Bolehkah Berkurban dengan Cara Bergilir untuk Anggota Keluarga

Oleh Akhuukum Fillaah :

Abu Hashif Wahyudin Al-Bimawi

بسم الله الرحمن الرحيم

الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ

Tanamkanlah Budaya Membaca Sampai Selesai, Agar Tidak Gagal Faham. SELAMAT MEMBACA….!!

Di antara cara ber-Qurban yang cukup populer di masyarakat kita adalah, Qurban dengan cara bergilir. Di mana kepala keluarga meng-Qurbankan anggota keluarganya secara bergiliran, Yaitu misalnya satu keluarga terdiri dari suami, istri dan dua anak. Maka tahun ini yang ber-Qurban suami, tahun depan istri, tahun setelahnya anak pertama, tahun setelahnya lagi anak kedua, dan seterusnya.

Ini menjadi hal yang unik di jalankan masyarakat Indonesia, karena kami belum mendapatkan hal seperti ini di kitab-kitab fiqih.

Dan Nabi Shallallaahu ’alaihi Wa sallam selalu ber-Qurban setiap tahun. Namun tidak di nukil riwayat bahwasanya beliau mempergilirkan Qurban, kepada istri-istrinya dan anak-anaknya. Bahkan beliau menganggap Qurban beliau sudah mencukupi seluruh keluarganya._

- Iklan -

Dari Anas bin Malik Radhiyallaahu ’anhu, beliau berkata:

*ضحَّى رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ بكبشَيْنِ أقرنيْنِ أملحيْنِ أحدِهما عنهُ وعن أهلِ بيتِه والآخرِ عنهُ وعمَّن لم يُضَحِّ من أمَّتِه*

“Rasulullah Shallallaahu ’alaihi Wa sallam ber-Qurban dengan dua domba gemuk yang bertanduk salah satunya untuk diri beliau dan keluarganya dan yang lain untuk orang-orang yang tidak ber-Qurban dari umatnya.” *[HR. Ibnu Majah no.3122, di hasankan oleh Al-Albaniy dalam Irwaul Ghalil (4/353)].

Demikian juga para sahabat Nabi, yang ber-Qurban di antara mereka adalah para kepala keluarga, dan mereka juga tidak mempergilirkan Qurban pada anak dan istri mereka.

Dari Abu Ayyub Al-Anshari Radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata:

*كانَ الرَّجلُ في عَهدِ النَّبيِّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ يُضحِّي بالشَّاةِ عنهُ وعن أَهلِ بيتِهِ فيأْكلونَ ويَطعَمونَ ثمَّ تباهى النَّاسُ فصارَ كما ترى

“Dahulu di masa Nabi Shallallaahu ’alaihi Wa sallam, Seorang lelaki ber-Qurban dengan satu kambing yang di sembelih untuk dirinya dan keluarganya. Mereka makan dan sembelihan tersebut dan memberi makan orang lain. Kemudian setelah itu orang-orang mulai berbangga-bangga dengan banyaknya hewan Qurban sebagaimana engkau lihat.” *[HR. Tirmidzi no.1505, Ibnu Majah no. 3147, di shahihkan Al-Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah]

Syaikh Ibnu Al-Utsamin Rahimahullah di tanya:* “apakah setiap anggota keluarga di tuntut untuk ber-Qurban atas diri mereka masing-masing…?”

Beliau Rahimahullah menjawab:

Baca Juga:  4 Janji Allah Pada Orang yang Salat Tahajjud

*لا. السنة أن يضحي رب البيت عمن في البيت، لا أن كل واحد من أهل البيت يضحي، ودليل ذلك أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ضحى بشاة واحدة عنه وعن أهل بيته، وقال أبو أيوب الأنصاري رضي الله عنه: ( كان الرجل على عهد النبي صلى الله عليه وسلم يضحي بالشاة عنه وعن أهل بيته ) ولو كان مشروعاً لكل واحد من أهل البيت أن يضحي لكان ذلك ثابتاً في السنة، ومعلوم أن زوجات الرسول عليه الصلاة والسلام لم تقم واحدة منهن تضحي اكتفاء بأضحية النبي صلى الله عليه وسلم*

“Tidak. Yang sesuai sunnah, kepala rumah tanggalah yang ber-Qurban. Bukan setiap anggota keluarga. Dalilnya, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wa sallam ber-Qurban dengan satu kambing untuk dirinya dan keluarganya.

Dan Abu Ayyub Al-Anshari berkata:* “Dahulu di masa Nabi Shallallahu ’alaihi Wa sallam, Seorang lelaki ber-Qurban dengan satu kambing yang di sembelih untuk dirinya dan keluarganya”.

Andaikan di syari’atkan setiap anggota keluarga untuk ber-Qurban atas dirinya masing-masing tentu sudah ada dalilnya dari sunnah Nabi. Dan kita ketahui bersama, bahwa para istri Rasulullah Shallallaahu ’alaihi Wa sallam tidak ada yang ber-Qurban, karena sudah mecukupkan diri dengan Qurban Nabi Shallallaahu ’alaihi Wa sallam“.

Beliau Rahimahullah juga mengatakan:

*فإن قال قائل: لعل ذلك لفقرهم؟ فالجواب: إن هذا احتمال وارد لكنه غير متعين، بل إنه جاءت الآثار بأن من أزواج الرسول عليه الصلاة والسلام من كانت غنية

“Jika ada orang yang berkata: mungkin itu karena Nabi Shallallaahu ’alaihi Wa sallam sangat miskin…? Maka kita jawab: memang kemungkinan tersebut ada, namun tidak bisa kita pastikan. Bahkan terdapat banyak atsar yang menunjukkan bahwa para istri-istri Nabi Shallallaahu ’alaihi Wa sallam adalah orang-orang kaya.” *[Durus Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 8/5]

_Dan perlu di perhatikan bahwa ibadah Qurban ini wajib ikhlas hanya untuk meraih wajah Allah Ta’ala. Hendaknya jauhkan perasaan ingin di lihat, ingin di kenal pernah ber-Qurban, ingin nampak namanya atau semisalnya yang merupakan riya dan bisa menghanguskan pahala amalan. Karena terkadang alasan orang ber-Qurban atas nama istrinya atau anaknya karena anak dan istrinya belum pernah nampak namanya dalam list shahibul Qurban. Allaahul musta’an._

✍️ _*Oleh karena itulah dalam hadits Abu Ayyub di atas di sebutkan:

*ثمَّ تباهى النَّاسُ فصارَ كما ترى*

_“Kemudian setelah itu orang-orang mulai berbangga-bangga sebagaimana engkau lihat.”

_Yaitu menjadikan ibadah Qurban sebagai ajang berbangga di hadapan orang banyak.

Di sisi lain, ulama Malikiyah dan sebagian ulama Syafi’iyyah mensyaratkan yang ber-Qurban haruslah yang memberikan nafkah, barulah mencukupi untuk satu keluarga._

Baca Juga:  Renungan Harian Kristen, Rabu, 20 November 2024: Pengampunan Allah

Dalam kitab Al-Muntaqa karya Al-Baji di sebutkan:

*والأصل في ذلك حديث أبي أيوب كنا نضحي بالشاة الواحدة يذبحها الرجل عنه وعن أهل بيته زاد ابن المواز عن مالك وولديه الفقيرين قال ابن حبيب: وله أن يدخل في أضحيته من بلغ من ولده وإن كان غنيا إذا كان في نفقته وبيته*

_“Landasan dari hal ini adalah hadits Abu Ayyub: ‘dahulu kami biasa ber-Qurban dengan satu kambing yang di sembelih Seorang lelaki untuk dirinya dan keluarganya’.

Dalam riwayat Ibnu Mawaz dari Malik adal tambahan:* ‘dan orang tuanya dan orang fakir yang ia santuni’._

Ibnu Habib mengatakan:* ‘Maka boleh meniatkan Qurban untuk orang lain yang bukan keluarganya, dan ia orang yang kaya, jika memang orang lain tersebut biasa ia nafkahi dan tinggal di rumahnya’.”_

Sehingga dengan pendapat ini, jika yang ber-Qurban adalah istri atau anak, maka Qurban tidak mencukupi seluruh keluarga._

Walhasil, kami bertanya kepada beberapa ulama dalam masalah ini, dengan teks pertanyaan, “wahai Syaikh, terkait Qurban. Di antara kebiasaan di negeri kami, seorang lelaki misalnya tahun ini ber-Qurban, namun tahun depan dia tidak ber-Qurban melainkan istrinya yang ber-Qurban. Tahun depannya lagi anak pertamanya, dan terus demikian secara bergiliran. Apakah ini baik…?”_

Syaikh Walid Saifun Nashr menjawab:

*لا أعلم له أصلا*

_“Saya tidak mengetahui ada landasan dari perbuatan ini.”

Syaikh Dr. Aziz Farhan Al-Anazi menjawab:

*الأصل أن على ان أهل كل بيت أضحية والذي يتولى ذلك الوالد لانه هو المكلف بالإنفاق على زوجته واولاده*

_“Asalnya tuntutan untuk ber-Qurban itu pada setiap keluarga, dan yang bertanggung-jawab untuk menunaikannya adalah suami karena dia yang wajib memberikan nafkah kepada istri-istri dan anak-anaknya.”

Adapun mengenai keabsahan Qurban jika yang ber-Qurban bukan kepala keluarga namun salah seorang dari anggota keluarga, maka tetap syah jika syarat dan rukun Qurban terpenuhi. Semisal jika istrinya yang ber-Qurban atau anaknya, maka boleh dan tetap syah. Namun kurang utama, karena menyelisihi sunnah Nabi Shallallaahu ’alaihi Wa sallam dan para sahabatnya.

_Kesimpulannya, yang lebih mendekati sunnah Nabi dan para sahabat, yang ber-Qurban cukuplah suami saja sebagai kepala keluarga. Tidak perlu di pergilirkan kepada anggota keluarga yang lain. Dan tidak ada keutamaan khusus dengan mempergilirkan demikian. Namun jika anggota keluarga yang lain ber-Qurban atas nama dirinya, itu pun boleh saja dan syah. Hanya saja kurang sesuai dengan sunnah Nabi dan para sahabat sebagaimana telah di jelaskan.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU