“Shil, ikut aku,” ajaknya sembari menarik tanganku
“Eh, eh, lepas! Anda mau bawa saya ke mana?” protesku, berusaha melepaskan genggamannya.
“Hm!” ia hanya berdehem.
“Saya tanya, Anda mau bawa saya ke mana? Lepas! Tangan saya sakit, tau gak!” tuturku, dengan sedikit meninggikan suara sembari terus berusaha menarik tanganku.
Tapi apalah arti tenaga seorang wanita jika dibandingkan dengan tenaga seorang Hamdan Althaf.
“Hei, Nona!” membalikkan badannya.
“Jangan pernah meninggikan suaramu jika di hadapan ku. Ingat itu!” bentaknya dengan mengangkat jari telunjuknya kemudian diarahkannya kepadaku.
“Hei, tuan Hamdan Althaf!” kataku menekankan namanya.
“Tiap orang itu beda-beda. Jangan pernah menyamakan sosok ‘Arshila’ dengan para perempuan yang mendekatimu. Mungkin mereka senang diperlakukan seperti ini, tidak dengan saya!” lanjut ku.
“Sudah kubilang, jangan meninggikan suaramu!” bentaknya kembali, dengan melotot kan matanya.
Belum selesai pertengkaran diantara kami, tiba-tiba datang sosok wanita yang tak lain adalah teman dari Hamdan.
“Hamdaaannn” teriak wanita itu.
Sosok yang dipanggil pun sama sekali tak menghiraukan. Ia hanya fokus memperhatikan Arshila. Mata yang tadinya menandakan kemarahan, kini menatap gadis itu dengan begitu sayu nya. Inilah yang sering terjadi padanya.
Dimana hatinya penuh amarah, ia akan mencari sosok peneduh itu. Meskipun ia tau konsekuensi jika menemuinya dengan paksa.
“Hamdan.” ulangnya.
“Apa!” jawabnya dengan masih memperhatikan wajah Arshila.
Arshila yang sadar akan tatapan yang diarahkan kepadanya, membuatnya salah tingkah dan berusaha menolak temu pandang itu.
Hamdan yang melihat gerak-gerik Arshila, hanya menyeringai dan kemudian ia pun membalikkan badannya ke arah ‘Asha’, ya, itulah nama wanita yang meneriakkan nama Hamdan.
“Dan,” kembali ia menyebut nama lelaki yang menjadi incarannya.
“Apa?!” sahutnya.
“Aku mau ngomong sama kamu, ayo ikut aku,” “Ya tinggal ngomong aja disini. Apa susahnya?”
“Ya gak disini. Kamu gak liat ada orang ketiga?” tanpa ia sebut nama pun, Arshila yang sedari tadi hanya menyimak kini merasa tersinggung.
Ingin rasanya ia pergi, tetapi genggaman Hamdan masih begitu melekat pada tangannya yang tak bisa ia lepaskan.
Asha mungkin tidak menyadari hal itu, hingga entengnya menyebut kata ‘orang ketiga’
“Terus? Masalahnya dimana?” tanya Hamdan.
“Tolong lepaskan tangan saya,” bisik ku sedikit berjinjit.
Setelah mendengar kalimat itu, bukannya melepaskan justru ia semakin mempererat genggamannya yang membuat Arshila semakin kesakitan.
“Lepas!” mendengar kata itu, Asha langsung melihat ke arah tangan keduanya. Merasa kesal dengan tingkah Hamdan yang seolah acuh tak acuh akan kehadirannya dan malah asyik menggenggam tangan Arshila, “Hamdan! Kamu apa-apaan sih!” ujar Asha kesal.
“Why? Memangnya aku kenapa?” jawabnya enteng. Kesal dengan jawaban itu, Asha, mau tidak mau maju selangkah dan dengan sigapnya berusaha memisahkan tangan keduanya. “Asha! Pergi!” bentaknya dengan mendorong Asha.
Terkejut mendengar bentakan dan perlakuan kasar itu, nyalinya seketika menciut. Ia pun mundur secara perlahan. Kemudian melangkah pergi meninggalkan keduanya. “Jahat kamu, Hamdan!” hanya itu kalimat yang mampu ia ucapkan.
Bukan cuma Asha, Arshila juga terkejut dengan hal itu hingga ia terdiam beberapa saat. Rasanya hatinya begitu tersayat. Entah kenapa, tapi ia tidak menerima jika Hamdan membentak apalagi berlaku kasar kepada wanita.
“Dia seorang wanita, kenapa kamu berlaku kasar?” ucap Arshila tanpa sadar.
Hamdan yang mendengar kalimat itu langsung menoleh, dan mendapati sosok Arshila dengan pandangan kosong. Hingga beberapa detik air matanya luruh seketika.
Perlahan tubuhku menjadi lemah, penglihatan ku pun menjadi buram.
“Arshila…Shil..Shila, ka-kamu kenapa? Ayo bangun. Buka mata lebar mu itu. Hei, Shila.” hanya ini yang mampu aku dengar sebelum akhirnya semuanya menjadi gelap.
Mendapati Shila di pangkuannya yang semakin tak sadarkan diri, Hamdan otomatis langsung membopong tubuhnya.
“Shila, kamu harus bertahan. Maafkan aku,” ujar ku penuh penyesalan.