Palu, 28 Februari 2025 – Delapan buruh panen sawit yang didampingi konsultan hukum dan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah melaporkan dugaan kriminalisasi oleh PT Agro Nusa Abadi (PT ANA) ke DPRD Sulawesi Tengah, Jumat (28/2).
Keluhan para buruh tersebut diterima langsung oleh Wakil Ketua DPRD Sulteng, Aristan, yang menegaskan komitmennya untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
Tudingan Pencurian Sawit dan Status Legalitas Perusahaan
Menurut Aristan, para buruh yang tergabung dalam Serikat Petani Petasia Timur dituduh melakukan tindak pidana perampasan dan pencurian buah sawit oleh PT ANA. Namun, mereka menilai tuduhan tersebut tidak berdasar dan meminta penghentian proses pemanggilan.
“PT ANA tidak memiliki kedudukan hukum untuk melaporkan mereka, karena perusahaan ini tidak memiliki legalitas perizinan berupa Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU), yang merupakan syarat utama dalam menjalankan usaha perkebunan,” ujar Aristan, Sabtu (1/3).
Aristan menegaskan bahwa jika benar PT ANA beroperasi tanpa izin yang sah, maka hal ini berpotensi sebagai praktik kejahatan perkebunan yang telah berlangsung bertahun-tahun. Selain berdampak pada petani dan masyarakat dalam konflik lahan, perusahaan juga dinilai merugikan daerah karena tidak memenuhi kewajiban pembayaran pajak dan izin usaha.
DPRD Sulteng Akan Panggil Pihak Terkait
Sebagai tindak lanjut, DPRD Sulteng akan berkoordinasi dengan Komisi 1 dan Komisi 2 untuk memanggil pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah daerah dan aparat penegak hukum.
“Saya meminta Polda Sulteng dan Polres Morowali untuk mengkaji ulang laporan PT ANA. Jika benar perusahaan tidak memiliki izin, maka ada indikasi pelanggaran hukum yang harus disikapi dengan serius,” tegas Aristan.
Selain itu, DPRD Sulteng juga akan berkoordinasi dengan Gubernur Sulawesi Tengah untuk mengevaluasi keberadaan PT ANA. Aristan menyoroti pentingnya kepatuhan perusahaan terhadap regulasi, mengingat sektor perkebunan memiliki kewajiban membayar pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta Pajak Ekspor.
“Perkebunan sawit seharusnya berkontribusi bagi pembangunan daerah, bukan justru menjadi beban dengan konflik lahan dan dugaan pelanggaran hukum,” tandasnya.
DPRD Sulteng menegaskan akan terus mengawal kasus ini dan memastikan perlindungan hak-hak buruh serta kepatuhan perusahaan terhadap aturan yang berlaku. (RN)