Bolehkan shalat witir 1 rakaat? Ini Hukum Serta Penjelasannya, Simak penjelasannya sebagai berikut ini :
Hukum Witir 1 rakaat
Berapa rakaat sholat minimal dalam witir?
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Dari ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang shalat malam. Beliau menjawab,
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
“Shalat malam itu 2 rakaat salam, 2 rakaat salam. Apabila kalian khawatir masuk subuh, hendaknya dia shalat satu rakaat sebagai witir dari shalat malam yang telah dia kerjakan.” (HR. Bukhari 990 dan Muslim 749).
Berdasarkan hadis di atas, witir minimal adalah satu rakaat. Ini merupakan pendapat Syafiiyah dan Hambali. Dalam Ensiklopedi Fikih dinyatakan,
أقلّ صلاة الوتر عند الشّافعيّة والحنابلة ركعة واحدة، قالوا: ويجوز ذلك بلا كراهة، لحديث: صلاة اللّيل مثنى مثنى، فإذا خفت الصّبح فأوتر بواحدة
“Shalat witir minimal menurut Syafiiyah dan Hambali adalah satu rakaat. Mereka mengatakan, boleh shalat witir satu rakaat dan tidak makruh. Berdasarkan hadis, ‘Shalat malam 2 rakaat – 2 rakaat, apabila kamu khawatir masuk subuh, kerjakan witir satu rakaat.” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 27/293).
Hanya saja Syafiiyah mempersyaratkan, boleh witir satu rakaat, jika sebelumnya dia mengerjakan shalat sunah antara isya sampai subuh, baik shalat sunah ba’diyah isya atau shalat sunah lainnya, seperti tahajud. Sehingga witir satu rakaat ini, bisa menjadi pengganjil bagi shalat-shalat sunah sebelumnya. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 27/293).
Sementara itu, dalam madzhab hanafiyah dan sebagian hambali, melarang witir satu rakaat. Witir satu rakaat diistilahkan dengan Al-Butaira. Dari kata Al-Bitr yang artinya terputus. Ada dua perbedaan yang disampaikan ulama tentang makna shalat Al-Butaira. Ada yang mengatakan, itu adalah shalat satu rakaat.
Ada juga yang mengatakan, shalat yang awalnya diniatkan 2 rakaat, namun orang yang melakukannya memutusnya dan hanya mengerjakan satu rakaat. (Keterangan Muhammad Fuad Abdul Baqi untuk Sunan Ibn Majah, 1/372).
Madzhab hanafiyah berdalil dengan riwayat dari jalur Utsman bin Muhammad dari Abu Said bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang Al-Butaira. Namun dijelaskan oleh Az-Zailai dalam Nasbur Rayah (2/72), bahwa umumnya hadis dari jalur Utsman bin Muhamamd adalah hadis lemah.
Lebih dari itu, Ibnu Umar memiliki kebiasaan witir satu rakaat. Ketika orang menyebutnya Shalat Al-butaira, beliau membantah bahwa ini sunnah.
Dari Mutahlib bin Abdillah Al-Makhzumi, beliau mengatakan,
كَانَ ابْنُ عُمَرَ يُوتِرُ بِرَكْعَةٍ، فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَسَأَلَهُ عَنِ الْوِتْرِ، فَأَمَرَهُ أَنْ يَفْصِلَ، فَقَالَ الرَّجُلُ: إِنِّي أَخْشَى أَنْ يَقُولَ النَّاسُ: إِنَّهَا الْبُتَيْرَاءُ، فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: أَسُنَّةَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ تُرِيدُ؟ هَذِهِ سُنَّةُ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
Ibnu Umar punya kebiasaan witir satu rakaat. Tiba-tiba datang seseorang dan bertanya tentang witir. Beliau menyuruh orang itu agar witir 1 rakaat dipisah dari shalat sunah sebelumnya. Orang itu kembali bertanya; ‘Saya takut banyak orang berkomentar: Itu shalat Al-butaira.’ Ibnu Umar mengatakan: “Bukankah kamu menginginkan witir sesuai ajaran Allah dan rasul-Nya? Itulah witir yang sesuai ajaran Allah dan rasul-Nya.” (HR. Ibn Khuzaimah 1074 dan sanadnya dinilai shahih oleh Al-Albani).
Allahu a’lam