Ayu terlihat begitu antusias menceritakan desa tersebut, sementara Nur, ia merasa tidak nyaman.
Sebenarnya banyak hal yang membuat Nur merasa bimbang, salah satunya tentang lokasi, waktu dan sebagainya. sSejujurnya, ini kali pertama Nur pergi ke arah etan (daerah Timur). Sebagai perempuan yang lahir di daerah kulon (daerah Barat) ia sudah banyak mendengar rumor tentang daerah etan, salah satunya tentang kemistisanya.
Keadaan mistis bukan hal yang baru bagi Nur, bahkan ia sudah kenyang dengan berbagai pengalaman akan hal tersebut. Saat menempuh pendidikanya sebagai seorang santriwati, ia sering mengabaikan perasaan tidak bisa yang mucul karena kebetulan semata. Namun anehnya malam ini, belum pernah Nur merasa setidak enaknya seperti saat itu
Benar saja, perasaan tidak aneh itu terus bertambah seiring dengan mobil yangv erus melaju. Salah satu pertanda buruk terjadi adalah ketika, sebelum memasuki kota J, dimana tujuanya kota B, Nur melihat kakek-kakek yang meminta uang di persimpangan ia seakan melihat Nur dengan tatapanya yang prihatin.
Tak hanya itu saja, si kakek, mengelengkan kepalanya seolah memberikan isyarat pada Nur yang ada didalam mobil, agar mengutungkan niatnya.
Namun, Nur, tidak bisa mengambil keputusan apapun, sebab ada temanya yang lain yang menunggu kabar baik dari observasi hari ini.
Hujan tiba-tiba saja turun, tanpa terasa, 4 jam lebih perjalanan tersebut telah ditempuh. Mobil berhenti di sebuah rest area yang sepi, sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan. Di tengah hutan yang gelap, Nur mendengar yang memanggil-manggil namanya.
“Hutan. desa ini ada di dalam hutan” kata mas Ilham.
Nur tidak berkomentar, ia hanya berdiri di samping mobil yang berhenti di tepi sebuah jalan hutan ini. Hutan tetsebut merupakan sebuah hutan yang sudah di kenal oleh masyarakat Jawa Timur.
Tidak lama kemudian, terlihat nyala lampu dan suara motor. mas Ilham, melambaikan tanganya.
“iku wong deso’ne, melbu’ne deso kudu numpak motor, gak isok numpak mobil soale” (itu orang desanya, masuk desanya harus naik motor, mobil tidak bisa masuk soalnya)
Nur dan Ayu kemudian mengangguk, pertanda ia mengerti. Tanpa berpikir panjang, Nur sudah duduk di jok belakang seoeda dan mereka pun berangkat. Perjalanan kini mulai memasuki jalan setapak.
Dengan tanah yang tidak rata, membuat Nur harus memegang dengan kuat jaket bapak-bapak yang memboncengnya. Terlihat tanah masih lembab, di tambah dengan embun fajar juga sudah terlihat disana-sini memenuhi pepohonan rimbun.
Tiba-tiba Nur, melihat sesosok wanita yang sedang menari di atas batu. Seakan menyambut dirinya yang datag di desa tersebut. Penari itu kilatan matanya tajam, dengan paras elok nan cantik. Kemudan si Wanita, tersenyum seolah sedang menyambut tamu yang sudah ia tunggu.