Sementara Nur masih bisa melihat temanya, Widya yang memasang wajah tidak nyaman. Nur hanya bisa berdoa, bahwa mereka berangkat dengan utuh dan semoga, pulang dengan utuh juga. Akan tetapi, tidak ada yang tahu doa mana yang akan di ijabah oleh tuhan.
Di tengah perjalanan erimis mulai turun, Nur hanya melihat ke jalanan yang lengang. Tepat di pemberhentian lampu merah, ada seseorang menggebrak kaca mobil Elf’nya. Nur begitu terkejut sampai tersentak mundur dari kursi mobil. Nur melihat pengemis tua yang terus menggebrak kaca mobil, membuat semua orang yang ada didalam mobil kebingungan.
Termasuk si sopir yang kemudian berteriak agar lelaki tua itu berhenti sembari melemparkan uang recehan. Dari bibir orang tua itu Nur melihat ia berucap
“ojok budal ndok” (jangan berangkat nak) suaranya terdengar familiar, seperti suara wanita tua.
Namun mereka menghiraukannya, hingga sampailah mereka ditempat pemberhentian. Setelah menunggu, terlihat rentetan cahaya motor mendekat dari seberang jalan setapak, lalu Nur mengatakanya. “iku wong deso sing nyusul rek” (itu orang dari desanya yang jemput kita kawan)
Tanpa membuang waktu, mereka pun melanjutkan perjalan. Jalanan setapak, dengan lumpur karena gerimis, pohon besar dan gelap dengan kabut disana-sini, mewarnai sepanjang perjalanan mereka.
Saat itu, hanya terdengar suara motor berderu tanpa ada suara binatang malam atau yang lainnya. Namun, semua berubah ketika tiba-tiba saja dari jauh terdengar suara gamelan jawa. Suaranya terdengar sayup-sayup jauh. Namun, semakin lama semakin terdengar jelas. Nur pun mengamati tempat itu, kemudian aroma bunga melati tercium menyengat di hidungnya.
Ia masih mencari, dari mana sumber suara itu terdengar. Nur kemudian melihat seorang wanita menunduk dengan melenggok-lenggokan lhernya tepat di antara rerumputan di samping jalan setapak. Dilanjtkan dengan ayunan gerakan tangan dan lenganya, yang bergerak seirama dengan suara gamelan, Nur menyadari bahwa wanita itu menari.
Ia menari di tengah malam, di tengah kegalapan hutan yang sunyi dan senyap. Terlihat gerakanya begitu anggun, meski motor terus bergerak melaju ke desa tukuan. Nur bisa melihat dengan jelas, ia menari dengan sangat mempesona, seakan-akan ia bertunjuk untuk sebuah panggung yang tidak bisa Nur lihat. Siapa yang menari di malam buta seperti ini. Nur pun terdiam dalam kengerian yang ia rasakan sendirian.
Ketika motor berhenti dan sampailah di desa, Nur tidak mengatakan apapun. Ia lantas melihat pak Prabu menyambut mereka. Saat pak Prabu mempersilahkan mereka ke tempat peristirahatan selama di desa ini, Widya tiba-tiba mengatakanya.
“Pak, kok Deso’ne pelosok men yo”
(Pak, kok desanya jauh sekali ya)
“pelosok yo opo to mbak, wong tekan dalam gede mek 30 menit loh” (pelosok darimana sih mbak, orang dari jalan raya hanya 30 menit saja lo)