Orangtuanya telah dibunuh, sementara kedua adiknya mati di dalam kam kerja anak- anak karena penyakit desentri amuba. Sedangkan kakak satu-satunya dibawa entah kemana. Hanya tersisa si gadis kecil Mohm yang sebatang kara.
Setelah kabur dari kamp pengungsian, terlunta-lunta di dalam hutan hingga akhirnya sampai di perbatasan Thailand. Dia sampai di kamp pengungsian Khao I Dang. Bagaimana Mohm bisa berhasil melarikan diri dari kamp kerja anak-anak dengan penjagaan yang begitu ketat? Segudang pertanyaan memenuhi kepalaku.
Terlepas dari kerumitan pikiranku untuk menerkanya, aku yakin pastilah dia adalah seorang anak perempuan Kamboja yang pemberani dan luar biasa. Semenjak perjumpaan itu, telah membuatku jatuh hati pada gadis kecil itu dan kuputuskan untuk mengadopsinya meski aku sudah mempunyai seorang anak perempuan bernama Maura.
Sembilan bulan kemudian, Mohm beserta 13 temannya di terbangkan dari Bangkok, tanpa nama, tanpa alamat yang dituju, hanya satu kata ajaib di dalam peta bumi Amerika yaitu New York. Mereka, anak-anak yatim piatu itu tengah memutari setengah dunia dan sedang melangkahkan kakinya meninggalkan dunianya yang kelam menuju masa depan meski belum diketahuinya.
Akhirnya Mohm tinggal serumah bersama aku dan Maura. Namun masalah baru menghadang Mohm. Untuk beradaptasi dengan dunia luar di New York, dia harus terkendala dengan masalah bahasa dan latar belakang budaya. Belum lagi karena Mohm masih trauma dan depresi ketakutan yang luar biasa dengan semua yang dialaminya di Kamboja.
Usaha apapun kulakukan agar dia kembali menjadi gadis periang. Mulai dari pembinaan psikologi kejiwaan dan mental dengan bantuan psikiater hingga kumasukkan dia ke sekolah umum. Hanya satu keinginanku untuknya. Ingin kuyakinkan bahwa aku, kami, mereka semua sangat mencintainya dan semua kehidupan masa lalunya sudah berakhir. Masih ada cinta untuknya.
“Mohm, ini bukan holocaust, sekarang kamu adalah bagian dari keluargaku. Kami semua mencintaimu!” ucapku untuk meyakinkannya meski dia tidak begitu mengerti dengan bahasaku tapi aku yakin dia tahu dengan apa yang kuucapkan itu.
Dan baru saat itulah kulihat ada air mata membasahi pipinya. Gadis kecil yang tidak bisa menangis itu akhirnya menangis dalam pelukanku. Demi cinta, semua akan kulakukan.
Penulis : Arum Jihan Nabila