
Penyebab ditutupnya pabrik pesawat tersebut, akibat dari Indonesia menerima bantuan keuangan IMF (International Monetary Fund). Salah satu syaratnya, menghentikan operasi pabrik pesawat yang menjadi kebanggaan Habibie tersebut. Saat itu, Indonesia diterpa badai krisis moneter, 1996-1998. Dampaknya, tak hanya IPTN saja yang ditutup, juga industri-industri strategis lainnya.
Pabrik pesawat tersebut, didirikan Habibie saat menjabat Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BPPT. Jabatan ini diduduki selama 20 tahun. Saat menjabat posisi tersebut, lelaki yang meminta dirinya disapa ‘’eyang’’ ini, juga memimpin 10 perusahaan BUMN industri strategis. Habibie hanya memerlukan 5 tahun untuk melengkapi desain awal.
Presiden RI
Bagi Habibie, ada hikmah di balik penutupan IPTN dan industri strategis lainnya. Habibie yang ketika itu masih menjabat Menteri Riset dan Teknologi (Menritek), diangkat menjadi Wakil Presiden Indonesia, 14 Maret 1998 mendampingi Soeharto dalam Kabinet Pembangunan VII.
Namun posisi tersebut, hanya dijabat beberapa bulan, hingga 2 Mei 1998. Terjadi gejolak politik hebat serta reformasi yang dituntut masyarakat Indonesia, mencapai puncaknya, Mei 1998. Kondisi Indonesia saat itu kacau balau. Kerusuhan di mana-mana dan banyaknya wilayah ingin lepas dari Indonesia. Menuntut pak Harto harus lengser sebagai Presiden RI.
Pak Harto pun lengser dan mengumumkan pengunduran dirinya, 21 Mei 1998, serta menyerahkan kekuasaannya kepada Habibie yang kala itu menjabat Wakil Presiden. Penyerahan kekuasaan tersebut berdasarkan Pasal 8 UU 1945.
Sebagai Wakil Presiden, memang Habibie-lah yang pantas menggantikannya. Pengambilan sumpah sebagai Presiden ke-3 RI, dilakukan Ketua Mahkamah Agung. (*)