Seorang gadis manis berusia 15 tahun itu terdiam saat mendapat tamparan yang lumayan keras dari ayahnya.
“Tina, sudah berapa kali ayah katakan? Jangan pernah mencuri rambutan saat pemiliknya masih ada!” Tegas ayah pada anak yang bernama Tina.
Tina menatap ayahnya polos.
“Berarti kalo orangnya gak ada boleh dong, Yah?”
Ayah Tina tersenyum manis saat mendengar pertanyaan Tina “Nah ini baru anak Ayah.”
Ucap ayah Tina sambil membusungkan dadanya dengan bangga. Tidak lupa hidung yang di kembang-kempiskan layaknya kingkong sesak nafas.
“Maaf ya, sayang. Tadi ayah mukulnya kekencengan, soalnya tahi lalat kamu bikin salah paham terus sih.” Permohonan maaf yang terucap diiringi garukan kepala seolah memiliki kutu yang bertimbun banyaknya.
“Gak papa Yah. Yang penting habis ini Ayah temenin Tina cari bekicot di got nya Pak Anas, ya!” Balas Tina dengan raut seolah minta dibacakan Ayat Kursi.
“Iya, sayang.” Sambil mengelus kepala Tina dengan lembut. Tak lupa secuil emas yang ia korek melalui hidungnya ikut tersangkut di rambut Tina.
“Hehehe, Ayah memang pahlawan kepagian yang datangnya kesiangan” Setelah berucap ngawur, Tina pun bergegas pergi menyeberangi sungai godaan untuk menuju alam mimpi.
Selamanya!
Sore harinya…
“Ayah! Yuhu~ anakmu yang cantik bahenol dan malehoi ini ingin menagih janji yang telah kau ucapkan pagi tadi. Dengan saksi, secuil emas yang kau korek dari hidungmu yang pesek dan berbulu” Teriak Tina kencang. Ayah Tina yang diteriaki hanya bisa mengucap istighfar, sambil mengumpulkan batu untuk ditimpuk ke kepala segi empat anaknya. Loh?
“Hoam~” Ayah Tina yang baru bangun menguap sambil merentangkan tangan dengan lebar. Tanpa menyadari bulu ketiaknya yang berkibar seperti bendera kebangsaan.
“Ayah, tak kah kau sadari? Bahwa ketiak mu sungguh memancarkan aroma kematian?” Tanya Tina sambil mengipas-ngipas ketiak ayahnya. Berharap, aroma kematian tak lagi masuk ke penciumannya.
“Masa, sih?” Ayah Tina balas bertanya sambil mengendus-endus ketiaknya yang memiliki bulu lebat. Maklum, mantan model shampoo Piten, dengan logo ‘ rambut hitam, sehitam ketekmu’.
“Huek~ bau apa ini?” Dengan gaya seperti orang muntah. Ternyata beneran muntah, dahlah.
“Bau tanah! Ya bau keteklah ayahku yang ganteng, kalodiliatdariMonas.” Balas Tina lagi, dengan kalimat terakhir di dalam hatinya.
Kemudian ia melanjutkan.