Jakarta, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Mewabahnya virus corona di Indonesia telah menyebabkan kelangkaan dan lonjakan harga masker di pasaran. Dampak kelangkaan dan lonjakan harga masker juga dirasakan para dokter gigi yang membuka praktik perawatan dan pengobatan gigi di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Padahal, dokter gigi merupakan garda terdepan yang melakukan kontak langsung dengan pasien. Seperti yang dilansir Kompas.com dalam mewawancarai dua dokter gigi yang kesulitan akibat kelangkaan dan lonjakan harga masker di pasaran. Dokter gigi yang pertama kami wawancara adalah Suci Sandra, Sp.KG. Dia membuka praktik perawatan dan pengobatan gigi di wilayah Condet, Jakarta Timur.
Suci bercerita dia telah mengalami kelangkaan masker sejak isu virus corona masuk ke Indonesia pada Februari lalu. Kendati demikian, dia masih bisa menemukan masker di pasaran dengan harga tinggi. Padahal, masker merupakan alat perlindungan penting bagi seorang dokter yang berinteraksi dengan pasien dalam radius kurang dari satu meter. “Untuk kelangkaan masker sudah terasa sejak awal Februari ya, sejak dah ada kasus virus corona dari negara lain.
Padahal untuk dokter gigi, jaraknya cuma sejengkal dari pasien (saat praktik perawatan atau pengobatan gigi),” kata Suci. Tak banyak yang bisa dilakukan Suci untuk menghadapi kelangkaan masker di pasaran. Dia bersama para dokter gigi lainnya di tempat praktiknya hanya memanfaatkan stok masker yang tersedia. Suci bisa saja membeli masker dengan harga murah yang dijual di pasaran. Namun, dia tak mau ambil risiko karena dia belum bisa menjamin keaslian masker-masker yang dijual dengan harga murah itu.
Selama ini, lanjut Suci, tempat praktiknya selalu berlangganan masker dari sebuah perusahaan distributor masker yang dijamin keaslian dan keamanannya. “Kalau sekarang ini masih mengandalkan stok (masker) yang ada. Jadi, kan memang kalau praktik itu, kita stok barang-barang (masker) dan alat perlindungan diri,”
ungkap Suci. “(Kalau beli masker yang dijual murah di pasaran) takut juga, takut enggak terjamin karena banyak yang bekas,” lanjutnya. Senada dengan Suci, dokter gigi lainnya yakni Nena Febrina juga mengeluhkan kelangkaan dan lonjakan harga masker di pasaran. Padahal, setiap hari, Nena harus berinteraksi dengan para pasien di klinik giginya di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan. Nena menjelaskan, kelangkaan masker telah dirasakan sejak awal Februari hingga kini.
Bahkan, harga satu boks masker mencapai Rp 250.000. “Sampai sekarang makin parah sih, agak susah banget untuk mendapatkan masker. Harga satu boks masker dulu (sebelum mewabahnya virus corona) paling mahal Rp 50.000, sekarang tiba-tiba bisa Rp 250.000 per satu boks,” ujar Nena. Sulit Diterapkan Sama seperti Suci, Nena juga harus bertahan dengan stok masker yang disediakan oleh perusahaan distributor.
Dia tak mau menanggung risiko membeli masker yang dijual dengan harga murah, tetapi kualitasnya belum terjamin. Beberapa rekan kerja Nena bahkan rela menggunakan masker kain saat mengobati pasien. Tak jarang, Nena juga rela antre di supermarket untuk mendapatkan masker yang dijual dengan harga tinggi. Pembatasan pembelian masker juga dikeluhkan oleh Nena.
Pasalnya, stok masker di pasaran belum terjamin, tetapi pemerintah telah membatasi pembelian masker untuk masyarakat termasuk tenaga medis. “Akhirnya kita mencoba untuk mencari (masker) ke supermarket-supermarket dengan harga promo, harganya masih masuk akal. Tapi kan di supermarket itu pembatasan pembelian per konsumen, itu yang bikin susah,” ujar Nena. “Teman-teman masih kesusahan nyari masker, apalagi sekarang makin gila harganya,” lanjutnya. Seperti diketahui, penyebaran virus corona yang semakin meluas di Indonesia telah menyebabkan kelangkaan dan lonjakan harga masker di pasaran.
Adapun, jumlah pasien positif terjangkit virus corona di Indonesia bertambah menjadi 117 kasus hingga hari Minggu (15/3/2020). Juru bicara penanganan virus corona Achmad Yurianto mengatakan, angka ini bertambah 21 kasus baru dari pengumuman yang dilakukan kemarin. Penambahan kasus salah satunya ditemukan di Jakarta yang merupakan hasil penelusuran terhadap kontak dari kasus sebelumnya. “Per hari ini dari laboratorium yang saya terima pagi, hari ini kita dapatkan 21 kasus baru di mana 19 di antaranya di Jakarta, 2 di Jawa Tengah,” kata Yuri seperti dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, Minggu 15/3/2020. (WLD)