Demokrasi dan Nomokrasi Jadi Topik Diskusi Menko Polhukam dan Akademisi

FAJARPENDIDIKAN.co.id – Prof Dr Moh Mahfud, MD., SH. (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI) berkunjung ke Universitas Hasanuddin dalam rangka berdialog dan berdiskusi dengan kalangan akademisi.

Tema yang diangkat mengenai “Demokrasi dan Nomokrasi: Tantangan Menuju Indonesia Maju”.

Kegiatan berlangsung secara luring terbatas dengan penerapan protokol Covid-19 di Ruang Senat Akademik, Lt. 2 Gedung Rektorat Unhas, Kampus Tamalanrea, Makassar, Sabtu (24/04).

Mengawali kegiatan, Rektor Unhas Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA., menyambut kedatangan Prof Mahfud, serta apresiasi atas kunjungan ke Unhas.  Dengan berbagai jabatan dan pengalaman yang dimiliki oleh Prof Mahfud menjadi perpaduan tepat dan akan sangat matang ketika berbicara dalam ranah mewujudkan demokrasi.

“Banyak hal yang akan dipertanyakam dalam proses demokrasi Indonesia saat ini. Saat ini demokrasi kita terkesan liberal, belum matangnya warga negara dan partai politik, dan semakin banyak oknum yang mencederai demokrasi melalui praktek money politic, oligarki, dan warga yang belum cerdas berpolitik.

Kehadiran pak Menteri akan memberikan perspektif untuk menjawab berbagai pertanyaan terkait demokrasi,” jelas Prof Dwia.

Baca Juga:  Unifa Sosialisasi Program RPL untuk Prajurit TNI

Dalam kesempatan tersebut, Prof Mahfud dalam paparannya menyampaikan bahwa pilihan atas demokrasi diikuti dengan pilihan nomokrasi (Kedaulatan Hukum). Namun, dalam perjalanan sejarah Indonesia selalu terjadi tolak tarik antara politik dan hukum.

Di saat pemerintahan berjalan demokratis, maka hukum berjalan responsif, ketika pemerintahan berjalan otokratis, hukum berjalan konservatif. Olehnya itu, untuk menegakkan supremasi hukum atas politik, kualitas demokrasi harus dibangun.

Lebih lanjut, Prof. Mahfud menambahkan situasi terkini menuntut kesadaran kolektif untuk membangun demokrasi, sekaligus nomokrasi yang saling mengimbangi menuju terwujudnya Indonesia maju. Ia menegaskan jangan sampai terjadi demokrasi yang tidak dapat dikendalikan sehingga muncul solusi dalam bentuk hadirnya strongman atau strong institution.

- Iklan -

“Hukum saat ini belum efektif, kadang kala aspirasi hukum masyarakat seringkali berbeda dengan penerapan hukum. Misal ada yang seharusnya dihukum tapi tidak dihukum. Demokrasi kita itu ada di persimpangan, kita perlu menguatkannya dan ini membutuhkan keterlibatan semua kalangan masyarakat,” jelas Prof. Mahfud.

Baca Juga:  GenBI Sulawesi Selatan Gelar Seminar “Boost Your Future” untuk Persiapkan Anggota Hadapi Dunia Kerja

Saat ini demokrasi cenderung berkembang liar karena terlalu liberal, korupsi merambah ke berbagai lembaga kekuasaan, dan demokrasi tumbuh secara transaksional. Pejuang demokrasi sulit bergerak karena diganggu melalui proses yang secara formal demokratis.

Demokrasi yang pada umumnya disebut sebagai penghapus korupsi, sebaliknya menjadi jembatan untuk melakukan korupsi. Kekuasaan yang menurut demokrasi harus dibagi demi checks and balances, tetapi menyulitkan pemerintah untuk bertindak cepat karena sering diminta kompensasi politik agar disetujui.

Setelah menyampaikan pandangannya, kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi antara Prof Mahfud dan kalangan akademisi Unhas maupun PTN dan PTS lain di Makassar.

Para peserta menyampaikan pandangan dan gagasan yang selanjutnya mendapatkan respon dari Menko Polhukam.

Kegiatan diskusi dipandu oleh Dekan Fakultas Hukum Unhas, Prof Dr Farida Patittingi, SH, M Hum.

Turut hadir jajaran pimpinan Unhas (para wakil rektor, dewan professor, para dekan, direktur dan ketua lembaga, kepala biro) serta pimpinan dari beberapa PTN dan PTS di Makassar.(*)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU