Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Bupati Pringsewu Provinsi Lampung, H Sujadi Sajjad didampingi Rektor UIN Raden Intan Lampung, Prof Dr H Moh Mukri M Ag beserta rombongan melakukan studi banding penerjemahan Al-Qur’an ke Bahasa Daerah di UIN Alauddin Makassar.
Pertemuan tersebut berlangsung di Ruang Rapat Rektor Lantai III Gedung Rektorat Kamis, 22 Agustus 2019 kemarin.
H Sujadi Sajjad dalam sambutannya mengatakan Kabupaten Pringsewu meletakkan pondasi pembangunan yang tidak terbatas waktu.
“Al-Qur’an sebagai pegangan orang hidup agama Islam khususnya di Pringsewu. Maka kemudian memandang perlu untuk Al-Qur’an itu di baca setiap hari dengan bahasa Bandar Lampung,” jelasnya.
Dia mengungkapkan selama 1987 hingga 2016, Bupati dua periode ini belum pernah melihat Mazhab terjemahan Al-Qur’an bahasa Lampung.
“Suatu kewajiban bahasa Lampung terintegrasi dengan bahasa Al-Qur’an. Saya melihat dan mendengar informasi di Sulawesi ini penerjemah Al Qur’an dalam bahasa Daerah sudah berjalan, oleh karena itu kedatangan kami ingin melihat naskah-naskah yang telah selesai untuk bisa memudahkan kami menerjemahkan dalam bahasa Lampung,” terangnya.
Menanggapi hal itu Dosen Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik yang juga penanggungjawab penerjemah Al-Qur’an kedalam bahasa Toraja Prof Nihaya M M Hum mengungkapkan saat menerjemahkan Al-Qur’an mengalami kesulitan. Menurut Guru Besar Pemikiran Islam tersebut kesulitan yang dialami pada saat proses penerjemahan yakni Toraja minim ahli bahasa Arab.
“Kami mengalami kesulitan penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa Toraja karena Toraja minim ahli bahasa Arab yang menguntungkan ada seorang Guru Besar di UIN Alauddin kita yang mahir Bahasa Toraja yakni Prof Sattuala dia membantu banyak panitia dalam mewujudkan,” katanya.
Selain itu, ia juga mengambil tokoh- tokoh adat yang bisa diharapkan dalam menerjemahkan ke dalam bahasa Toraja.
Lebih lanjut, Eks Rektor IAIN Palopo ini menjelaskan kadang kala ada bahasa-bahasa tersendiri yang agak susah ditranslate ke dalam bahasa Toraja.
“Setiap bahasa tentu ada dialek-dialek, disitulah kadang kala penerjemah agak sulit. Tapi yang menguntungkan ini karena penerjemahan, kita seminarkan, diskusikan dengan dua tahap, yaitu ditangani dan dikoordinir Litbang,” jelasnya.
Terakhir, untuk menyelesaikan Al-Qur’an diterjemahkan kedalam Bahasa Daerah melibatkan narasumber dari luar untuk menanggapi, merevisi apa yang telah selesai diterjemahkan.
“Kita melibatkan narasumber dari luar untuk merevisi, sehingga hasil Al-Qur’an itu sudah melalui berbagai bermacam seleksi ahli. Kemudian sesudah itu baru dilaunching oleh Menteri Agama di Jakarta,” terangnya. (FP/Rls)