Dange: Kuliner Khas Luwu yang Kaya Tradisi dan Rasa

Apakah Anda siap mencicipi cita rasa autentik ini? Mari lestarikan dange dan kenalkan keunikan budaya Sulawesi Selatan ke dunia!

LUWU – Sulawesi Selatan dikenal dengan kekayaan kulinernya, salah satunya adalah dange, makanan khas Luwu Timur berbahan dasar sagu. Di tengah maraknya kuliner modern, dange tetap bertahan sebagai bagian dari identitas budaya yang tak lekang oleh waktu. Menariknya, dange tidak hanya menjadi camilan, tetapi juga kerap dijadikan makanan pokok pengganti nasi oleh masyarakat Luwu.

Dange berbentuk persegi panjang dengan tekstur mirip pasir. Ketika disajikan dengan lauk khas Sulawesi, seperti parede, lawa’, atau pocco, makanan ini memberikan cita rasa unik yang sulit ditemukan di tempat lain. Meski rasanya cenderung hambar, dange menawarkan pengalaman kuliner tradisional yang autentik.

Proses Tradisional yang Sarat Tantangan
Asni, seorang pembuat dange di Malili yang telah menekuni usaha ini sejak 1997, menjelaskan bahwa bahan utama dange adalah sagu yang harus melalui proses panjang. “Sagu harus dijemur hingga benar-benar kering, dan ini sangat tergantung pada cuaca. Kalau musim hujan, seperti November hingga Februari, prosesnya menjadi lebih sulit,” ungkap Asni.

Baca Juga:  Kisah Perang Tiga Raja yang Meruntuhkan Imperium Portugal

Ia juga menambahkan bahwa teknik pembakaran memerlukan pengalaman khusus. “Kalau mau hasil bagus, sagunya harus benar-benar kering,” ujarnya. (21/11/2024)

Sejarah sebagai Bekal Tahan Lama
Dange bukan sekadar makanan, tetapi bagian dari tradisi masyarakat Luwu. Menurut Asnani Palemmai, warga asli Malili, dange awalnya diciptakan sebagai bekal tahan lama bagi nelayan dan perantau. “Dari dulu, dange memang dibuat untuk bekal perjalanan jauh karena daya tahannya yang lama. Paduan dange dengan makanan khas Sulawesi seperti kapurung, pocco, atau lawa’ itu sangat pas,” jelasnya. (21/11/2024)

Kenangan dan Kelezatan Tak Tergantikan
Bagi Kiki Angriani, seorang penikmat dange asal Malili, makanan ini adalah favorit yang tak pernah lekang oleh waktu. “Saya pertama kali mencoba dange tahun 2012, dan sampai sekarang hampir setiap minggu saya menikmatinya, terutama dengan lauk parede,” ujarnya. (23/11/2024)

Kiki juga menekankan bahwa rasa dange tidak pernah berubah, tetap autentik sejak dulu. “Perubahan hanya ada pada teksturnya, dari lembut saat baru dibuat hingga menjadi lebih keras ketika disimpan beberapa hari.” (23/11/2024)

Baca Juga:  6 Tradisi Perayaan Natal di Indonesia, Unik dan Penuh Makna

Potensi dan Pelestarian Dange
Muliani S.Pd., M.Si., dosen tata kuliner dari Universitas Negeri Makassar, melihat dange sebagai makanan tradisional yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. “Dange termasuk makanan awetan yang bisa dimodifikasi dengan konsep modern, seperti fusion food, agar lebih menarik bagi generasi muda,” jelasnya. (04/12/2024)

Ia menambahkan bahwa generasi muda memegang peran penting dalam melestarikan dange. “Makanan tradisional adalah warisan budaya. Kita perlu mempromosikannya, mengembangkan produk, dan mendesainnya agar lebih menarik bagi pasar,” tambah Muliani.

Warisan Budaya yang Harus Dijaga
Dange tidak hanya menjadi sajian khas dalam berbagai acara adat, tetapi juga menjadi simbol kekayaan budaya Luwu. Proses pembuatannya yang tradisional dan rasanya yang unik menjadikan dange oleh-oleh wajib saat berkunjung ke Sulawesi Selatan.

Apakah Anda siap mencicipi cita rasa autentik ini? Mari lestarikan dange dan kenalkan keunikan budaya Sulawesi Selatan ke dunia!

Sity Asriyanti Utami Mahasiswa Jurnalistik UIN Alauddin

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU

TERPOPULER