Di pagi yang mendung, juga tanah yang berlumpur akibat hujan kemarin, ratusan orang berkumpul di Aliran Sungai (DAS) Aesesa, Kelurahan Mbay I, Aesesa, Nagekeo, Kamis, 3 Februari 2022.
Mereka hadir untuk ambil bagian pada kegiatan penananam 600 anakan bambu dilahan sepanjang 1km dari Jembatan Alorongga sampai Talang jalur air irigasi. Bambu yang diperolah dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTT melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPTD KPH) Kabupaten Nagekeo, yang bekerja sama dengan Yayasan Bambu Lestari itu diharapkan dapat mengurangai abrasi sekitaran sungai Aesesa.
“Ini bentuk kepedulian Dimensi Indonesia pada kelestarian lingkungan, ” ucap Muh Amin, Inisiator penghijauan itu.
Remigius Jago, Kepala Dinas Lingkungan Hidup mengatakan bila Kegiatan serupa masih terus berlanjut. “Direncanakan sampai muara sungai DAS Aesesa di sisi timur. Mengingat dengan permukiman yang dekat dengan sungai, sehingga perlu diantisipasi saat banjir nanti,” ujarnya.
Ada 3 lembaga swasta/NGO yang bergerak dalam bidang pengelolaan LH yaitu Yayasan Bambu Lestari, Yayasan Puge Figo dan Yayasan Mitra Tani Mandiri yang terlibat dalam kegiatan ini.
Ketiga lembaga ini menyediakan bibit/anakan untuk konservasi maupun pembinaan masyarakat. Selain kegiatan kali ini, kedepannya penghijauan akan dilakukan di hulu DAS Aemau dalam rangka mendukung sekaligus mensuplay air ke Waduk lambo yang diharapkan dapat menghijaukan 14 desa.
Sedangkan bambu jenis pering akan dibagikan ke masyarakat pada akhir tahun ini. Bambu jenis pering ini dinilai cocok dan terus dikembangkan oleh YBL.
Yanuarius Jawa, Kepala Seksi Perlindungan, Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dan Pemberdayaan mengatakan pentingnya penghijaun kali ini.
“Seperti kita ketahui bahwa sungai aesesa menampung kurang lebih 99 sungai dari dua Kabupaten (Ngada dan Nagekeo). Kalau sepanjang kali tidak dijaga secara baik, maka akan berakibat bencana tanah longsor yang dapat merusak lahan maun rumah penduduk sekitarnya,” katanya.
Dengan menanam bambu yang memiliki sistem perakaran Monopodial, diyakini dapat mencegah tanah longsor karena sistem pengakaran mencengkram tanah disamping kemampuan penyerapan air hujan serta penyerap gas CO2 yang paling baik disamping manfaat ekonomis lainnya.
Hari itu ada ratusan peserta dari berbagai kelompok dan komunitas. Salah satunya Relawan Negeri Regional Nagekeo yang mengaku senang jadi bagian dari kegiatan.
“Kami sangat terkesan dengan terobosan baru yang dilakukan oleh Dimensi Indonesia selaku inisiator juga bersama lurah Mbay I. Kami sangat apresiasi sebagai bentuk menjaga alam. Kami berharap kegiatan ini terus dilakukan sehingga Mbay menjadi hijau dan asri,” ucap Nafriqal Ijdan Ninong.
Begitu juga dengan Mustafa Bali, dirinya semangat dan merasa sangat bahagia. Katanya, ini pertama kali ia mengikuti kegiatan seperti ini.
“Ini pertama kalinya saya ikut kegiatan seperti ini. Karena peduli terhadap lingkungan, saya merasa seperti seorang pahlawan lingkungan. Harapan saya, apa yang sudah kita tanam ini bisa dijaga, dirawat dengan baik untuk keselamatan kita sendiri,” kata Mustafa.
“Alhamdulillah, sangat memberikan banyak pelajaran dan pengalaman, hidup yang berdampingan dengan alam, harus melestarikan lingkungan agar lingkungan juga bersahabat dengan manusia,” lanjut Harry, peserta dari Yayasan Pondok Pesantren Al-ummah Al-Islamiyah Mbay.
Kegiatan ini juga dihadiri Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Babinsa Kelurahan Mbay I, Rumah Mbay1, Koordinator Yayasan Bambu Lestari, perwakilan Dinas Kehutanan Provinsi NTT, tokoh masyarakat, Ketua-Ketua RT, kepala lingkungan, Linmas, dan kader Posyandu, komunitas Trash Hero Nagekeo, guru dan siswa dari MTs dan MAN Mbay, guru dan pendamping santri dari Pesantren Al-Ummah Kolikapa, Komunitas RX King Nagekeo, OMK Stasi Enek, bidan dan Nakes pendamping Kelurahan.