Pernah tidak kamu merasakan hatimu hampa? Kayak yang di lagu ungu itu, di sekelilingmu memang ramai, tapi bagimu tidak, bagi hatimu tidak, semua terasa hambar, kosong, sepi!
Panggil saja aku Dinda, aku punya banyak sahabat yang menurut aku baik, selalu ada untuk aku dan begitupun sebaliknya, aku akan selalu ada untuk mereka, sahabat menurut aku adalah segalanya.
Tapi itu dulu. Sebelum aku terluka. Dan sebelum mereka menyadari. Semua sudah terlambat. Dan hanya penyesalan yang tertinggal.
AMEL
Sahabat aku yang satu ini setiap minggu bisa tiga kali berantem sama pacarnya yang bagiku kekasih hatinya itu super resek, dan ujung-ujungnya lari ke rumah aku nangis dan curhat sampai bodoh. Menurutnya aku yang paling mengerti dia, memberikan dia solusi yang terbaik dan bisa bertahan dengan pujaan hatinya itu.
“Din, entar gue ke rumah lo ya?” kata amel selepas pulang sekolah.
“Ahh lo, kayak baru kenal gue aja, kapan sih lo minta izin dulu kalo mau ke rumah gue, gue tau, lo pasti mau curhat lagi about ayang-ayang lo yang resek itu kan?” tebak Dinda.
“Iih Dinda lo kok bilang si Rehan resek, tapi iya sih,hehehe.”
“Ya udah datang aja, rumah gue selalu terbuka buat lo,” kata Dinda tulus. “Thanks yah Din, lo emang sahabat gue paliiing baik.”
“Hahahhaha,” mereka pun tertawa.
***
DIAN
Nah mahluk yang satu ini sahabat aku yang paling bandel. Dia paling keras kepala dan nggak bisa dibil- angin. Dan lagi-lagi dia cinta mati sama pacarnya yang rada aneh dan mau saja menuruti mau pacarnya itu. Tapi entah kenapa dia mau berbagi cerita sama aku. Katanya aku yang paling bisa ngerti keadaannya dan mampu buatnya semangat.
“ Din, kemarin gue di ajak check in ma Rano,” bisik Dian ketika jam pelajaran.
“ APPAA ???!! “ Dinda setengah teriak tapi masih dalam keadaan berbisik .
“ Gue mesti gimana dong Din? gue takut dia mutusin gue,” rengeknya.
“ Ehh, cinta lo tu bener-bener buta yah, ya tolak dong,” bentak Dinda sewot.
“Nggak bisa Din, gue takut, dan pasti dia nyamperin ke rumah gue, lo tau kan ortu gue masih di luar negeri, bantu gue dong Din, gue juga sebenarnya nggak mau.”
Untung pelajaran kali itu gurunya terlalu baik jadi murid-murid bisa leluasa bercerita dan membuat kegaduhan.
“Saraf tu si Rano, lo juga sih bandel amat dari dulu juga gue suruh putusin dia, ingat nggak sih lo, waktu dia pernah ngasih lo obat, untung aja lo nggak kecanduan,” omel Dinda panjang lebar.
“ Yah mapaf Din, itu kan udah lewat, cepat dong kasih gue solusi.”
“Lo nginap aja di rumah gue sampai bonyok lo pulang, dan inget lo harus putusin dia, titik.”
“……..”
“Lo kok diam sih, nggak mau putusin dia? masih kurang brengsek dia, hah?”
“hhhhfhht,” Dian menghela napas panjang. “ Iya gue mutusin dia.”
“Nah gitu dong, sahabat gue gag boleh ada yang hancur.”
“Makasih yah Din, lo memang sahabat gue yang paling baik.”
“Itu lah gunanya teman.”
***
BELLA
Beh, anak satu ini paling malas yang namanya BELAJAR! nilai dia paling anjlok dan terancam nggak naik kelas, bayangin repot banget nggak sih. Yang lainn- ya mana ada yang peduli dengan seabrek masalah-ma- salah mereka sendiri, bukannya aku sendiri nggak punya masalah, tapi setidaknya tidak terlalu memberatkan aku.
Krrriiiiiiingggggggg
Krrrrriiiingggggg
“Halo?” sapa Dinda.
“Din, gue Bella, besok jadi ulangan nggak yah?” tanya Bella acuh tak acuh.
“Iyah lah, kecuali lo punya niat ke rumah Pak Eddi untuk ngeracunin dia, jadi ulangan besok nggak jadi,” jawab Dinda asal.
“Ahh lo bisa aja, gue gag ada satu pun ngerti pelaja- ran bapak itu.”
“Hah, memang sejak kapan lo ngerti?”
“Hahaha, seperti biasa Din.”
“Iyah lo kesini aja. Gue ajarin cepet,” potong Dinda. “Ahh lo tau aja Din, hahaha.”
“Kan udah jadi tradisi lo kayak gitu.”
“Hahaha iyah yah, makasih yah Din, lo emang sahabat gue yang paling baik, Daah.“
“Daahh.“
***
AMHIE
Anak ini nggak ribet banget sih, dia habis jatuh dari motor, kakinya patah, dia lagi terapi buat bisa jalan lagi. Pas lagi terbaring di rumah sakit kita rame-rame jenguk dia, beri dia semangat dan doa. Giliran dia mau terapi, aku ribet sendiri menemaninya terapi. Tapi aku seneng bisa bantu sahabat aku, kalau dia bahagia aku juga pasti bahangia. Kenapa bisa aku sendirian?
AMEL terlalu sibuk dengan pujaan hantinya yang tiap hari maunya ngedate karena sudah tidak sering be- rantem. DIAN, dia sudah dapat pacar baru yang sudah tidak aneh lagi dan tidak kurang ajar, sama lah..kerjanya juga selalu ngedate. BELLA, sekarang dia sudah berha- sil naik kelas, dan sudah rajin, dan malah sibuk-sibuknya kursus sana-sini. Dan bukannya aku, DINDA tidak punya kesibukan apa-apa, tapi setidaknya bisa menyempatkan diri menemani AMHIE yang masih belum sembuh total.
***
Suatu hari segalanya telah mengubah semuanya, sejak mereka semua punya kesibukan masing-masing, kami sudah jarang bersama-sama, bahkan ngobrol atau menanyakan kabar lewat telepon atau SMS. Dan pada saat itu aku butuh fitur seorang, SEORANG sahabat saja diantara mereka yang bisa mendengarkan curhatku, memberiku sedikit semangat, agar aku bisa tersenyum dan tegar menjalani hidup aku.
Dan mereka semua menghilang bagai di telan bumi, dan aku bagaikan orang asing diantara mereka. Aku divonis dokter kanker otak dan hidupku tidak lama lagi. Aku tidak ingin mereka merasakan sakit yang kurasa, aku hanya ingin mereka ada disamping aku disaat detik-detik terakhir hidup aku, membuat aku tertawa, dan melewatkan hari-hariku mengukir kenangan indah bersama mereka sahabat terbaik.
Hari-hariku begitu kosong, sepi, meski disekitarku penuh dengan orang, bahkan terlalu ramai. Semuanya tidak akan ada artinya tanpa seseorang menemani di saat rapuh. Kini aku sudah terbaring lemah di rumah sakit, sudah menunggu dengan pasrah ajal menjemput, dan ternyata diantara mereka tidak ada satu pun yang pernah menjenguk aku, bahkan menanyakan kabar aku. Sakit…SAKIT rasanya hati ini, lebih sakit daripada sakit yang sedang aku derita.
Aku sudah tidak tahan lagi, jiwaku telah pergi, ajal telah mejemputku, tapi aku pergi dengan bahagia. Meskipun tidak ada satupun lagi orang yang menyayangi aku, tapi aku tau Tuhan akan selalu menyayangiku. Tuhan tidak rela aku menderita terlalu lama dengan penyakitku dan rasa kecewaku maka itu Dia memamnggilku untuk berada di sisi-Nya.
***
SAAT PEMAKAMAN
Amel, Dian, Bella dan Amhie memakai pakaian hi- tam-hitam berada di samping pusaraku. Aku melihatnya dari atas sini.
“ Amel, Dian, Bella, Amhie, ini ada surat dari Dinda untuk kalian, dia sempat menulis itu saat terbaring lemah dan menunggu kehadiran kalian,“ kata Bunda Dinda sambil terisak dan berlalu pergi.
Satu persatu orang telah meninggalkan pemakaman, yang tertinggal hanya mereka berempat sambil terisak membaca surat dari Dinda dengan penuh penyesalan dan air mata, menangisi yang tak mungkin kembali dan terulang…
Dear my best friends
Maybe disaat kalian membaca surat aku ini aku sudah tidak ada lagi dihadapan kalian tapi, aku akan selalu ada diantara kalian dan dihati kalian.
Aku tidak pernah menyesal mengenal kalian, kalian adalah orang-orang yang terindah dalam hidupku, meski aku hanya berjuang sendiri melawan hidupku.
Tapi aku tidak pernah menyesali itu, tapi aku baha- gia bisa membuat kalian berubah menjadi yang terbaik. Tetaplah seperti itu karena aku bangga. Yang tidak aku ketahui adalah, mengapa kalian pergi menjauh dari aku, kalian tidak ada di saat aku butuhkan. Seperti kata-kata kalian kepada aku dulu“lo emang sahabat gue yang paling baik”. Aku juga ingin mengatakan itu kepada kalian, tapi ternyata tidak sempat aku katakan.
Maafkan aku apabila selama ini aku tidak pernah menjadi teman yang baik untuk kalian meski aku selalu mencoba berikan yang terbaik untuk kalian. Aku sempat baca kata-kata dari Sparkling wisdom “aku meminta maaf bukan untuk menghapus kenangan pahit padamu, tapi ku hanya memohon agar kau merelakan kenangan pahit itu jadi bagian indah hidupmu.”
Kalian tidak perlu meminta maaf, aku akan memaafkan kalian sebelum kalian meminta maaf kepada aku. Kawan, begitupun yang ku inginkan dari kalian. Jika aku pergi, janganlah menyesal karenanya, janganlah menangis karenanya, tetapi tersenyumlah untukku, karena aku akan selelu tersenyum untuk kalian .
With love; Dhinda
Mereka berempat berpelukan sambil menagis, mereka tidak tau mesti berbuat apa lagi, semuanya telah terlambat dan tidak akan terulang kembali, tiada guna lagi menyesali semuanya, mereka pun beranjak pergi dengan fikiran masing-masing.
Di perjalanan pulang, Bella menyalakan tape mobil, mereka pulang dengan mobil Dian, dan hal yang paling membuat mereka bertambah bersalah adalah alunan music dan suara merdu dari Mulan Jameela yang terdengar dari tape tersebut.
“Kamu, tak akan pernah mendapatkan cinta. Cinta seperti yang aku berikan kepada kamu. Kamu nanti pasti kan menyadarinya. Saat aku tak lagi ada……”
“ Lagu itu bener, seakan itu ungkapan hati seorang Dinda,“ celutuk Bella tiba-tiba.
“ Memang nggak ada cinta yang seperti Dinda kasih ke kita,“ lanjut Dian
“ Dan kita baru sadar kalo cinta Dinda itu begitu be- sar buat kita,“ kata Amhie.
“ Dan kita baru sadar saat dia udah nggak ada lagi,“ kata Amel tanpa ekspresi.
Mobil itu pun melaju dengan kebisuan, tidak ada kata yang bisa terucap di bibir mereka. Semua tersimpan di hati dan fikiran mereka masing-masing. Dengan sendi- rinya mereka sadar telah menyia-nyiakan sesuatu yang terindah di hidup mereka.
Penulis: Dhani Ramadhani
Hallo sobat, buat kamu yang punya karya keren dan smart seperti puisi, cerita mini (cermin), cerita pendek (cerpen) maupun artikel, kirim ke email: fponlinemedia@gmail.com atau ke redaksi FAJAR PENDIDIKAN, gedung Graha Pena Makassar lt 4, Jl Urip Sumoharjo No. 20 Makassar