Oleh Akhuukum Fillaah:
Abu Hashif Wahyudin Al-Bimawi
بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ
Dalam Ahkamul Udhiyah wa Dzakah (hal 26) dinyatakan bahwa gabungan beberapa orang dalam kegiatan berkurban itu ada dua:
GABUNGAN DALAM PAHALA
Yang dimaksud Gabungan Pahala, seorang Shohibul Qurban (pemilik hewan Qurban) menyembelih hewan kurbannya dengan menyertakan beberapa orang untuk turut mendapatkan pahalanya. Gabungan semacam ini DIBOLEHKAN, sebagaimana diisyaratkan dalam beberapa dalil berikut:
Dari Aisyah Radhiyallaahu ‘anha, beliau mengisahkan:* “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan kambing bertanduk, berdiri dengan kaki belang hitam, duduk di atas perut belang hitam, melihat dengan mata belang hitam. Kemudian beliau menyuruh Aisyah untuk mengambilkan pisau dan mengasahnya. Setelah kambingnya beliau baringkan, beliau membaca:
بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
“Bismillah, Ya Allah, terimalah kurban dari Muhammad dan keluarga Muhammad, serta dari umat Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam.” [HR Muslim no. 1967]
Jabir bin Abdillah Radhiyallaahu ‘anhuma: bahwa beliau mengikuti shalat Idul Adha bersama Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam di lapangan. Setelah selesai berkhutbah, beliau turun dari mimbar dan mendatangi kambing kurban beliau. Lalu Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil mengucapkan:
بِسْمِ اللَّهِ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، هَذَا عَنِّي، وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
“Bismillah, wallahu akbar, ini Qurban dariku dan dari umatku yang tidak ber-Qurban.” *[HR. Ahmad 14837, Abu Daud 2810 dan di shahihkan Al-Albaniy]
Pada pernyataan di atas, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyertakan keluarga beliau dan umat beliau dalam pahala kurban yang beliau sembelih. Padahal saat itu, beliau hanya menyembelih kambing. Sehingga seluruh umat beliau yang tidak mampu berkurban, mendapatkan pahala dari qurban beliau. [simak Ahkam Al-Idain fi As-Sunnah Al-Muthahharah, Ali bin Hasan Al-Halabi, hlm 79]
GABUNGAN DALAM KEPEMILIKAN
Dalam arti beberapa orang urunan untuk membeli seekor hewan kurban.
Untuk Gabungan jenis ini hukumnya TIDAK DIBOLEHKAN, kecuali untuk sapi dan onta, dengan jumlah peserta Gabungan maksimal 7 orang. Sedangkan kambing, hanya boleh menjadi milik satu orang.
Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallaahu ‘anhuma, beliau menceritakan: “Kami pernah keluar bersama Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk melaksanakan haji.
فأمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نشترك في الإبل والبقر، كل سبعة منا في بدنة
“Kemudian Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami urunan untuk ber-Qurban onta atau sapi. Setiap tujuh orang di antara kami, ber-Qurban seekor sapi atau onta.” [HR. Muslim no. 1318]
Ketentuan bolehnya urunan dalam kurban, hanya boleh untuk sapi atau onta.
Oleh karena itu, praktek di beberapa sekolah, kampus, atau perusahaan, dengan mengadakan urunan untuk membeli seekor kambing, tidak bisa di nilai sebagai kurban. Karena kambing hasil urunan ini menjadi milik semua peserta urunan. Sehingga tidak memenuhi syarat jumlah kepemilikan.
Ketika kegiatan kurban tidak memenuhi persyaratan untuk bisa di sebut kurban maka hewan yang di sembelih hanya bisa di sebut kambing untuk mendapatkan daging. Sebagaimana dulu pernah ada sahabat yang menyembelih kambing untuk kurban sebelum shalat ‘Ied.
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya:
شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ
“Kambingmu hanya kambing daging. [HR. Bukhari 955, Abu Daud 280]
Artinya, penyembelihan kambing ini tidak bernilai sebagai ibadah kurban, karena di lakukan sebelum waktunya, sehingga tidak mendapatkan pahala kurban.
SOLUSI:
Kambing ini bisa menjadi hewan kurban, jika di hadiahkan ke seseorang. Baik anggota yang ikut urunan atau orang lain. Misal di hadiahkan ke Pesantren, panti Asuhan, Yayasan Pendidikan, gurunya, dosennya, atau salah satu peserta urunan yang di sepakati bersama. Sehingga kambing ini menjadi milik satu orang. Selanjutnya dia bisa berkurban dengan kambing itu, dan boleh menyertakan orang lain untuk turut mendapatkan pahalanya. (*)