Claire and The Great Enchanter

Ia memeluk Celeng erat-erat, sambil sesekali mengelus-elus kepalanya. Perlahan tapi pasti ia memasuki istana itu. Karpet merah kusam menyambutnya, banyak sekali lukisan-lukisan berdebu tempat sarang laba-laba, dan guci-guci istana yang terlihat sangat mewah jika dirawat dengan baik. Lampu gantung besar di atas Claire bergoyang perlahan saat terkena hembusan angin.

Saat Claire dan Celeng asyik menyusuri bagian dalam istana, terdengar suara goresan pedang. Dari suaranya tampak ada seseorang yang berlatih, mungkin saja ada orang selain Claire di dalam istana itu. Dan Claire memang benar-benar berharap masih ada kehidupan di istana ini. Ia terus mencari sumber suaranya berasal dari mana, sampai langkahnya terhenti

tepat di depan tembok raksasa berukir beberapa malaikat bersayap melawan sosok buruk rupa bertanduk. Ia mengetuk tembok itu, berharap ada balasan dari orang yang di dalamnya.

“Halo?” Suara Claire menggema dalam bangunan itu. Hampir lima menit tidak ada balasan, dan Claire mencobanya lagi.

“Halo, apakah ada orang di dalam sana?” Hal yang sama terjadi, hampir lima menit ia menunggu lagi ternyata benar-benar tidak ada jawaban.

“Meong.” Ucap Celeng, tangan bundarnya menunjuk sebuah teka-teki yang tertera di tembok itu.

“Tidak, aku tidak bisa mantra. Tapi aku pintar sih, biar aku coba memecahkan teka- tekinya.” Balas Claire, sedikit membanggakan diri. Walau sedikit rumit, teka-teki itu hanyalah teka-teki kuno, perintah untuk menyatukan balok-balok yang terpisah dengan sedikit rumus matematika dan mengaliri balok itu dengan air suci. Tidak susah mendapatkan air suci, menurut buku yang dibaca Claire, liur kucing termasuk air suci di zaman dahulu.



Sungguh gadis yang cerdik dan pandai, ia bisa memecahkan teka-teki tersebut dengan bantuan Celeng. Ia mengarah di sebuah ruangan yang kosong, hanya terdengar riuhan air mancur yang deras dan tetesan air dari patung malaikat di tengah air mancur istana tersebut. Suasananya sangat hening, namun suara goresan pedang semakin terdengar sangat jelas di tengah ruangan itu. Claire tampak kebingungan.

“Sungguh, jika ada orang dalam istana ini keluarlah. Jangan bermain-main denganku.” Ucapnya sedikit kesal. Hingga Celeng turun dari pelukan Claire, ikut membantu mencari asal suara itu. Ia mengarah pada air terjun, menatapnya lamat-lamat dan tidak mempedulikan Claire yang mondar-mandir mencari asal suara goresan pedang sambil mengomel-ngomel tidak jelas.

- Iklan -

“Meong.” Kata Celeng akhirnya, sambil menoleh ke Claire. “Aku tidak paham. Apakah kau lapar?”

“Meoonggg.” Celeng mengeong panjang, menatap mata cokelat milik Claire dengan dalam, seolah ia ingin mengatakan sesuatu. Tiba-tiba gambar barang bergesekan terlintas di pikiran Claire. Ia menggeleng, berpikir ia telah berhalusinasi.

“Jika kau lapar, aku juga lapar sih. Mau makan di sini?” Claire mengambil posisi duduk menyilangkan kakinya, tak peduli dengan lantai berdebu. Tapi Celeng tetap diam di tempat, terus memperhatikan Claire. Lagi-lagi saat Claire menatap bola mata biru Celeng, gambar barang bergesekan itu muncul lagi di benaknya.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU