Dua Tahun Menjadi Mahasiswa Baru

Penulis: Noviana Ramdhani

Hal itu bisa terjadi karena tidak adanya kesiapan kita sebagai pelajar dan mahasiswa saat pemberian materi langsung kita tidak memperhatikan. Baru-baru ini pemerintah memperbolehkan kegiatan pertemuan tatap muka atau yang disingkat PTM, karena melihat situasi yang sudah jauh membaik kasus harian Covid-19 mulai turun.

Selama dua tahun menjadi seorang mahasiswa baru (Maba) belum pernah sama sekali menginjakkan kaki ke kampus untuk duduk belajar di dalam kelas. Berbagai macam aturan yang dibuat mulai dari sistem pergantian belajar hybrid learning bahkan untuk meminimalisir kasus Covid-19 hanya pada mata kuliah tertentu saja sebagai syarat memperbolehkan mahasiswanya belajar di kampus.

Selama dua tahun ini banyak materi pembelajaran yang sulit di serap karena kebiasaan kita sebagai mahasiswa terlalu santai dan berujung tidak serius. Mahasiswa juga kehilangan masa awal kuliahnya sebagai mahasiswa baru. Memiliki sedikit pengalaman seperti tidak mengikuti organisasi, kemudian minimnya mendapatkan pengetahuan informasi seputar kampus yang disebabkan sedikitnya memiliki relasi atau kenalan.

Padahal memiliki hubungan sesama untuk membangun relasi adalah salah satu yang bisa mendorong kita jauh lebih baik pada saat terjun di dunia pekerjaan nanti. Mahasiswa di harus kan memiliki soft skill dan hard skill dari berbagai masing-masing individu untuk di asah di dunia kerja dan tidak mengandalkan orang.

Syarat vaksin pun sekarang menjadi hal yang harus ketika kita mengunjungi suatu tempat umum. Bagi pelajar dan mahasiswa yang ingin melakukan kegiatan pembelajaran tatap muka harus sudah menjalani rangkaian protokol kesehatan seperti minimal vaksin dosis 1 atau dosis 2 dan yang baru muncul akhir-akhir ini adalah vaksin 3 atau vaksin booster kemudian di awal pertemuan melakukan rapid antigen.

Tidak hanya itu persetujuan antara pelajar/mahasiswa, orang tua dan pihak lembaga sekolah/universitas menjadi salah satu perbincangan juga karena untuk keputusan tanggung jawab sebagai tanggungan jika terjadi hal-hal yang tidak dinginkan untuk siap menghadapi risikonya.

Indonesia mencapai gelombang ke tiga dalam puncak kasus pandemi Covid-19. Isu-isu yang beredar tentang sekolah/perkuliahan dilakukan tetap secara daring tetapi tempat-tempat umum seperti mall dan lain-lain masih di perbolehkan, hal itu juga menjadi suatu pertentangan, apalagi pendidikan pelajar seperti TK SD, SMP dan SMA yang lebih dahulu melakukan pembelajaran tatap muka dibanding Mahasiswa, itulah yang membuat iri padahal Mahasiswa khususnya mahasiswa baru ingin merasakan pembelajaran secara langsung, beda halnya dengan mahasiswa tingkat akhir yang nyaman dengan keadaan hingga untuk tugas skripsi dan sidang inginnya dilakukan secara online, dan tidak disaksikan secara langsung.

Dua tahun menjalani pembelajaran virtual membuat mahasiswa memiliki pengalaman yang sedikit sebagai mahasiswa baru, yang tujuannya ingin masuk kuliah di luar kota pun rasanya seperti sia-sia karena pembelajaran daring seperti pandemi sekarang ini tidak perlu membutuhkan kita yang harus hadir di kampus tetapi bisa dilakukan pembelajaran jarak jauh dari rumah. Perekonomian keluarga yang tidak stabil pun mendukung adanya pembelajaran di rumah bagi yang memiliki anak bersekolah/kuliah di perantauan. Pada akhirnya hanya diri kitalah yang mampu mengendalikan bagaimana sistem pendidikan agar tetap berjalan sesuai yang diinginkan agar tetap berkualitas saat pandemi.

Bagikan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

BERITA TERBARU