Judul Buku: RUPAMA (Dongeng Pengantar Tidur) Jilid I
Penulis: Zainuddin Tika, Adi Suryadi Culla, Hamzah Daeng Temba, Yahya Syamsuddin
Penerbit: Lembaga Kajian Sejarah Budaya Sulawesi Selatan
Jumlah Halaman: 94 halaman
Tahun Terbit: 2019
Jenis Buku: Cerita Anak
Diresensi oleh: Tulus Wulan Juni [Pustakawan Dinas Perpustakaan Kota Makassar]
Buku dapat dibaca di: Dinas Perpustakaan Kota Makassar [Koleksi Deposit]
Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id – Sulawesi Selatan memiliki banyak cerita rakyat dan oleh orang tua dahulu selalu dituturkan kepada anak-anaknya sebelum tidur atau untuk memberi semangat saat mereka membantu orang tuanya bekerja.
Cerita lisan ini dihimpun oleh empat penulis yang rata-rata mereka adalah seorang penulis dan jurnalis dalam sebuah buku yang diberi judul Rupama atau yang diartikan sama dengan Dongeng.
Buku yang merekam cerita rakyat dengan latar belakang kehidupan masyarakat dahulu di kerajaan Gowa dan sekitarnya ini mengandung unsur pendidikan yang sarat makna, sejarah dan budaya. Sehingga Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa pun dalam sambutan di buku ini mengharapkan agar Kepala Sekolah dan guru-guru di Kabupaten Gowa mulai dari tingkat SD, SMP dan SMA menjadikan buku ini sebagai muatan lokal di Sekolah.
Buku Rupama jilid I ini terdiri dari 15 cerita dan setiap cerita diakhiri dengan pesan moral sehingga setiap pembaca dapat mengetahui hikmah dibalik cerita rakyat tersebut.
Cerita pertama dibuka dengan kisah Karaeng Sinrik Jala Penguasa Sungai Tallo. Nah, yang sering penasaran dengan kemunculan cerita buaya putih dan buaya hitam di Sungai Tallo Makassar dapat membaca kisahnya di buku ini.
Cerita Kedua Pung Darek-Darek Na Pung Kura-Kura atau persahabatan Monyet dan Kura-Kura yang masing-masing menanam pohon pisang. Namun si Monyet berhati jahat dan memperdaya si Kura-Kura. Untunglah kepiting memberi pelajaran sehingga si Monyet sadar akan perbuatannya.
Cerita fabel ini menarik bagi anak-anak dan tentunya lucu.
Cerita ketiga tentang Legenda Putri Anak Sappu yang konon mereka disebut Anak Sappu karena disemburkan oleh anak panah (sappu) karena tidak sengaja memainkan senjata sakti milik Kerajaan Bajeng yang diambil oleh Kerajaan Gowa melalui Karaeng Galesong.
Kisah ini meninggalkan jejak sejarah seperti Kerajaan Bontobiraeng yang sekarang menjadi sebuah kelurahan dan jejak Kerajaan Bajeng yang kini menjadi kecamatan Bajeng di Kabupaten Gowa.
Cerita keempat mengisahkan putra dan putri raja yang hampir tidak bisa bertemu diakibatkan niat jahat I Oro yang bermuka dan berhati jelek yang ingin bersanding dengan putra raja.
Cerita ini sangat seru namun ada unsur kekerasan dalam cerita ini yang seharusnya bisa diminimalisir jika akan diceritakan kepada anak-anak.
Cerita kelima tentang kisah cinta I Fatimah yang memiliki gelar Tabbu Te’nena Sanrangang di Negeri Sanrangang.
I Fatimah jatuh hati dengan I Maddolangang anak petani miskin yang lihai bermain bola raga. Kisah cintanya nyaris seperti Siti Nurbaya namun akhirnya bisa bersama.
Cerita keenam kisah I Dayang Mulli dan I Lailara. Kisah ini bisa menguras air mata bagi yang membacanya sama dengan kisah dicerita keduabelas yakni Kisah Putri yang Terbuang.
I Mulli dan I Lailara serta Putri Bunga dan Putri Bulang kisah kecilnya sangat menyedihkan namun dengan usaha kerasnya setelah dewasa mereka bisa hidup bahagia.
Cerita ketujuh mengisahkan seorang petani miskin bernama I Lajana. Kisah petani miskin ini sama dengan Basora dicerita ketiga belas yang berjudul Si Miskin dan Dewi Sri dan cerita ke empat belas yang berjudul Rante-Rante Patola. Namun cara memperoleh kesuksesan ketiganya berbeda.
I Lajana memiliki akal licik untuk meraih keberhasilan sedangkan Basora dan Rante Patola sebaliknya dengan usaha kerasnya.
Cerita kedelapan, kesebelas dan kelima belas sedikit berbeda dibandingkan dengan cerita lainnya. Selain alur ceritanya lebih pendek, pembaca sebenarnya masih dibuat penasaran dengan judul ceritanya.
Seperti Cerita kesebelas, Lima Pendekar Alam ternyata isinya kisah tentang Raksasa beserta keluarganya. Walaupun begitu ketiga cerita ini menggambarkan sebuah daerah kita dimasa lampau.
Kisah kesembilan menceritakan Raja Kerbau yang bernama I Tambak Laulang. Jika I Tambak Laulang sedang berjalan semua kerbau yang melihat pasti mengikutinya, wow..hebat dan juga lucu seperti kisah yang ke sepuluh, Kisah persahabatan I buta dan I Peso atau Si Buta dan Si Lumpuh yang bisa mengalahkan raksasa.
Semua kisah yang tertulis dibuku ini sebenarnya sudah dilengkapi gambar ilustrasi namun gambar yang digunakan belum kuat untuk menggambarkan ilustrasi sesuai dengan tokoh yang diceritakan dan mungkin nantinya butuh seorang ilustrator agar pembaca khususnya anak-anak lebih mudah memahami isi buku.
Tetapi untuk orang tua, guru dan terlebih para pendongeng, kisah-kisah ini sudah cukup sebagai bekal memulai aksi melanjutkan peran orang tua kita dahulu, menebarkan kebaikan melalui pesan dari sebuah cerita.(*)