DKM 54 Tahun, Ewako!

Mungkin tidak ada yang menyangka kalau organisasi seniman, Dewan Kesenian Makassar (DKM) masih tetap eksis. Di tengah megap-megapnya banyak institusi, terutama institusi yang tidak ditopang dengan anggaran pemerintah. Atau hanya seniman yang bergabung di DKM saja yang merasa organisasinya masih hidup?

Bahkan di usianya yang ke-54 tahun, semangat pengurus dan anggotanya semakin berapi-api. Hal itu tampak pada perayaan hari ulang tahunnya, di markasnya dalam kompleks Fort Rotterdam, di bagian utara, Jl Ujung Pandang, Makassar. Acara tersebut diselenggarakan pada Minggu, 29 Juli 2023.

Semua seksi departemen yang ada di struktur organisasi tersebut, memberikan kontribusi hiburan. Mulai dari seni musik dan tari, seni rupa, dan seni teater. Ada tari Padduppa yang dipentaskan penari-penari dari Sanggar Ananda Rasa dari SMKN 2 Makassar.

Ada puisi yang berjudul Rupama I Kaca Kamummu, dipentaskan Maestro Seni dan Budaya, Munasiah Dg Jinne. Teater monolog yang membuat hadirin terpukau, ditampilkan Jamal Tilaga. Ada pameran seni rupa/lukisan menarik yang dibikin oleh seniman-seniman DKM di lantai satu.

Perayaannya sederhana namun semarak. Di depan panggung mini di lantai 2, yang mungkin di sinilah warga DKM menggelar latihan pentas-pentasnya, tersusun kursi tamu yang bisa diduduki 100an orang.

Ada elekton dengan sound systemnya yang standar, warga DKM menyalurkan suara merdunya sebelum acara dimulai. Rata-rata usianya paruh baya ke atas, tapi suaranya tidak kalah merdu dengan penyanyi profesional.

Konsumsinya ‘’melimpah’’. Kelihatan, lebih bayak makanan dari pada orang yang hadir. Apakah itu menggunakan anggaran yang disubsidi oleh pemerintah? Ternyata tidak. Pengadaannya keroyokan.  Makanan dengan berbagai menu, kue tart, ‘kaddo minyak’, ‘umba-umba’, pisang raja yang tersedia di meja tamu dalam ruangan acara dan banyak macamnya lagi di luar ruangan, tak mampu dihabiskan di tempat acara. Dengan ‘’kolumbus’’ pun, semuanya kebagian. Itulah pola hidup seniman, biarkan korban asal kesohor. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

Kantor mereka awalnya di jalan Irian Makassar. Kemudian menempati Gedung The Sosiete de Harmoni, di jalan Ahmad Yani. Kemudian sekarang di salah satu ruangan berlantai 3 yang lumayan represntatif. Bisa digunakan untuk syuting pembuatan film atau sinetron. Ada halaman luas di hadapan ruangan lantai 2. Cocok melengkapi kegiatan syuting.

Warga DKM tak melupakan jasa pendirinya. Diawal acara, Nina Najamuddin yang tampil membawakan doa dengan gaya puitis, tak lupa mendoakan almarhum Pendiri DKM; Rahman Arge, Arsal Alhabsyi, Andi Hisbuldin Patunru, Ali Walangadi, SA Jatimayu, Mattulada, MH Daeng Mangemba dan Husni Jamaluddin.

- Iklan -

Eksistensi tersebut mungkin karena dorongan dari Majelis Pertimbangan, Aspar Paturusi yang juga salah satu pendiri DKM dan Syahriar Tato serta di-struktur Pengurus Harian yang diketuai Yuniar Arge. Aspar Paturusi, Ketua Majelis Pertimbangan DKM tampil memberikan arahan dengan melalui telekonfrensi, seolah dia hadir di tengah-tengah acara tersebut.

‘’Eksistensi DKM harus tetap dijaga. Warga DKM harus selalu membutikan bahwa para seniman yang tergabung di DKM, bisa berkarya untuk tanah air dan masyarakat. Tidak hanya di Sulawesi Selatan. Tetapi di seluruh Indonesia. Hingga di usia berapa pun,” tergas Aspar Paturusi, yang memberikan dorongan semangat.

Aspar juga berpesan, agar warga DKM – organisasi seniman tertua di republik ini setelah Dewan Kesenian Jakarta, tetap selalu menulis puisi.

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan DKM, Syahriar Tato juga tampil memberikan sambutan. Namun tidak panjang. Dia hanya mempertegas pesan-pesan Ketua Dewan Pertimbangan, agar senantiasa diwujudkan dengan semangan ‘’EWAKO’’.

Ketua Harian DKM, Yuniar Arge juga bertekad membawa DKM eksis terus. ‘’Saya wakafkan diri saya untuk kemajuan DKM,” tuturnya. Dirgahayu DKM! (NURHAYANA)

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU