Potongan Terakhir
Burung merpati terbang dari pinggiran kota menuju suatu tempat untuk menunaikan janjinya. Diikatlah surat itu sembari dibawanya terbang. Ya,surat itulah yang beberapa hari lalu Rish tulis.
“Rish apakah itu dia?” Pikirnya dalam hati. Putri Claire menghampiri merpati yang hinggap di balkon kamar. Sudah sejak lama Claire dan Rish bertemu dulu. Mereka adalah kawan dekat di kampus. Sesama mendalami ilmu filsafat dan sudah sejak lama pula,Putri Claire tidak setuju dan menentang ayahnya.
Seorang raja yang sewenang-wenang. Sampai pada akhirnya, sore ini di tengah kota, suasana tak dapat dikendalikan. Mereka semua termakan amarah.
Pemecatan pejabat pro rakyat untuk memperkuat feodalisme. Sedangkan rakyat menginginkan adanya perubahan, revolusi ,dan pergantian kekuasaan.
Raja semakin terdesak dan mulai kehilangan segalanya. Kepentingannya kalah oleh ketulusan dan semangat rakyat. Sastrawan, filsuf, dan penulis serta seluruh rakyat sedikit lega. Putri Claire dengan berat hati menyaksikan raja dan ratu mendapatkan tuntutan hukuman yang setimpal.
Tiga bulan berlalu, Putri Claire mencari keberadaan Rish. Siang malam menatap langit dan bintang dari balkon kamarnya. Dia menemukan secarik kertas tersangkut di celah kayu. Putri Claire baru menyadari jika merpati dahulu membawa surat dari Rish. Semenjak kejadian itu, Putri Claire ditunjuk oleh dewan sebagai pemimpin negeri.
Usai sudah dinding tirani yang berhasil dihapuskan oleh semangat menulis dan pola pikir yang jernih. Perlahan, kondisi ekonomi negeri membaik dibarengi dengan keadilan untuk seluruh penjuru negeri.
Teruntuk Rish yang berani mengambil resiko untuk karyanya kita belajar bahwa kecerdasan negeri dapat diraih dengan pikiran yang membangun, bertukar pikiran dengan orang lain, dan menuliskan gagasan. Sebenarnya apa isi surat Rish kepada Putri Claire? hanya mereka berdua yang tahu.