Diskusi

“Tito, Tito siapa ya?” aku bertanya kepadanya. Sambil mengingat nama murid- muridku yang aku ajar selama aku menjadi guru. Tidak ada ingatan akan nama Tito.

“Tito Pak, Tito Godean. Godean Pak. Nyepeda.” Katanya.

Godean. Nama kecamatan itu segera membawaku pada angan-angan waktu. Aku serasa kembali ke masa lalu. Masa 20 tahun lalu, ketika aku masih KKN di dusun daerah Godean. Kala itu aku berjalan, bersepeda membawa tas besar dan barang-barang menuju kampung yang penduduknya mayoritas mencetak batu bata.

Sebuah kampung kecil di perbatasan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Ada kampung Sembuh Kidul. Waktu itu aku tinggal di sebuah rumah untuk KKN yang diwajibkan oleh kampusku.

Aku tinggal bersama Pak Wito, seorang petani dusun yang memiliki anak bernama Tito. Tito Suroso. Pak Wito merupakan sosok yang baik ketika aku KKN dulu. Aku senang berdiskusi dengan Pak Wito dan Tito kadang mengikutinya. Tito setiap malam memperhatikan aku sering berbicara di depan cermin. Suatu ketika, Tito bertanya padaku.

“Mas, kok Mas Yudha ngomong sendiri sama cermin. Kenapa e mas ?” tanya Tito dengan penuh kepolosan.

Aku memang kurang percaya diri ketika berbicara di depan banyak orang. Aku suka grogi kalau sewaktu aku berbicara ada banyak orang menatapku. Aku sengaja melatih diriku sebelum berbicara dengan orang banyak dengan membicarakan topik bahasanku bersama cermin. Menurut pengalamanku, cara ini efektif tapi juga memalukan karena dilihat oleh anak kecil, bernama Tito.

“Sedang berlatih biar percaya diri dek, biar besok waktu sosialisasi bisa ngomong lancer.” Jawabku sambil mendekati Tito. Tito aku ajak mendekat ke cermin. Dalam cermin ada bayanganku dan bayangan Tito.

“Percaya diri itu apa e mas ? aku pengen juga bisa percaya diri seperti mas Yudha.” Jawab Tito dengan penuh rasa penasaran. Aku tertegun, bagaimana ini menjelaskan percaya diri dengan anak usia 10 tahun. Aku kebingungan. Tidak tahu apa yang harus aku katakan pada Tito. Tapi, aku lihat cermin kembali.

- Iklan -
Baca Juga:  Kisah Perang Tiga Raja yang Meruntuhkan Imperium Portugal

“Kalau kita suka berdiskusi, suka berbicara, dan nantinya menjadi pembicara untuk menyampaikan sesuatu. Kita harus percaya dulu dengan apa yang akan kita sampaikan. Kita harus mantap dengan diri kita. Percaya bahwa kita bisa berbicara dengan baik dan orang yang mendengarkan dapat mengerti apa yang kita bicarakan. Kita harus percaya diri ketika berbicara dengan orang lain” jawabku panjang lebar, aku berharap Tito bisa mengerti apa yang aku katakan.

“Wah, mas Yudha hebat dong, terus kalau diskusi itu bagaimana mas ? Aku sering diskusi dengan teman-teman saat bermain.” Tito kembali bertanya kepadaku. Aku mengajaknya berjalan keluar rumah. Aku membawa Tito berjalan mengelilingi halaman,

meskipun sudah malam. Aku bersyukur bisa melihat bintang, ini membantu aku menjelaskan kepada Tito.

“Kalau Tito besok jadi pemimpin. Tito pasti pengen jadi pemimpinkan ? Jadi pejabat yang bisa memberikan manfaat yang baik untuk kehidupan bersama di dusun ini. Tito harus mengajak orang lain untuk berdiskusi. Diskusi itu penting untuk melatih percaya diri ketika memimpin.

Apalagi besok kalau Tito kuliah, berdiskusi dan memiliki rasa percaya diri merupakan kemampuan yang akan terus dilatih hingga Tito sukses nanti. Percaya diri dan diskusi bersama orang lain itu memiliki hubungan yang penting” aku menjelaskan kepada Tito sambil sesekali melihat bintang.

Saat itu, pertama kali aku meyakinkan diri untuk menjadi guru. Aku akhirnya lulus kuliah dan mengabdi menjadi guru hingga pensiun. Tak pernah lagi aku mendengar kabar dari Tito. Hingga saat ini, Tito kecil itu telah tumbuh menjadi pejabat yang akan meresmikan pos ronda di dusunku.

Baca Juga:  Kisah Rasulullah di Akhir Hayatnya

“Pak, jangan ngelamun. Bapak bagaimana kabarnya ?” tanya Tito, anak kecil yang dulu kritis bertanya ketika aku berlatih berbicara di depan cermin supaya percaya diri saat berbicara kini telah tumbuh menjadi seorang pejabat. Aku bangga sekaligus terharu.

“Baik Pak” tak banyak yang bisa aku katakana. Tapi batinku serasa lega. Aku puas, aku merasa telah berhasil menjadi guru hingga aku pensiun.

Dalam sambutannya, pejabat itu bercerita tentang bagaimana aku mengajari dan menjelaskan kaitannya diskusi dengan rasa percaya diri. Percaya diri itu dibentuk dan dibiasakan dengan kemauan untuk berdiskusi dengan orang lain.

Kemauan itu menghadirkan banyak pembelajaran yang akan sangat berharga ketika menjadi pemimpin. Tito sudah membuktikannya, anak kecil itu telah bertumbuh dengan luar biasa. Menjadi pejabat dan aku tetap bangga meskipun hanya menjadi pensiunan guru yang menunggu uang bulanan cair sambil dipercaya menjadi ketua RT.

Setiap orang punya bagian masing-masing, porsi masing- masing dalam menjalani rasa percaya diri yang dilatih melalui diskusi bersama orang lain. Aku titipkan harapan untuk selalu berdiskusi dalam hal apa pun kepada Tito, jadilah pemimpin yang mau mendengar dan mengajak warga berdiskusi ketika ada permasalahan.

Karya @perlukuan1

Untuk Seorang Sahabat, Tito Suroso

-Suara Perlukuan-

Sleman, 30 Oktober 2021

Bionarasi

Penulis : Yudha Andi Putra

Yudha Adi Putra, pemuda desa sekaligus anak petani yang lahir ketika Rabu Pon, 24 November 1999 di Sleman. Hidup tenteram dengan menikmati kehidupan di sebuah desa dengan

berbagai dinamikanya. Tinggal di Godean, sehingga akrab dengan sawah dan padi. Memiliki hobi bersepeda hingga menghabiskan waktu dengan berbagai kegiatan di sawah.

 

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU