Disini Jihad Akan Kutunaikan

Dari mesjid, Lukman menyaksikan itu semua. Keberingasan massa, kerusakan yang diakibatkan, dan ketakutan yang ditimbulkan. Matanya nanar dan mulutnya desiskan kemuliaanNya. Kenangan masa kecil pun melintas. Kejadian yang sama hanya tidak seanarkis seperti ini. Dan, ingatan masa kecil itu pula yang memintanya agar segera bertindak, seperti almarhum bapak.

Diliriknya jam. Sudah waktunya juga, ia menggumam kemudian berjalan ke pengeras suara. Adzan untuk waktu shalat Dzuhur. Mengucap bismillah dan mata terpejam, Lukman mengumandangkan adzan dengan segenap hati dan jiwanya. Beri hamba kekuatan Ya Rabb…

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar
Asyhadu allaa illaaha illallaah
Asyhadu allaa illaaha illallaah
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah

Lafadz adzan mengalun, mengalir dari pengeras suara yang disetel tinggi. Merdu getarkan hati. Lukman mengumandangkan setiap lafadz Adzan dengan segala kemampuannya; perlahan, dengan kekuatan nafas, serta ketepatan dan keindahan tartil guna memohon pertolonganNya atas apa yang sedang terjadi.

Hayya ‘alashshalaah
Hayya ‘alashshalaah
Hayya ‘alalfalaah
Hayya ‘alalfalaah
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar
Laa ilaaha illallaah

Dan semesta seolah menjawab. Hening yang tetiba tercipta. Angin menyemilir lembut mengusap. Perlahan sinar matahari tak lagi mulai terik menyengat karena awan yang menggemawan. Riuh teriakan, tangisan, raungan mesin, dan sirene perlahan mengecil kemudian memudar. Satu dua orang mulai menghentikan aktivitas merusaknya, diikuti yang lain, yang lain, dan yang lainnya. Keindahan kumandang Adzan yang meneduhkan dan mampu redam keberingasan.

Diakhir Adzan seusai berdoa, Lukman mengajak massa pendemo untuk shalat berjamaah atau sekedar beristirahat di mesjid. Mengambil air wudhu, atau sekedar membasuh wajah dan diri. Lukman bicara dengan sepenuh hati agar situasi mereda, dan keanarkisan tidak menjadi-jadi. Suara yang tenang, lembut, dan tulus mampu menaklukkan massa pendemo. Mereka menghentikan semua aktivitas

anarkisnya lalu berjalan pelan masuk ke mesjid. Sebagian mengambil air wudhu sebagian lain duduk dan beristirahat. Motor-motor pun turut masuk ke halaman, berparkir rapi satu per satu. Marbot dibantu beberapa orang sibuk mengeluarkan beberapa dus air mineral. Senyum lebar turut menyambut tetamu di rumahNya.

“Mari bapak-bapak, saudara-saudara sekalian, kita shalat berjamaah. Berdoa memohon kebaikan dan pertolongan karena hanya DIA yang maha segalanya”, ajak Lukman. Sebagian besar pendemo adalah warga desa yang mengenal Lukman sebagai ustad, mulai berdiri membentuk shaf setelah marbot mengumandangkan Iqomah. Lukman pun mengimami Shalat Dzuhur berjamaah. Di luar, Tim Pemadam Kebakaran, sekuriti dibantu pekerja perusahaan bekerja memadamkan api, membersihkan puing, kaca, dan sesampahan.

- Iklan -

Seusai shalat, jamaah meminta Lukman untuk memfasilitasi dialog dengan manajemen perusahaan. Lukman menyanggupi dengan catatan harus kondusif. Pihak manajemen dihubungi dan berkenan hadir lalu duduk sama-sama di mesjid, muslim- nonmuslim. Beberapa staf yang muslim menunaikan kewajibannya terlebih dahulu.

“Mohon maaf yang sebesar-besarnya, tadi itu bukan kami ingin lari dengan masuk ke dalam kantor, tapi kami perlu menghubungi kantor pusat sebelum mengambil keputusan tapi sekuriti kami yang terlalu protektif. Sekali mohon maaf dan ini kesepakatannya. Bla bla bla… Gimana menurut bapak dan saudara-saudara sekalian?”, Manajer Kebun memberi sambutan sekaligus penjelasan dan penegasan melalui pertanyaan penutup. Terdengar gumaman. Dan kesepakatan pun diperoleh. Lukman diminta menjadi saksi atas kesepakatan tersebut.

“Terima kasih Pak Ustad atas bantuannya. Terima kasih atas suara Adzan yang benar-benar bikin aku merinding, bergetar, bahkan bisa redam emosi orang. Tengok, bahkan alam pun turut mereda. Saya bersyukur dan berterima kasih. Keindahan beragama yang nyata kurasa”, kata Manajer Kebun dengan logat Bataknya. Orang-orang pun turut menyalami dengan penuh hormat.

Lukman bersyukur atas karuniaNya. Sejak itu, jamaah mulai banyak yang hadir saat shalat dan pengajian. Dukungan untuk meningkatkan kehidupan beragama di lingkungan perusahaan pun mengalir, termasuk kegiatan silaturahmi dengan desa- desa di sekitar perusahaan serta program untuk kepemudaan. Ia pun mengajak serta Pak ‘Tua’ Lamhot Pendeta untuk menyusun program sesuai keimanan masing-

masing. Jalan menunaikan jihad semakin terbuka meskipun Lukman marfhum, masih butuh waktu, kesungguhan, dan bantuan karena jihadnya adalah serangkaian proses yang bergerak dinamis. Lukman yakin mampu melalui karena—mengutip bapak— disinilah ladang jihadnya.

Tetap bertahan. Kamu mungkin tidak merasa lebih baik, tetapi akan menjadi lebih kuat. Terima apa yang terjadi. Lepaskan apa yang ada di luar kendalimu. Rangkullah saat ini, keluarlah dari kepompongmu, perkuat sayapmu, berevolusi untuk terbang lebih tinggi”, demikian pesan Prabhjot Sawhney.

Inspirasi dari kisah yang hampir sama saat enam tahun hidup di perkebunan sawit era 2000an

Penulis : Imam Suyudi

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU