FAJARPENDIDIKAN.co.id – Perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia tiap tahunnya digelar dengan meriah, baik di kota maupun di desa-desa. Namun, perayaan 17-an tahun ini terasa berbeda dari biasanya, sebab dunia sedang dibelenggu virus Covid-19.
Disaat pandemi Covid-19 masih berlangsung rutinitas pun masuk pada masa kehidupan baru. Semua rutinitas berpindah di rumah. Sebab Kegiatan yang menyebabkan keramaian atau pengumpulan massa ditiadakan sebagai upaya mencegah penyebaran virus corona. Hal ini pun berdampak pada perayaan ulang tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ke 75 Tahu harus digelar melalui daring.
Seperti halnya upacara peringatan HUT Kemerdekaan di SMA Islam Athirah Bukit Baruga. Sekolah yang bernaung di Yayasan Hadji Kalla Tersebut tetap menggelar upacara bendera namun dihelat secara daring melalu semi daring.
Peserta upacara tidak datang langsung di lapangan mereka menyaksikan lewat layar kaca masing-masing. Sementara hanya pelaksana yang hadir langsung di lapangan.
Dalam kesempatan itu, Kepala Sekolah SMA Islam Athirah Bukit Baruga,H.M. Ridwan Karim, M.Pd. bertindak sebagai pimpin upacara. Dalam arahannya, ia mengatakan jika memaknai kemerdekaan sebagai kebebasan, maka pada masa sekarang ini, saat ini, sejak kurang-lebih 6 bulan terakhir, kebebasan itu terasa hampa atas kehadiran pandemi covid-19 yang telah membelenggu kebebasan ruang gerak kita.
“Yaa, dengan ancaman bahaya yang akan ditimbulkan, maka kita kemudian ikhlas lebih memilih untuk bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah aja,” ungkapnya.
Namun, demikian ia menjelaskan semangat kemerdekaan harus senantiasa terpatri dan berkobar dalam jiwa, untuk senantiasa mengambil hikmah dari musibah pandemic covid-19 ini.
“Disadari atau tidak disadari, bahwa musibah covid-19 ini, telah mengokohkan rasa persatuan, rasa cinta tanah air, dan semangat rela berkorban di antara kita,” imbuhnya.
Selain itu, ia menyinggung juga masalah Ancaman dis-integrasi atau perpecahan pada bangsa Indonesia seperti isu “Neo-komunisme”, di mana dalam pamamaparannya tersebut ia berujar bahwa sebagian besar rakyat Indonesia, bersatu menyatakan menolak kehadiran kembali paham komunisme di tanah air tercinta kita ini, karena paham komunisme ini telah meninggalkan noda hitam yang kelam dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Bahkan kata dia, penolakan itu ebagai wujud rasa cinta rakyat terhadap tanah air ini, agar tidak terjadi perpecahan, sebagaimana yang terjadi pada beberapa negara di belahan dunia ini.
“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” ujarnya, mengutip petuah Soekarno.
Bukan itu saja, ia juga menekankan Kemerdekaan hendaknya itu hendaklah du maknai juga sebagai kebebasan berliterasi, berkreasi, berekspresi, adanya hak dan kewajiban yang sama sebagai anak negeri.
“Yang berarti pula tidak boleh terjadi penjajahan di antara kita, di mana yang kuat menindas yang lemah, yang kaya meremehkan yang miskin. Tidak boleh ada perilaku bullying, melainkan yang harus dibangun bersama adalah persatuan dan saling membantu di antara kita,” tuturnya
“Kalian dan kita semua sebagai generasi pelanjut cita-cita bangsa, seyogyanya memiliki jiwa patriotisme, semangat persatuan dan kerjasama, sikap berani dan bertanggungjawab, mandiri dan tidak cengeng, kreatif dan inovatif, pandai menghargai dan menyikapi perbedaan, dan mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan globalisasi dengan bersungguh-sungguh belajar, melek teknologi-informasi digital yang menjadi ciri dari peradaban dunia saat ini. Mari kita simak kata Bung Karno, “Apabila dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun”.tutupnya.
Sekadar informasi, upacara tersebut dihadiri secara virtual Direktur Sekolah Islam Athirah, Syamril, S.T, M.Pd.
Laporan: Muhammad Syafitra.