Dewasa ini penetrasi informasi dari banyak sumber membuat kita bingung bahkan kehilangan arah. Kebingungan ini membuat kita kehilangan esensi membaca itu sendiri yakni memahami, dimengerti lalu melahirkan tindakan nyata, banyak diantara kita kian ‘dirasuki’ oleh ideologi baru atau pandangan baru untuk melihat realitas yang ada.
Realitas yang kita lihat saat ini tergantung dengan bagaimana cara pandang kita. Pandangan kita terbentuk dari data yang sudah diperoleh sebelumnya hingga mengerucut pada suatu kesimpulan. Oleh karena itu data yang kurang valid atau belum dicerna dengan baik oleh akal akan berdampak pula pada kesimpulan dan cara pandang kita terhadap sesuatu.
Barokah dalam kamus bahasa arab karya Ibnu Mandhur diartikan sebagai “berkembang dan bertambah baik” atau “kebahagiaan hidup”. Seseorang apabila memiliki sesuatu misalnya harta, maka akan senang jika bertambah baik dan jika anak berkembang dengan baik maka orang tua akan bahagia hingga seterusnya. Jadi, orang yang mendapatkan barokah maka hidupnya akan baik menurut agama, yakni diridai Allah SWT.
Ngalap barokah atau mengumpulkan barokah adalah usaha dari seorang berupa tindakan ikhlas bertujuan tindakan tersebut dapat menjadi jembatan kebaikan yang akan disampaikan kepada Allah SWT oleh doa dari objeknya. Tindakan seperti Taqdim, menghormati bahkan menghabiskan minuman guru yang belum habis adalah sebagai jembatan untuk doa-doa keselamatan hidup kita dunia dan akhirat.
Pada siswa Madrasah Aliyah dan sederajat, nalar kritis atau lebih sering disebut daya berpikir kritis mulai tergugah dan terbentuk. Daya berpikir kritis berangkat dari pandangan yang meragukan apapun.
Termasuk meragukan keraguan itu sendiri, dengan demikian kami selalu memulai sesuatu dengan pertanyaan dan mengakhirinya dengan pertanyaan pula. Hal yang demikian kami lakukan agar dapat melihat realitas yang ada dengan jernih tanpa terpengaruh oleh atribut atau pemanis kebenaran. Oleh karena itu kami dapat mencapai kesimpulan serta pengertian yang tepat lalu di lahirkan oleh tindakan yang tepat pula.
Cendekiawan Islam dari mesir Yusuf Al-Qardhawi pernah berkata dalam bukunya bahwa “Andaikan ilmu adalah gudang, maka kuncinya adalah bertanya”. Dalam kalimat tersebut kita dapat membayangkan seorang pencari ilmu memegang kunci berupa pertanyaan untuk membuka gudang berupa ilmu. Namun, pada kenyataannya selama ini terdapat penjaga gudang tersebut yang siap menebas siapapun dengan kunci apapun hingga binasa.
Mungkin kita bertanya-tanya siapakah penjaga itu ? teganya dia membunuh seorang penuntut ilmu hingga tak berdaya. Kita mugkin belum tersadarkan bahwa penjaga itu adalah barokah.
Sudah menjadi hal yang umum pada kelas dimana para siswanya tidak berani menanyakan sesuatu yang mengganjal di pikiran dan hatinya, bahkan enggan mengakui bahwa dirinya tidak paham sama sekali tentang materi yang diajarkan.
Enggan untuk bertanya karena takut untuk menyinggung perasaan sang guru menyebabkan siswa harus menerima segala sesuatu atas dasar barokah berupa hormat kepada guru tersebut. Suasana kelas pun terkesan hening karena informasi hanya besumber dari satu pihak.
Terdapat aksioma menarik yang dapat menggambarkan kondisi nyata tentang duel maut ini dalam dunia pendidikan sebagai berikut:
- Saya adalah murid dan guru selesai menjelaskan
- Saya bertanya/mengungkapkan ke guru tentang suatu hal
- Hal tersebut benar karena sesuai
- Maka sang guru memberi perhatian penuh terhadap saya.
- Karena kenyataan itu pahit maka menyinggung perasaan
- Karena perasaan itu sang guru memberi label anak ini tidak
- Maka nilai saya berkurang bahkan
- Karena nilai itu membuat rapor dan peringkat saya turun
- Maka orang tua saya marah
- Karena orang tua saya marah, saya tidak diberkenankan berlaku seperti itu serta tidak meridhoi tindakan saya.
Bagi orang awam beberapa aksioma tersebut cukup rumit. Aksioma tersebut meliputi beberapa permasalahan pada dunia pendidikan kita saat ini, namun aksioma tersebut dengan mudah dapat diselesaikan dengan sikap jujur.
Sikap jujur menjadi faktor terpenting dalam menggambarkan suatu hal atau menyampaikan sesuatu karena hal itu dapat berpengaruh pada tindakan selanjutnya. Apabila kita berbohong satu kali, maka konsekuensinya kita harus terus berbohong untuk menutupi kebohongan sebelumnya.
Sering diantara para siswa dikelas terdapat hal yang kurang dipahami pada materi yang disampaikan oleh guru. Akan tetapi, siswa memilih diam karena takut akan resiko yang pada aksioma diatas. Bahkan banyak dari para siswa yang memilih berbohong agar terhindar dari resiko tersebut, secara tersirat para siswa juga belajar berbohong dan enggan untuk mengutarakan kejujuran walapun itu menyakitkan.
Resiko berbohong pada materi yang kurang dimengerti mempunyai dampak besar bagi siswa. Mulai dari tidak ada semangat untuk menggali dan mendalami materinya sendiri, para siswa juga bisa kesulitan dengan syarat masuk ke jenjang berikutnya karena kemampuan akademiknya kurang, bahkan siswa bisa terjerumus pada tindakan yang salah karena pengetahuan atau datanya kurang valid atau kurang relevan.
Mungkin banyak dari kita yang terlalu baperan sehingga mudah tersinggung. Dalam penelitian oleh Edward T Hall antropologis asal Amerika serikat menunjukan bahwa masyarakat indonesia suka basa-basi, menghindari pertanyaan to the point dan tidak suka diskusi ‘berat’. Pertanyaan to the point bagi orang baperan berdampak pada perasaan tidak enak bahkan dapat menyimpulkan lawan bicaranya tidak sopan karena pada pertanyaan tersebut kita dituntut untuk berkata jujur dan terus terang terhadap masalah.
Akankah kita akan ‘ngalap barokah’ dengan mengorbankan kebenaran yang sebenarnya ?. Memang tidak semua ‘penjaga’ dalam analogi Yusuf Al-Qardhawi diatas salah, penjaga itu sudah mengikuti prosedur dan tata tertib bertujuan untuk meluruskan akhlak para pencari ilmu. Tapi bukan berarti kita menyembunyikan kebenaran, berbohong dan melebih- lebihkan kebaikan dengan alasan agar akhlak kita dipandang baik. Sopan santun dari akhlak terpuji hanyalah bertempat pada tindakan, apabila pikiran kita terdapat sopan santun maka sama saja dengan membuat jeruji besi sehingga daya imajinasi kita yang bebas untuk
melakukan sesuatu terkurung bahkan kita tidak sanggup untuk menyampaikan kebenaran. Oleh karena itu kita mulai mengerti esensi dari barokah itu sendiri yaitu menjadi jembatan keselamatan hidup dunia dan akhirat bagi kedua belah pihak, bukan dalam lagi bermakna sempit hanya berlaku bagi murid ke gurunya.
Dari penjalasan diatas semoga kita paham bahwa kata ‘Guru’ atau ‘murid’ hanyalah kata predikat. Maknanya tetap sama yakni memahami dan dimengerti, terlepas siapapun diri anda, anda adalah guru ketika di tanya dan anda adalah murid ketika bertanya.