Judul Buku: RUPAMA 2 (Dongeng Pengantar Tidur) Jilid II
Penulis: Zainuddin Tika, Adi Suryadi Culla, Hamzah Daeng Temba, Yahya Syamsuddin
Penerbit: Lembaga Kajian Sejarah Budaya Sulawesi Selatan
Jumlah Halaman: 96 halaman
Tahun Terbit: 2020
Jenis Buku: Cerita Anak
Diresensi oleh: Tulus Wulan Juni (Pustakawan Dinas Perpustakaan Kota Makassar)
Buku dapat dibaca di: Dinas Perpustakaan Kota Makassar (Koleksi Deposit)
Makassar, FAJARPENDIDIKAN.co.id – RUPAMA dalam bahasa Makassar diartikan sebagai Dongeng. RUPAMA 2 atau jilid II adalah kelanjutan dari RUPAMA jilid 1 yang terbit setahun sebelumnya, yakni tahun 2019.
Sayangnya di cover buku ini, tidak diberikan atribut jilid 2 atau bagian kedua walaupun di halaman judulnya disebutkan.
Padahal cover itu sangat penting sebagai kesan pertama pembaca untuk membedakan bahwa buku tersebut isinya berbeda.
RUPAMA di buku pertama memiliki 15 cerita dan di buku kedua ini juga memiliki 15 cerita dengan desain cetakan yang masih sederhana.
Namun sebenarnya di buku kedua ini, hanya memiliki 14 cerita saja karena cerita I Lajana dibagian akhir buku RUPAMA 2 telah diceritakan di buku RUPAMA jilid I, dan uniknya, di buku ini ada juga diselipkan satu cerita kisah nyata yang melegenda, yakni Kisah Cinta Datu Museng dan Maipa Deapati.
Jika buku ini digabungkan, maka setidaknya ada 29 cerita yang telah dihimpun oleh empat penulis yang tentunya dapat menjadi warisan berharga untuk diceritakan kembali kepada anak-anak atau menjadi dongeng lokal pengantar tidur yang bernilai sejarah dan budaya.
Buku yang merekam cerita rakyat dengan latar belakang kehidupan masyarakat dahulu di kerajaan Gowa dan sekitarnya ini, mengandung unsur pendidikan karakter.
Bahkan Kepala Dinas Pendidikan kabupaten Gowa pun dalam sambutan di buku ini merekomendasikan buku ini sebagai muatan lokal di sekolah.
Sama dengan buku sebelumnya, penulis memberikan pesan moral di setiap akhir cerita sehingga pembaca dapat mengetahui hikmah dibalik cerita rakyat tersebut walaupun masih banyak istilah daerah belum dijelaskan artinya oleh penulis.
Tentunya bagi anak-anak atau masyarakat awam masih bingung memahami istilah tersebut.
Beberapa cerita dibuku ini ada alur ceritanya terlalu singkat sehingga pembaca dibuat kurang puas namun ada juga cerita yang bisa membuat pembaca sedih hingga tertawa dan bahkan ada kesan yang mendalam setelah membaca cerita tersebut.
Cerita pertama di buku ini dibuka dengan kisah I Lambu Tubaranina Butta Gowa yang dilahirkan tanpa ayah dan menjadi Panglima Perang Raja Gowa.
I Lambu memiliki anak kerdil atau disebut juga Dattuluk yang bisa dilemparkan dengan ketapel saat ikut dalam peperangan.
Selanjutnya di cerita kedua hingga kelima diisi fabel atau cerita tentang binatang yang tentunya lucu dan menggelitik yakni pertandingan lari antara Rusa/ Kijang (Pung Jonga-Jonga) dengan Keong (Pung Siso) yang akhirnya dimenangkan Keong (Pung Seso).
Kemudian Pertandingan Buang Air Besar antara Bangau (Pung Datang-Datang) dengan Burung Sawah Kecil (Pung Denra-Denra) yang akhirnya dimenangkan oleh Burung Sawah Kecil karena kecerdikannya hinggap di kotoran kerbau yang bentuknya besar seperti kue bolu.
Fabel berikutnya mengisahkan Kerbau (Pung Tedong) yang baik hati di hianati oleh Buaya (Pung Buaja) namun atas bantuan Pelanduk/Kancil (Pung Lando) akhirnya Kerbau bisa selamat.
Fabel terakhir mengisahkan tentang makhluk halus Daeng Naranggong yang bertanding begadang dengan Bangau (Pung Datang) dan Monyet (Pung Dare-dare) yang akhirnya dimenangkan oleh Monyet (Pung Dare-dare).
Cerita keenam tentang Sitti Bayang Ri Je’ne di Danau Kalabborang yang menceritakan pengantin baru dari Pattalasang bernama Sitti Bayang Ri Je’ne yang harus tenggelam dan menjadi Danau Kalabborang karena do’a dari ayahnya padahal hanya salah paham.
Cerita ketujuh Legenda Putri Liku Nuang yang hanyut terseret arus banjir. Nama sungai yang mengalir dan tempat tenggelamnya disebut Liku Nuang.
Cerita kedelapan adalah kisah nyata yang sudah difilmkan yakni Kisah Cinta Datu Museng & Maipa Deapati.
Datu Museng atau I Baso Mallarangang dan isterinya Maipa Deapati berakhir tragis mempertahankan harga dirinya ditengah-tengah kepungan dan kaki tangan Belanda.
Cerita kesembilan tentang Karaengta Mabbicara Rawa Kuburu sebagai julukan Kare Tulolo atau Karaengta Bunga Ejaya atau Daengta Pallangga yang sebelum dikubur masih bisa berbicara dan menitip pesan kepada masyarakatnya agar tidak lupa shalat lima waktu dan membaca Al-Qur’an.
Cerita kesepuluh cukup panjang yakni Kisah Romantis Tuan Putri Malakuna Kajang dan Pangeran Laikang yang dipertemukan dari kebiasaan putri Malakuna yang membuang rambutnya yang berjatuhan saat keramas di batok kelapa dan dihanyutkan ke sungai kemudian ditemukan oleh Pangeran Laikang.
Cerita kesebelas menceritakan seorang pemuda tampan dari Kerajaan Gowa bernama Muhammad yang berjuang mencari gadis yang mirip didalam foto yang ditemukan di sebuah kebun.
Walau akhirnya dipertemukan dan menikah tetapi karena Muhammad lupa dan melanggar sumpahnya maka putri cantik yang telah menjadi isterinya itu berubah menjadi babi.
Cerita keduabelas tentang penjual garam bernama Dg. Sangkala yang taat beribadah hidup bahagia bersama gadis desa walaupun awalnya hanya sebagai penjual garam keliling yang dibawa berjalan kaki dari Jeneponto ke Gowa.
Cerita ketigabelas tentang terpisahnya anak kecil bernama Caroline dari ayahnya seorang prajurit Belanda akibat kapal yang ditumpanginya diterjang badai topan.
Caroline ditemukan oleh pelaut Makassar dan kemudian diasuh oleh tokoh pejuang di Maluku dan diberi nama Khotidjah.
Setelah dewasa, ia menikah dengan pejuang Maluku, Ahmad Leikawa dan ikut bersama-sama melawan Belanda.
Demi menyelamatkan suaminya, akhirnya Caroline/Khotidjah tertembus peluru Belanda dan ternyata yang melepaskan tembakan tersebut adalah ayahnya sendiri.
Cerita keempatbelas mengisahkan dua orang bersaudara yakni I Samindara dan I Baso Kunjung Barani yang dipisahkan sejak kecil oleh orang tuanya.
Setelah dewasa, hampir saja menikah, untunglah warisan orang tuanya berupa benda pusaka menjadi penanda orang tua angkat I Samindara.
Namun I Baso dan keluarganya tidak diberi tahu maka terjadilah perang antar keluarga dan akhirnya I Samindara meninggal dunia.
Cerita kelimabelas tentang I Lajana yang memiliki akal licik untuk meraih keberhasilan. Cerita I Lajana sebenarnya sudah diceritakan di Buku RUPAMA jilid I oleh penulis.
Keseluruhan cerita yang tertulis di buku ini sebagian sudah dilengkapi gambar ilustrasi walaupun sederhana dan sebenarnya butuh seorang ilustrator agar pembaca khususnya anak-anak lebih mudah memahami isi buku.
Untuk orang tua, guru dan terlebih para pendongeng, kisah-kisah menarik ini dapat menjadi bekal membacakan cerita atau memberikan dongeng dengan nuansa kedaerahan kepada anak-anak.(FP/*)