Catatan Ilham Bintang: Memburu Bao-bao di Ginza Tokyo

Sabtu (28/10), ini hari terakhir Astra -Japan Trip 2023 di Negeri Sakura. Astra International, penyelenggara acara semacam “press tour” bersama 25 wartawan pemimpin redaksi media pers Tanah Air, siang itu menjamu makan siang di resto Jepang, Kisoji Ginza. Itu meeting point sekaligus sebelum bertolak ke Bandara Narita untuk terbang kembali ke Jakarta petang hari.

Lokasi resto di jantung Ginza, kawasan perbelanjaan elit di Tokyo yang berdiri sejak tahun 1612. Kawasan yang waktu itu di bawah kepemimpinan Tokugawa, mulanya adalah pusat pencetakan uang perak Jepang.

Perputaran gaya hidup di Ginza membawa Ginza kelak menjadi kota terdepan di Jepang komplit dengan kelengkapan hidup modern. Tidak hanya menginspirasi orang Jepang, Ginza bahkan menjadi pusat barang-barang impor asal Eropa, terlebih di dunia fesyen dan gaya hidup.

Car Free Day Ginza

Hari itu pas Car Free Day di kawasan itu. Artinya, dari pukul 11 siang hingga pukul 5 sore jalan utama Ginza bebas asap dari knalpot kendaraan. Bebas beraktivitas di tengah jalan sepanjang Ginza.

Di beberapa lokasi, seperti di depan butik Channel dan butik Louis Vuitton dipasang beberapa payung dengan kursi duduk untuk pengunjung bersantai. Lihatlah atraksi para wartawan pemimpin redaksi yang mengikuti press tour Astra International yang dipimpin oleh Boy Kelana Soebroto.

Wartawan legendaris Karni Ilyas duduk di kursi di tengah jalan, hanya saja tidak dengan kepul asap karena di kawasan itu dilarang merokok. Pemred Investor Trust, Primus, pimpinan Kompas Budiman Tanuredjo, Pemred JakTV Timbo Siahaan, dan Atmaji Sapto Anggoro dari Dewan Pers malah duduk lesehan. Mungkin kangen kebiasaan di kampung. Ketua Forum Pemred Arifin Asydhad, Kemal Gani (SWA), Ihsan (Warta Ekonomi), Uni Lubis, Rosianna Silalahi, Petty Fatimah, dan Regina dari Astra mengesplore kawasan CFD itu.

Saya memang lebih dulu dua jam dari rombongan berangkat ke Ginza demi Bao-bao pesanan istri. Rombongan besar baru tinggalkan hotel pukul 12 siang. Saya ditemani Gaudensius Suhardi (Media Indonesia). Saking penasaran Bao-bao, sampai lupa janji menunggu Karni Ilyas di smoking room.

Di beberapa tempat, termasuk di kota Nagoya saya memburu tas desain Issey Miyake yang sangat populer di dunia itu. Barangnya ada dipajang di beberapa butik yang saya datangi, tapi sold out. Artinya, yang dipajang hanya sampel untuk melayani pesanan bulan berikutnya.

Baca Juga:  Athirah Human Capital Awards 2024: Apresiasi untuk Guru dan Karyawan Berprestasi

Tas itu memang unik, harganya jauh di bawah harga tas brand Eropa. Issey Miyake menciptakan Tas Bao-bao dari kain mesh yang dilapisi dengan segitiga kecil berwarna-warni dari polivinil. Tas ini telah lama menjadi aksesori pilihan bagi industri kreatif.

- Iklan -

Apakah “menghilangnya” Bao-bao sebuah strategi marketing mengikuti brand Eropa?

Uni Z Lubis pemred IDN Times dan Petty S Fatimah pemred Femina yang juga pengamat mode, menampiknya. Keduanya melihat alasan kematian Issey Miyake tahun lalu yang mendorong konsumen untuk kembali memburu karya desainer Jepang asal Hiroshima yang meninggal dunia pada 5 Agustus 2022 di Tokyo. Issey Miyake wafat dalam usia 84 tahun, akibat kanker hati.

Perburuan Bao-bao ini memang urusan “sayang istri”. Tapi jangan khawatir, urusan itu tidak akan menimbulkan persoalan besar bangsa seperti yang terjadi dan menjadi perbincangan seru di Tanah Air saat ini. Gegara pemimpin sayang anak dan keluarga rusak aturan negara dibuatnya.

Beberapa butik yang mengoleksi karya Issey Miyake saya masuki di Ginza. Termasuk pameran instalasinya, tapi tak juga dapat. Sold out, ucapan seragam itu disampaikan penjaga butik.

Tinggalkan urusan Bao Bao sejenak. Mari bergabung ke CFD. Selagi melenggang di jalan, saya sempat juga dibuat “sebel” seorang pria tetiba memotong jalan dan berhenti di depan saya. Waduh! Apakah ini Yakuza? Jantung rasanya mau copot. Apalagi baru semalam dengar cerita Mendy, guide dari Golden Rama, bercerita soal sepak terjang Yakuza.

Baca Juga:  Wamen Komdigi Dorong Pengusaha Nahdiyin Terapkan Lima Teknologi Global

Untung saja si penghadang cepat membalikkan badannya, sambil tertawa. Dan, langsung berselfie dengan kameranya. Hahh! Heru San, rupanya. Sahabat Nihonjin ( orang Jepang ) yang satu ini belasan tahun bekerja di Indonesia yang keramahannya lebih Indonesia daripada orang Indonesia.

Heru salah satu petinggi di Panasonic Gobel Indonesia. Dia rupanya sedang bersama Hengky Sanjaya dan keluarga yang menggunakan salah satu payung tempat duduk di tengah jalan Ginza. Hengky, pengusaha, juga agen peralatan broadcast Panasonic di Tanah Air. CFD mempertemukan kami dengan banyak orang Indonesia yang tengah melancong di Jepang.

Orang layak berterima kasih kepada pencetus pertama CFD di tahun 1956 sebagai sebuah kegiatan kampanye untuk mengurangi tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di seluruh dunia akibat kendaraan bermotor. Dimulai pada 25 November 1956, Belanda melaksanakan Car Free Day setiap hari Minggu, kemudian Prancis pada tahun 1995 dengan Green Transport Week di kota Bath. Semua masyarakat turun ke jalan untuk merayakan acara tersebut. Begitulah perjalanan panjang Car Free Day , yang pada akhirnya diperingati setiap tanggal 22 September di seluruh dunia.

Di Jakarta sendiri Car Free Day pertama kali dimulai tahun 2002 dengan penutupan jalur Sudirman – Thamrin memanfaatkan momen hari bumi 22 September. Kegiatan itu hingga kini terus berlangsung setiap Sabtu dan Minggu setiap pekan.

Kembali ke urusan Bao Bao. Akhirnya saya menemukan tas itu di butiknya di Bandara Narita yang berada di dekat Gate 58, ruang tunggu keberangkatan maskapai ANA NH 835. Satu jam sebelum boarding. Artinya, perjuangan gigih untuk menyenangkan istri, berhasil. Saya ulangi, jangan khawatir urusan keluarga ini urusan rakyat biasa. Tidak berdampak pada urusan bangsa dan negara yang memicu sumpah serapah orang satu negeri. (*)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU