Debus Adalah, Budaya Pertunjukan Silat yang Digdaya

Mengiris tubuh dengan senjata tajam, menyiram diri dengan air keras, mengunyah pecahan kaca, hingga bermain dengan api adalah hal-hal ajaib yang akan disaksikan dalam sebuah pertunjukan Pengertian debus. Seni bela diri ini berasal dari Provinsi Banten dan telah mengakar selama ratusan tahun. Yuk, telisik lebih dalam mengenai budaya Debus.

Banyak yang mengatakan kesenian ini erat kaitannya dengan hal-hal berbau mistis, padahal faktanya debus sempat digunakan sebagai media penyebaran agama Islam di Banten. Debus adalah pertunjukan yang memperlihatkan permainan kekebalan tubuh.

Debus menjadi salah satu bagian ragam seni budaya masyarakat Banten, sehingga kesenian ini banyak di gemari oleh masyarakat sebagai hiburan yang langka dan menarik. Debus  berasal dari kata “dabus” yang artinya paku atau peniti. Bisa juga diartikan sebagai “permainan” dengan senjata tajam yang di tikamkan ke tubuh para pemainnya.

Pertunjukan kesenian debus idealnya dilaksanakan di lapangan terbuka agar pemain leluasa dalam melakukan atraksinya. Sebelum melakukan pertunjukan, guru besar atau syeh melakukan ritual khusus, yang intinya memohon kepada Tuhan agar dilancarkan dalam melaksanakan pertunjukan debus.

Busana pemain debus terdiri atas lomar (ikat kepala), baju kampret, dan celana pangsi. Peralatan kesenian yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan debus ada tiga jenis. Pertama, peralatan kesenian kendang penca untuk mengiringi debus cimande, yang terdiri atas tarompet, kanco (gong), kendang kemprang, kendang gedur, dan kulanter.

Baca Juga:  7 Destinasi Wisata Romantis untuk Liburan Bersama Pasangan

Kedua, peralatan kesenian patingtung untuk mengiringi debus terumbu dan debus bandrong, yang terdiri atas satu kendang besar, dua kendang kecil, gong kecil, gong panggang (dibuat dari drum berisi air dan di bagian atasnya diletakkan besi panjang yang ada cembungnya), kenuk, angkeb, kecrek, dan tarompet.

Adapun peralatan atraksi debus yang akan digunakan tentu saja disesuaikan dengan jenis atraksi debus yang akan ditampilkan.

Tak kurang dari 40 jenis atraksi debus yang ada di Banten, di antaranya berjalan di atas bara api yang menyala, memukul bata di kepala dengan kayu, menjilat pisau yang dibakar, menorehkan pecahan botol ke badan, menusuk pipi dengan jarum, menginjak pecahan kaca, menyiram badan dengan air keras, menusuk perut dengan paku banten atau almadad, mengupas kulit kelapa dengan gigi, menyayat badan dengan golok yang tajam, dan menusuk lidah dengan kawat (sujen, jara).

Debus dan Silat Tak Dapat Dipisahkan

Dikutip dari laman bantenprov.go.id, pengertian debus dan silat memang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Silat merupakan cikal bakal debus yang menjadi salah satu tahapan tertentu dalam kesenian debus. Setiap pemain debus sudah pasti pesilat, namun tidak setiap pesilat adalah pemain debus.

- Iklan -

Kesenian debus hanya ditampilkan dalam acara-acara besar saja seperti acara adat, pernikahan, acara sunatan, perayaan besar keagamaan, hari kemerdekaan serta tampil saat ada wisatawan yang berkunjung.

Baca Juga:  Libur Akhir Pekan, Ini 5 Destinasi Wisata Ramah Anak di Semarang

Permaianan silat dalam pertunjukan debus sekarang ini adalah sesuatu yang baru. Sebelumnya debus tidak diiringi dengan permainan silat, namun hanya diikuti oleh tarian saja. Permainan silat dalam pementasan debus akhir-akhir ini merupakan upaya penggabungan seni atau tradisi dengan permaian debus yang asli. Pengertian Debus.

Pada masa lalu tradisi persilatan nampaknya menjadi suatu kebutuhan individu-individu tertentu untuk mempertahankan diri dan kelompoknya. Hidup di daerah-daerah terpencil dan sangat rawan dari tindakan-tindakan kriminal dari pihak lain, hal ini tentunya membutuhkan keberanian untuk memiliki kekuatan fisik yang baik.

Hal inilah yang nampaknya mendorong setiap individu berusaha untuk membekali dirinya dengan kemampuan bela diri dengan belajar silat. Akan tetapi sekarang ini muncul kecenderungan kuat bahwa permainan debus itu bukan untuk mereka yang ingin belajar tarekat, tetapi mereka yang semenjak awal sudah tertarik pada ilmu persilatan, terutama pada klompok para jawara.

Para jawara tersebut mendapatkan “elmu” kedigdayaan tanpa pernah adanya suatu selektif untuk memilah antara yang berasal dari tradisi tarekat atau tradisi lokal. Yang paling penting bagi jawara adalah memiliki ilmu-ilmu kanuragan atau kesaktian yang dipergunakan sesuai kebutuhan.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU