Oleh Akhuukum Fillaah :
Abu Hashif Wahyudin Al-Bimawi
بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ
Sebuah ayat yang menjadi pertanda di syari’atkannya ibadah kurban adalah firman Allah Ta’ala:
*فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ*
“Dirikanlah shalat dan berkurbanlah (an-nahr).” *[Qs. 108/Al-Kautsar (Nikmat Yang Banyak : 2]
Diantara tafsiran ayat ini adalah: “Berkurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr).” Tafsiran ini di riwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama. [1]
Penyembelihan kurban ketika hari raya Idul ‘Adha disebut dengan Al-‘Udh-hiyah, sesuai dengan waktu pelaksanaan ibadah tersebut. [2] Sehingga makna al-‘udh-hiyyah menurut istilah syar’i adalah hewan yang di sembelih dalam rangka mendekatkan diri pada Allah Ta’ala, dilaksanakan pada hari an-nahr (Idul ‘Adha) dengan syarat-syarat tertentu. [3]
Dari definisi ini, maka yang tidak termasuk dalam al-‘udh-hiyyah adalah hewan yang disembelih bukan dalam rangka taqorrub pada Allah (seperti untuk di makan, di jual, atau untuk menjamu tamu). Begitu pula yang tidak termasuk al-udh-hiyyah adalah hewan yang disembelih di luar hari tasyriq walaupun dalam rangka taqarrub pada Allah. Begitu pula yang tidak termasuk al-udh-hiyyah adalah hewan untuk aqiqah dan al hadyu yang di sembelih di Mekkah. [4]
CATATAN:
Aqiqah adalah hewan yang di sembelih dalam rangka mensyukuri nikmat kelahiran anak yang diberikan oleh Allah Ta’ala, baik anak laki-laki maupun perempuan. Sehingga aqiqah berbeda dengan al-udh-hiyyah karena al-udh-hiyyah di laksanakan dalam rangka mensyukuri nikmat kehidupan, bukan syukur atas nikmat kelahiran si buah hati. Oleh karena itu, jika seorang anak dilahirkan ketika Idul ‘Adha, lalu di adakan penyembelihan dalam rangka bersyukur atas nikmat kelahiran tersebut, maka sembelihan ini di sebut dengan sembelihan aqiqah dan bukan al-udh-hiyyah. [5]
CATATAN KAKI:
[1] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 6/195, Mawqi’ At-Tafaasir.
[2] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, 2/366, Maktabah At-Taufiqiyyah, cetakan tahun 2003.
[3] Lihat Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 2/1525, Multaqo Ahlul Hadits.
[4] Idem
[5] Lihat Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 2/1526.