Cerita Lengkap KKN di Desa Penari Versi Nur 

Ayu pergi, meninggalkan Nur. Sementara Nur, tidak mungkin menceritakan apa yang ia lihat, Ayu bahkan tidak percaya dengan hal yang ghaib. Di sini Nur pun mengalah lagi.

“Nur” Widya memanggil, Nur pun menatap wajahnya yang sayu, tampak ia baru saja menangis. Tidak aneh memang, siapa yang tidak akan menangis bila merasakan hal yang bahkan tidak masuk akal seperti itu. “isok gak, aku jalok tulung” (bisa aku minta tolong) ucap Widya.

“tolong, ojok ceritakno yo, soal aku krungu gamelan mau, gak enak ambek warga kampung, kene kan tamu nang kene” (tolong jangan ceritakan ya, soal tadi, soal aku dengar gamelan, aku gak enak kalau sampai kedengaran warga desa, kita kan tamu disini) Nur pun hanya mengangguk.

Namun, sebelum Widya beranjak dari tempatnya, Nur tiba-tiba mengatakanya. “Wid, asline aku mau yo krungu suara iku mau, malah, aku ndelok onok penari’ne nang pinggir tulangan mau” (Wid, sebenarnya, aku juga mendengar suara gamelan itu, malahan aku melihat ada yang menari disana)

Widya yang mendengar itu dari Ayu, seakan tidak percaya. Mereka pum seketika terdiam cukup lama, bingung harus bereaksi seperti apa.

“Wes, Nur, jogo awak dewe-dewe yo, insyallah, gak bakal onok kejadian opo-opo nek kene hormat lan junjung unggah-ungguh selama nang kene”

“(sudah Nur, jaga diri baik-baik, ya, insyallah, gak bakal terjadi apa-apa, kalau kita hormat dan menjunjung sopan santun selama tinggal di tempat ini)” ucapan Widya setidaknya membuat Nur sedikit lebih legah.

Malam itu, Nur tidak menceritakan tentang sosok Hitam yang mengintai mereka. Pada Malam pertama, Nur, Ayu dan Widya tidur dalam satu kamar yang sama. Mereka sepakat untuk menggelar tikar, dengan posisi Nur ada di tengah. Sementara Ayu dan Widya ada disamping kanan dan kiri Nur.

Saat mejamkan mata terdengar binatang malam bersahut-sahutan, berlomba untuk menunjukkan eksistensinya. Nur tidak bisa tidur, kemudian ia melihat 2 sahabatnya sudah tertidur lelap, ia terjaga sendirian menatap langit-langit yang berupa genting hitam dengan sarang laba-laba.

- Iklan -

Rumah desa, tentu saja begini, pikir Nur, memaklumi, sekat kamarpun tidak menyentuh langit kamar, jadi Nur bisa melihat celah disana. Ketika ia memikirkan kejadian hari ini, Nur tiba-tiba tersadar bahwa suara riuh binatang malam sudah tidak lagi terdengar lagi. Kini berganti dengan suara sunyi yang memekik membuat telinga Nur menjerit dalam ketakutan.

Perasaan tidak enak, tiba-tiba muncul begitu saja membuat Nur, lebih waspada. ketika pandanganya, mencoba mencari cara untuk mengurangi rasa takutnya, di tengah cahaya lampu petromax yang memancarkan sinar temaram, di sudut sekat kamar ada sosok bermata merah mengintipnya.

Nur tercekat, ia kemudian mundur menutupi wajahnya dengan selimut yang ia bawa. Penampakan wajahnya terbayang di dalam kepala Nur. Dengan mengingatnya, benar-benar membuat debar jantung di dadanya, berdegup kencang. ia masih ingat, tanduk kerbau yang menempel di kepalanya serta pancaran amarahnya seolah membuat Nur semakin tersudut dalam ketakutan.

Dengan spontan, Nur pun mulai membaca ayat kursi. Namun, di setiap ia menyelesaikan satu panjatan doa, diikuti oleh suara papan kayu yang di gebrak keras dengan serampangan.

Nur mulai menangis, ia tahu makhluk itu masih disana. Seakan tidak terima dengan apa yang ia lakukan, meminta bantuan kepada tuhan. Tepat ketika isi hati Nur menjerit, perlahan suara itu pun menghilang berganti dengan keheningan.

Nur terbangun ketika subuh memanggil, ia masih belum mengerti dengan kejadian semalam. Apakah itu mimpi atau benar-benar terjadi, yang ia tahu ia harus menjalankan tugasnya sebagai seorang muslimah yang taat. Ia kemudian mengerjakan sholat subuh.

Nur, berusaha meyakinkan dirinya tidak akan bercerita bahkan kepada 2 sahabatnya, atas apa yang barusaja menimpanya.

Pagi harinya pak Prabu mengumpulkan semua anak. mengatakan bahwa hari ini, ia akan memperkenalkan keseluruhan desa dan mana saja yang bisa di jadikan proker untuk mereka kerjakan sesuai kesepakatan per anak di kelompok tersebut.

Pak Prabu menjelaskan sembari berjalan, sementara menyusuri desa anak-anak mengikutinya. Mereka merasa tidak ada yang menarik dari penjelasan pak Prabu tentang desa itu, bahkan pak Prabu terkesan seakan menyembunyikan sejarah desa itu.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU